Sabtu, 20 Juni 2009

Darahmu= Darahku

“Kira - kira kisah cinta gue bisa kayak cerita cinta di sinetron – sinetron ga, ya? Diem – diem ada yang suka, dari benci jadi cinta, jadi idola banyak cowok, yah…….paling ga jadi cewek berkesan di mata semua cowok. Hhh….. gue yang sial soal cinta atau gimana, ya? Ah, nglantur nih, gue? Mana ada cowok cakep bin perfect menghampiri cewek jelek macem gue?! Mimpi kok, di siang bolong ?” oceh Damay sambil memukul – mukul kepalanya, ketika ia duduk sendirian di taman kota. Ia baru saja pulang dari warnet.

Tiba – tiba ada bola basket yang melayang ke kepala Damay. Seketika Damay ngomel – ngomel pada orang yang telah mengenai kepalanya dengan bola. Tapi, setelah tahu orang yang melemparnya dengan bola, Damay sedikit mengkeret because cowok yang ada di depannya sangar, sih! Badannya tinggi, gede, body-nya emang atletis, sorotan matanya tajem, cakep tapi raut wajahnya dingin banget.

”Udah slese ngomelnya ?” tanya si cowok setelah Damay berhenti ngomel – ngomel.

”U..u..udah!” jawab Damay gagap.

”Ya,udah! Sorry, ya !” kata si cowok sambil mengelus – ngelus kepala Damay seperti anak kecil sebelum ia pergi.

Damay pulang dengan hati sedikit GR gara – gara dibelai cowok selain ayahnya. Ya, walau si cowok dingin tapi romantis juga, pakek ngelus – ngelus rambut lagi.Damay cengar – cengir sendiri .

”JEDUG !!” suara dagu Damay yang terantuk meja gara – gara tangannya sebagai penyangga dagunya di senggol Rara, sahabatnya.

”Kesambet lo,ya? Cengar – cengir sendiri ! Kenapa ?” tanya Rara penasaran.

”Oh, itu lagi mikirin cowok yang ngelempar bola ke kepala gue. Kira – kira gue bisa ketemu lagi ga, ya ? Dia cakep, bo! Hi…hi…hi !” kata Damay cengengesan.

”Loh, katanya dia jutek bin dingin banget, kok lo jadi ngebet ketemu ?“

„Keren, sih ! He..he..he!“. Rara menjitak kepala Damay karena gregetan sama sikap Damay yang ga bisa ditebak tiap detiknya. Sekarang ngomong ga, besok ngomong iya.

* * *

”Kita jadi nih, ’njengukin musuh bebuyutan lo, Ra ? Ga nyesel lo ?” tanya Damay pada Rara ketika pulang sekolah. Rara mengangguk cepat.

” Gue ga pengen musuhan terus sama nenek lampir itu. Masa cuma gara – gara cowok di waktu SD marahannya sampe kita nyaris lulus SMA. Cinta monyet May, cinta monyet yang jadi pemicunya! Hhhh…” kata Rara.

”Tabahkanlah hatimu wahai sahabatku !” hibur Damay.

”Sok puitis, lo !” tukas Rara. Damay nyengir kuda.

Keduanya menuju rumah sakit untuk menjenguk Peppy, teman satu sekolah mereka yang jadi primadona di sekolah, tapi wataknya jahat banget. Peppy sedang sakit thypus yang parah hingga ia harus absen sekolah selama 1 bulan. Kata temen – temennya yang udah jenguk, Peppy jadi kurus banget. Bener – bener macem orang penyakitan. Kalo gini, siapa juga yang ga prihatin. Cewek yang dulunya berdiri tegap menarik setiap hati adam, sering berlenggak – lenggok di catwalk, nampang terus di depan kamera, ga pernah absen dari forum debat English, shopping dari mall satu ke mell lain dengan credit card pribadi, kini hanya bisa berbaring lemah diranjang, terbelenggu dalam sakitnya.

”Elo yakin bakal nemuin nenek lampir itu ? Kalo ujungnya elo di damprat abis – abisan gimana ?” tanya Damay khawatir sambil menggigit bibirnya.

”Tenang aja , May ! Dia ga bakal punya daya marah – marah, dia kan lemah banget! ”

”Ah, elo, Ra! Katanya kasihan, ikhlas maafin sikap Peppy , kok, lo bisa – bisanya nyindir keadaannya ?”. Rara nyengir kuda.

”Gue di sini aja ya ? Gue ga tega lihat lo didamprat !” kata Damay

”Terserah, deh ! Gue masuk dulu !” sahut Rara yang kemudian memasuki kamar di mana Peppy berada.

Damay kluntang – klantung sendiri di ruang tunggu RS. sambil menggembung – gembungkan mulut dan pipinya. Damay mencoba mencari hiburan dengan menggumamkan lagu – lagu kesayangannya. Lalu seorang dokter dan susternya lewat di depan Damay sambil resah membicarakan tentang golongan darah AB yang harus segera didapatkannya untuk orang yang sekarat. Damay langsung menghampiri dokter itu.

”Dokter! Dokter! Dok,tunggu !” panggil Damay. Dokter dan suster menoleh pada Damay.

”Golongan darah saya AB, Dok !“ lanjut Damay.

“Baiklah, mari ikut saya !“ sahut dokter.

Damay pun mendonorkan darah untuk pasien yang sekarat gara – gara kecelakaan. Orang itu mengalami banyak pendarahan. Hidupnya saja sudah diambang pintu kematian kalau sampai ia tidak segera mendapatkan transfusi darah.

Usai donor darah, Damay kembali pada Rara. Namun, Rara sudah tidak ada di kamar Peppy. Damay segera keluar RS menuju lapangan parkir. Damay celingukan sendiri.

”Huh…hah…huh…hah !Akhirnya gue ketemu elo, May !” kata Rara terengah – engah setelah berlarian mencari Damay.

”Kemana aja sih, lo, Ra ?” tanya Damay sebel.

”Elo tuh, yang kemana aja ? Tapi elo ga sepenuhnya salah, soalnya gue harus jenguk tunangan gue yang kecelakaan ! Keadaannya parah banget, tapi untung ada orang yang udah ngedonorin darahnya !”

”Oh, gitu ! Gue boleh jenguk dia? Elo kan, belum pernah ngenalin gue ke tunangan elo! Selama ini elo cuman cerita mulu! Ayo!”

”Ng..nggak usah dulu! Besok – besok aja kalo dia udah sadar! Mending elo sekarang pulang dianter sopir gue ! Sana pulang ! Kemaleman ’ntar! Da…!”

”Tap..tapi, Ra !” ,Damay berusaha bertahan untuk menjenguk tunangan Rara, tetapi Rara getol menyuruh Damay pulang.

* * *

Dua bulan berlalu. Baik Peppy maupun tunangannya Rara sudah sembuh total. Peppy tetap dengan gayanya yang sok, padahal sudah tahu body-nya udah ga menjamin masuk model lagi. Sedang tunangan Rara tetap saja menjadi sosok yang misterius bagi Damay, karena Rara ga pernah ngenalin tunangannya pada Damay atau teman sekolahnya yang lain. Tapi, kali ini Rara berjanji pada Damay untuk mengenalkan keduanya because tanpa sepengetahuan Damay, Rara ingin mengucapkan terima kasih pada Damay yang udah nyumbangin darahnya ketunangan Rara.

Damay lagi asyik – asyiknya membaca koran di perpustakaan, tiba – tiba Peppy cs datang menghampirinya.

”Gue denger – denger temen kita udah ada yang friend makan friend, ni! Masa tunangan temen ’ndiri mau diembat, sih! Belaga jadi pendonor darah buat tunangan temennya lagi !” sindir Peppy membuat Damay penasaran.

”Siapa maksud elo ?”

”Siapa lagi kalo bukan elo, cewek pembawa sial! Perebut cowok orang!” tuduh Peppy membuat Damay naik pitam. Damay segera melabrak Peppy.

“Kalo ngomong pake otak, ya? Sejak kapan gue membawa sial buat elo, ngrebut cowok elo ?” tanya Damay lantang.

“Pertama Damar. Gebetan gue yang elo gaet semenjak kalian satu organisasi di ekskul mading ? Kedua, tunangan temen elo sendiri, Rara! Elo ga usah belaga bego, deh! Cowok yang ngelempar elo pake bola beberapa bulan lalu di taman kota, itu cowoknya Rara ! Calon suaminya Rara! Ga malu lo, ngrebut cowok orang? Sahabatnya sendiri lagi!” cerocos Peppy membuat Damay semakin meradang. Sedang Peppy dengan pedenya meninggalkan Damay.

Damay terduduk lemas,ia tak menyangka kalo dirinya bakal dapat sebutan perebut cowok orang, padahal selama ini dirasa – rasanya, ia tak punya fans cowok,pacaran juga ga pernah, naksir cowok aja banyak apesnya sekarang dituduh perebut cowok orang lagi.

”Apa emang gue yang slalu sial soal cinta! Kenapa gini, Tuhan ? Udah ga ada yang naksir sekarang aku naksir tunangan temen sendiri…! Hhh…Tapi, darimana Peppy tahu?” gumam Damay tetap tidak bisa menerima kenyataan.

* * *

Damay mondar – mandir resah memikirkan bagaimana nanti bertemu dengan Rara dan tunangannya. Ingin rasanya melarikan diri,tapi ia terlanjur di tempat mereka janjian bertemu. Selang beberapa menit Rara dan tunangannya datang. Damay semakin tak kuasa ,menghadapi keduanya. Rara, tunangan Rara bernama Farish, dan Damay akhirnya ngobrol meski terkesan kaku. Anehnya, Farish sama sekali ga menyinggung soal lemparan bola basket dan donor darah. Dipikir Damay, mungkin Farish lupa. Untunglah, tapi kini hatinya hancur karena cowok pujaannya adalah tunangan Rara. Tak lama kemudian ada seorang cowok ikutan nimbrung bareng mereka bertiga. Yang bikin Damay kaget setengah hidup adalah wajah cowok itu sama persis sama Farish. Menyadari kekagetan Damay, Rara segera menjelaskan semuanya.

”Ini Farrel, May! Kembarannya tunangan gue, yang ngelempar bola ke kepala elo dan yang elo kasih darah beberapa waktu lalu!”

”Hah….? Kok, elo dulu bilang yang sakit tunangan elo! Ra, gue jadi ga ngeh! ”Damay makin bingung.

“Hey cewek tulalit ! Emangnya lemparan bola basket gue kekerasan ya? Sampe – sampe elo telmi gini!” sindir Farrel.

”Waktu itu gue salah ngomong. Terus, abis itu gue tahu semua cerita tentang elo sama Farrel dari Farish, jadi gue tahu kalo yang elo suka itu Farrel! Terus ,soal ajakan gue ini biar surprise buat elo. Supaya elo ngira elo naksir tunangan gue kayak yang dibilang Peppy kemarin padahal ga banget! Farish ya Farish,tunangan gue! Farrel ya Farrel cowok pujaan elo selama ini! Ha..ha..ha! “ jelas Rara membuat Damay tengsin abis.

“Jadi cewek tulalit ini naksir gue? Ya, ampun mau jadi apa keturunan gue kalo ibunya aja tulalit! “ tutur Farrel, sedang Damay malah meninju lengan Farrel.

“Elo kalo ngomong dijaga ya ! Nama gue bukan cewek tulalit! Nama gue Damay!”

”Tapi, gue suka manggil cewek tulalit! Lebih cocok sama tampang elo yang lemot!”

Damay menjitak kepala Farrel. Sedang Rara dan Farish tertawa terbahak – bahak melihat Damay dan Farrel bak kucing dan anjing yang bertengkar melulu.

Farrel menatap tajam pada Damay dan mendekatkan wajahnya pada wajah Damay.

”Mau ngapain lo? ” tanya Damay ketakutan, lalu menampar Farrel.

”Kok nampar sih.? ” tanya Farrel ga terima .

”Abis elo yang kurang ajar! Mau ngapain elo barusan ? ”

”Ga ngapa – ngapain! Gue cuman mau bilang thanks elo udah nolongin gue waktu gue sekarat! Itu doang! GR banget jadi cewek! Siapa juga yang mau nyium elo! Ih… ” omel Farrel sambil meninggalkan tempat. Damay jadi menyesal.

”May, kejar sana! Sebelum dia tambah gede marahnya !” suruh Rara

Setelah berfikir sejenak, Damay bergegas menyusul Farrel. Ya, siapa tahu Farrel adalah cowok kiriman Tuhan untuknya sabagai pembangkit semangatnya soal cinta. Paling ga, jadi sahabat karena darahnya juga mengalir dalam tubuh Farrel, so bisa aja mereka berdua bisa klop banget.

* * *