Sabtu, 23 Maret 2013

Graduasi


Graduasi

Maaf mungkin maksa dari graduation ke graduasi. Intinya kelulusan. Syukur alkhamdulillah, 4,5 tahun sudah menuntut ilmu yang memang diidam-idamkan  dan tinggal 3 hari lagi bakal sah menjadi sarjana psikologi. Amazing!!
Saya puji diri saya sendiri karena ternyata saya bisa! Mulanya dapat  kasak-kusuk yang memandang sebelah mata saya mampu kuliah. Mulanya saya sendiri sempat “tumbang” karena biaya hidup mahal sementara di rumah adik-adik masih butuh biaya sekolah. Mulanya dan selama proses belajar psikologi berlangsung selalu dihiasi segala macam “warna” kebahagiaan, kesedihan, kekecewaaan, ketidakpercayadirian dan semacamnya dan akhirnya saya bisa!
Psikologi. Dulu ketika SMA saya hanya tahu kalau jadi psikolog bakalan tahu karakter orang hanya dengan beberapa kali interaksi. Ternyata tidak. Kalaupun bisa, tentu membutuhkan pengalaman yang lebih, lebih dan lebih. Kami lulusan psikologi dan mungkin calon psikolog nantinya, juga tidak serta-merta disangka bisa membaca karakter orang begitu saja. Kami bukan dukun, paranormal apalagi tukang sihir yang sekonyong-konyong menilai orang, memutuskan seseorang begini-begini-begitu. No. No. No. Kami punya kode etik. (Aduh, bahasanya sudah belaga ekspert ya J)
Psikologi. Saya ngebet menekuni ilmu itu hanya demi ingin tahu karakter orang lain. Sederhanya: pengen tahu Anda itu suka sama saya nggak, sih? Anda benci saya? Apa yang Anda pikirkan tentang saya? Mulanya begitu. Tapi ternyata banyak hal yang perlu dipelajari dari A sampai Z sodara-sodara! Menyenangkan! Kami berinteraksi dengan banyak karakter termasuk mereka yang memiliki permasalahan psikologi tingkat ringan hingga berat. Itulah kesenangan tersendiri. Membuat diri ini merasa lebih, lebih dan lebih bersyukur -semoga-.
Anda tahu? Bahwa pertama kali saya berinteraksi dengan penderita Skizofrenia (maaf orang awam mengatakan gila, kami memiliki istilah sendiri) pada usia saya di fakultas psikologi Unair masih semester tiga. Di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Otak saya jungkir balik -lebay-. Mindset saya tentang mereka yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah seperti yang saya lihat di sinetron-sinetron (kelihatan dulunya pecandu sinetron :D) adalah mereka yang dengan sigap menyerang siapapun. Itulah ketakutan saya! And then... saya membuktikan itu-sama-sekali-tidak-benar! Di sana semua terstruktur rapi. Ada pembagian kelas untuk mereka yang masih mengalami gaduh-gelisah (penderita Skizofrenia yang berteriak-teriak belum bisa dikendalikan)  maupun yang sudah tenang. Dan saya mendapatkan subjek yang sudah tenang dan dapat berinteraksi dengan cukup baik dengan saya. Walaupun waham dan alur pemikiran dan pembicaraan yang loncat-loncat.
Dia wanita masih berusia 20-an tahun, tidak jauh berbeda dengan saya kala itu. Masuk rumah sakit jiwa karena genetik dan dipicu permasalahan asmara yang rumit. Dia sering melakukan hal destruktif sebelum dirawat di rumah sakit jiwa. Ah... saya amat sangat beruntung melihat kisah wanita itu. Sekurang-kurangnya saya, kedua orangtua saya setia untuk menguatkan saya di kala jatuh dan mengingatkan saya untuk memegang teguh prinsip agama. Itulah kunci kebahagiaan dunia-akhirat, Itulah pesan ayah dan ibu saya.
Intinya, dari psikologi saya mengambil banyak pengetahuan walaupun pengalaman belum terlalu banyak. Bicara soal ini saya harus membuka file lama yang menunjukkan saya 3 kali gagal seleksi magang di unit-unit psikologi yang dimiliki fakultas tempat saya kuliah. Ouucchhh.,.. kecewa berat. Dan berpikir apakah saya terlalu buruk ya kalau jadi magangers? Sampai saya sendiri takut kalau mau psikotes! Bahkan agak benci. Psikotes itu tidak menjamin sepenuhnya orang itu seperti hasil yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi. Dan itu yang saya benci sekaligus takut. Benci karena kenapa harus diberi psikotes –walau alasan kuatnya juga sudah tahu tapi terkadang tidak terima kok sampai saya gagal di psikotes??- dan takut apakah memang karakter saya terlalu buruk kalau diterima? Dan ini jadi polemik tersendiri buat saya menghadapi “dunia baru” setelah kuliah, bekerja. Ah, sudah lupakan psikotes.
Sebagai sarjana psikologi bukan apa-apa bagi saya. Ilmu saya terlalu cethek apalagi dengan sistem belajar saya yang SKS alias Sistem Kebut Subuh pas musim ujian. Lalala-lalala... kok bisa lulus? Lulus karbitan? Cuman orientasi nilai? Ya, saya akan jawab semuanya IYA. Saya ngerasa 4,5 tahun saya nggak dapet apa-apa. Dan kalaupun mau sekolah lagi melanjutkan profesi psikologi ooohh... saat ini saya nggak siap. Saya mau “banting setir” ke dunia lain. Dunia yang saya gandrungi sejak kelas 1 SMP, nulis. Dan saya ingin mewujudkan impian saya menjadi penulis. Amin.
Selama ini saya hidup belum bisa menikmati setiap proses. Sekalipun psikologi adalah keinginan pribadi tapi ternyata selama perjalanannya juga sangat melelahkan membuat saya berulang kali ingin berhenti. Maka dari itu dari pada saya yang ilmunya cethek ini melanjutkan profesi dan biaya tidak memadai dan profesi psikolog itu diekspektasi-i terlalu besar oleh masyarakat, saya pilih yang lain saja. Tapi... yang masih bisa saya gunakan ilmu psikologi saya dan tentunya bermanfaat bagi sesama. J Itulah keinginan saya setelah lulus dan sah pada 26 Maret mendatang.
Oh, iya, kesenangan saya hari ini adalah akhirnya bisa berfoto bersama dengan dosen wali nan tampan. (mohon untuk pembaca yang tahu siapa dosen wali saya termasuk teman-teman satu dosen wali, DILARANG KERAS TERTAWA dan menarik kesimpulan). Beliau ini menggantikan dosen wali sebelumnya sekitar pertengahan tahun 2011 –kalau tidak salah-. Dosen wali lelaki satu ini masih muda, pebasket pula (jadi seolah ada link yang menghubungkan saya dengan beliau tanpa langsung) dan kami berinteraksi hanya ketika akhir atau awal semester sebatas minta tanda tangan KRS (Kartu Rencana Studi) sa-ja. Selebihnya hanya tahu di dunia maya dan kasak-kusuk yang berlintas lalu. (Maaf ya, Pak J). Tapi sayang beribu sayang kok, tadi saya nggak ambil posisi foto di sebelahnya ya? -__-“ ah, sudahlah... intinya sudah senang dikasih ucapan selamat dan bersalaman. *siul-siul*.
Oke, finally Agustin Wahyuningsih, S.Psi. Ekspektasi orang meningkat satu level, nih, nampaknya. Alkhamdulillah... (pamer nih, pamer :D). Berterima kasih pada semua pihak yang tak dapat saya sebutkan satu per satu, semoga saya bisa menjadi lebih dan lebih dalam kebaikan dan bisa bermanfaat bagi sesama sehingga segera membalas kebaikan kalian semua. Amin.
Leyeh-leyeh dulu, ah... ;)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)