Selasa, 28 Juli 2009

cerpen "Cinderella Kesiangan"


Cinderella Kesiangan

Jam di tangan Mira menunjuk pukul sembilan malam. Larut memang, tapi Mira masih berada di perjalanan menuju pulang ke rumah. Ia baru saja pulang memberi les privat pada seorang siswa SMP.
Mira pulang jalan kaki menuju kostnya. Membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai kostnya. Ketika sedang santai berjalan, tiba-tiba ada segerombolan orang yang berlari-lari menuju ke arahnya sambil berteriak,”COPET! COPET!”. Dan salah satu dari mereka yang ada di barisan paling depan -nampaknya orang itu yang menjadi sasaran pengejaran- menabrak Mira dan menyerahkan sebuah dompet dengan paksa padanya. Mira bingung. Si pencopet lolos, Mira yang jadi tersangka.
Sekuat tenaga Mira mengelak tapi orang-orang tak percaya. Hingga Mira digiring ke pos satpam terdekat.
”Maling mana ada yang mau ngaku?!” seru si empunya dompet.
“Mas ganteng, harusnya mas dan semua yang ada di sini jeli dan inget gimana ciri-ciri pencopetnya. Dan harusnya mikir pakai otak, mustahil dong, kalau saya pencopetnya terus ketangkep basah mau nyerah gitu aja. Tolol itu namanya!” jelas Mira membela diri.
Suasana riuh menuduh Mira bersilat lidah. Kemudian pak satpam meminta Mira menunjukkan kartu identitasnya. Dikeluarkanlah Kartu Tanda Mahasiswanya.
“Mbak ini kan, mahasiswa universitas ternama, jadi ngaku sajalah kalau berbuat salah. Kita bisa bertindak halus kalau mbak mau ngaku, tapi kalau nggak urusannya tambah ribet,” kata si satpam.
“SAYA BUKAN PENCOPET!!!” teriak Mira.
“Ehm…gini pak, kita selesaikan dengan cara damai. Saya juga nggak punya banyak waktu ngurusin hal kayak gini. Biarin pencopet kelas teri ini lepas, yang penting dompet saya balik,” tutur si empunya dompet berubah pikiran yang awalnya ngeyel pengen Mira diadili secara hukum sekarang ‘melepaskan’ Mira begitu saja.
“Saya bukan copet! Budeg ya?!” cela Mira.
Akhirnya perkara selesai. Mira pulang dengan muka sebal. Pengen nangis rasanya karena baru sekali ini dalam seumur hidup dia dituduh mencopet padahal bukan dia pelakunya.
ÿÿÿ
“Kenapa muka kamu ditekuk-tekuk gitu?” tanya Ony, sahabat Mira yang juga teman satu kostnya.
“Sial bener nasibku tadi malam. Masa’ aku dituduh mencopet?” dumel Mira.
“HAH?! Gimana ceritanya?” tanya Ony penasaran. Dan Mira pun mulai bercerita panjang lebar tentang kejadian semalam.
“Hehehe…lagi apes aja kamu, Mira! O, iya, lusa jangan lupa ketemu direktur operator seluler ‘Sinyal Lancar Terus’ buat ngajuin proposal dana acara festival pendidikan dan kebudayaan kita dua bulan lagi,” jelas Ony.
“Kok, aku?”
“Kan, ketua kamu terkapar di rumah sakit. Jadi, kamu sebagai wakil yang harus mewakili. So, jangan banyak bicara!”
“Iya,” sahut Mira berat hati.
Usai mengisi perut yang tak diisinya sejak pagi, Mira dan Ony siap mengikuti kuliah Asas-asas Manajemen atau Asmen. Saat asyik ngobrol dengan Ony, datanglah dosen baru yang beberapa hari terakhir banyak diperbincangkan para mahasiswi, m-a-h-a-s-i-s-w-i. Kenapa? Karena menurut kasak-kusuk yang beredar, dosen muda baru ini, kerennya minta ampun. Vino G Sebastian lewat.
Si dosen masuk dengan menebar senyum pada seluruh penghuni kelas dan saat pandangannya jatuh pada satu orang di kelas itu, senyumnya spontan musnah.
“Selamat siang, Saudara-saudara?” sapa si dosen.
“Siang…” sahut seisi kelas termasuk Mira yang ikut bersuara dengan malas, padahal mahasiswi yang lain terkagum-kagum melihat dosen itu.
Dia sibuk membenahi tali sepatunya dan saat kembali ke posisi duduk semula, Mira ternganga melihat siapa dosen barunya.
“Mampus riwayat gue,” gumam Mira.
“Kenapa?” tanya Ony sambil menyenggol Mira.
“Ah, nggak apa,” jawab Mira nyengir kuda.
Si dosen mulai memperkenalkan diri kemudian mengabsen satu persatu mahasiswa yang ada. Dan tibalah Mira dipanggil.
“Mira Arumitasari,” panggil si dosen yang bernama Wendha.
“Iya, saya!” sahut Mira tak ramah. Wendha hanya tersenyum sinis.
ÿÿÿ
Mira telah menunggu selama lebih dari dua jam untuk bertemu direktur utama sebuah operator seluler ternama di Indonesia. Mira nyaris menyerah tapi justru di puncak keputusasaannya itu yang bersangkutan datang dari meetingnya di luar kota. Kemudian Mira bergegas menemui orang tersebut tapi sial, ternyata orang yang harus dihadapinya adalah orang yang bermasalah dengan dirinya beberapa hari terakhir ini. Mulanya Mira berniat undur diri saja tapi mana sopan. Akhirnya dengan berat hati, Mira memasang tampang ramah di depan dirut perusahaan operator selular yang tajir itu.
“Siang, Pak!”
“Siang. Silakan duduk! Ada perlu apa?” tanya si dirut secara beruntut. Ternyata dirut itu adalah Wendha, dosen barunya. Mira pun mulai menjelaskan maksudnya bertandang ke kantor Wendha.
Sejenak setelah membaca proposal dari Mira….
“Proposal macam apa ini??!! Anggaran dananya saja nggak rasional! Nama saya saja salah ketik. Becus nggak sih, kalian kerja? Niat nggak??!!” bentak Wendha sembari melemparkan proposal ke arah Mira.
Mira memendam amarah yang tak kalah hebat. Dengan berat hati, kata maaf meluncur dari mulut Mira. Kemudian Mira pamit pulang.
ÿÿÿ
Hidup Mira terasa di neraka saat kuliah semenjak Wendha mengajar di kelasnya. Nyaris setiap hari ia bertemu dengan Wendha dengan segala triknya untuk bisa menjatuhkan Mira. Semuanya membuat Mira stress, belum lagi persoalan tugas kuliah yang kian hari kian menumpuk. Alhasil, asmanya kambuh dan terpaksa ia dirawat di rumah sakit. Saat terbaring lemah di rumah sakit, datanglah Wendha dengan tampang sok perhatian.
“Ngapain bapak ke sini?” tanya Mira ketus.
“Ternyata wonderwoman bisa sakit juga,” sahut Wendha.
Wonderwoman bisa sakit kalau dipukul tangan besi!” timpal Mira dengan menyebut panggilannya untuk Wendha.
“Sudah jadi kewajiban saya sebagai dosen mengarahkan mahasiswa saya menjadi lebih disiplin. Terserah kamu, stay di kelas saya atau keluar. Mudah kan?” jelas Wendha.
Mudah apanya? Sama-sama nggak menguntungkan buat gue!
“Ke poinnya aja deh, Pak! Bapak mau apa ke sini? Bapak tuh, kerjaannya selain jadi dosen dan dirut perusahaan ternyata suka bikin apes saya!” tuduh Mira.
“Saya nggak bikin kamu apes!” elak Wendha.
“Kamu aja ke-geer-an!” tambah Wendha.
“APA??!! Saya geer sama bapak? Untungngnya nggak ada,”
“Nilai Asas Manajemenmu E!”
Mira diam sejenak ingin merengek agar Wendha tak melakukan itu tapi gengsi dong.
“Barusan bapak bikin saya apes! Bapak itu maunya apa, sih? Masalah dompet tempo hari? Saya sudah bilang kan, saya bukan pencopet. Atau masalah proposal yang nggak bener? Iya, itu memang salah saya. Atau masalah baju bapak saya tumpahi kuah bakso lusa kemarin? Itu salah bapak sendiri, jalan nggak pakai mata!” todong Mira dengan berbagai pertanyaan.
“Kamu nggak pernah berubah, ya dari dulu. Tetap Mira yang mudah marah dan volume suara yang nggak bisa pelan. Cinderella kesiangan,” kata Wendha mengagetkan Mira. Mira mengobrak-abrik memori otaknya dengan paksa, segera. Hanya Arman, masa lalunya yang memanggilnya begitu.
“Kenapa, cinderella kesiangan?” tanya Wendha sekali lagi yang menyadari Mira tengah bengong.
Jangan-jangan dia mas Arman gembulku dulu.
“Nih!” kata Arman memerlihatkan bekas luka akibat pecahan kaca di leher bagian belakang.
“Mas Arman??!!” seru Mira bahagia lalu memeluk Wendha alias Arman.
“Aku kangen sama mas Arman,” tambah Mira.
“Apalagi aku,” sahut Wendha.
Keduanya melepas rindu dan saling berbagi cerita setelah nyaris lima belas tahun berpisah begitu saja. Dan mereka menghabiskan waktu berdua untuk selanjutnya.
ÿÿÿ
“Jangan capek-capek!” nasihat Wendha saat Mira sibuk menjadi panitia festival pendidikan dan kebudayaan.
“Siipp,” sahut Mira mengacungkan jempolnya.
Keromantisan mereka semakin terlihat saat Wendha bersama band yang beranggotakan dosen-dosen muda yang lain menyanyikan lagu milik Numata yang berjudul Pesona. Lagu itu jelas-jelas ditujukan pada Mira, membuat Mira malu setengah mati di hadapan teman dan para dosennya yang lain. Semenjak itu, kisah cinta mereka berdua bak dongeng di dunia Cinderella bersepatu kaca. Tapi…Cinderella kesiangan!
“BYYUUURRRR….!!!” suara guyuran air membasahi tubuh Mira yang tengah pulas tidur.
“HUAAAA….!!” Teriak Mira bangun kelabakan.
“Ony, tega banget, sih?” keluh Mira.
“Gimana nggak tega kalau kamu setengah jam lagi harus konsultasi proposal penelitian sama pak Wendha! Molor mulu!” omel Ony.
“Aduuh, kenapa sih, gue selalu berurusan sama dosen baru sialan itu? Nggak kuliah, nggak permintaan dana festival, nggak proposal penelitian. Adeuh…bisa-bisa asma gue kambuh karena kelakuannya yang aneh-aneh. Hhhrrrggghhh….,” omel Mira.
Ternyata cuma mimpi. Dia bukan mas Arman.
Ony memercikkan air ke muka Mira karena ia menyadari Mira tengah melamun.
“Mandi, cepetan!” suruh Ony.
“Iya, iya, mandi!” sahut Mira sambil beranjak dari tempat tidur.
ÿÿÿ

Sabtu, 20 Juni 2009

Darahmu= Darahku

“Kira - kira kisah cinta gue bisa kayak cerita cinta di sinetron – sinetron ga, ya? Diem – diem ada yang suka, dari benci jadi cinta, jadi idola banyak cowok, yah…….paling ga jadi cewek berkesan di mata semua cowok. Hhh….. gue yang sial soal cinta atau gimana, ya? Ah, nglantur nih, gue? Mana ada cowok cakep bin perfect menghampiri cewek jelek macem gue?! Mimpi kok, di siang bolong ?” oceh Damay sambil memukul – mukul kepalanya, ketika ia duduk sendirian di taman kota. Ia baru saja pulang dari warnet.

Tiba – tiba ada bola basket yang melayang ke kepala Damay. Seketika Damay ngomel – ngomel pada orang yang telah mengenai kepalanya dengan bola. Tapi, setelah tahu orang yang melemparnya dengan bola, Damay sedikit mengkeret because cowok yang ada di depannya sangar, sih! Badannya tinggi, gede, body-nya emang atletis, sorotan matanya tajem, cakep tapi raut wajahnya dingin banget.

”Udah slese ngomelnya ?” tanya si cowok setelah Damay berhenti ngomel – ngomel.

”U..u..udah!” jawab Damay gagap.

”Ya,udah! Sorry, ya !” kata si cowok sambil mengelus – ngelus kepala Damay seperti anak kecil sebelum ia pergi.

Damay pulang dengan hati sedikit GR gara – gara dibelai cowok selain ayahnya. Ya, walau si cowok dingin tapi romantis juga, pakek ngelus – ngelus rambut lagi.Damay cengar – cengir sendiri .

”JEDUG !!” suara dagu Damay yang terantuk meja gara – gara tangannya sebagai penyangga dagunya di senggol Rara, sahabatnya.

”Kesambet lo,ya? Cengar – cengir sendiri ! Kenapa ?” tanya Rara penasaran.

”Oh, itu lagi mikirin cowok yang ngelempar bola ke kepala gue. Kira – kira gue bisa ketemu lagi ga, ya ? Dia cakep, bo! Hi…hi…hi !” kata Damay cengengesan.

”Loh, katanya dia jutek bin dingin banget, kok lo jadi ngebet ketemu ?“

„Keren, sih ! He..he..he!“. Rara menjitak kepala Damay karena gregetan sama sikap Damay yang ga bisa ditebak tiap detiknya. Sekarang ngomong ga, besok ngomong iya.

* * *

”Kita jadi nih, ’njengukin musuh bebuyutan lo, Ra ? Ga nyesel lo ?” tanya Damay pada Rara ketika pulang sekolah. Rara mengangguk cepat.

” Gue ga pengen musuhan terus sama nenek lampir itu. Masa cuma gara – gara cowok di waktu SD marahannya sampe kita nyaris lulus SMA. Cinta monyet May, cinta monyet yang jadi pemicunya! Hhhh…” kata Rara.

”Tabahkanlah hatimu wahai sahabatku !” hibur Damay.

”Sok puitis, lo !” tukas Rara. Damay nyengir kuda.

Keduanya menuju rumah sakit untuk menjenguk Peppy, teman satu sekolah mereka yang jadi primadona di sekolah, tapi wataknya jahat banget. Peppy sedang sakit thypus yang parah hingga ia harus absen sekolah selama 1 bulan. Kata temen – temennya yang udah jenguk, Peppy jadi kurus banget. Bener – bener macem orang penyakitan. Kalo gini, siapa juga yang ga prihatin. Cewek yang dulunya berdiri tegap menarik setiap hati adam, sering berlenggak – lenggok di catwalk, nampang terus di depan kamera, ga pernah absen dari forum debat English, shopping dari mall satu ke mell lain dengan credit card pribadi, kini hanya bisa berbaring lemah diranjang, terbelenggu dalam sakitnya.

”Elo yakin bakal nemuin nenek lampir itu ? Kalo ujungnya elo di damprat abis – abisan gimana ?” tanya Damay khawatir sambil menggigit bibirnya.

”Tenang aja , May ! Dia ga bakal punya daya marah – marah, dia kan lemah banget! ”

”Ah, elo, Ra! Katanya kasihan, ikhlas maafin sikap Peppy , kok, lo bisa – bisanya nyindir keadaannya ?”. Rara nyengir kuda.

”Gue di sini aja ya ? Gue ga tega lihat lo didamprat !” kata Damay

”Terserah, deh ! Gue masuk dulu !” sahut Rara yang kemudian memasuki kamar di mana Peppy berada.

Damay kluntang – klantung sendiri di ruang tunggu RS. sambil menggembung – gembungkan mulut dan pipinya. Damay mencoba mencari hiburan dengan menggumamkan lagu – lagu kesayangannya. Lalu seorang dokter dan susternya lewat di depan Damay sambil resah membicarakan tentang golongan darah AB yang harus segera didapatkannya untuk orang yang sekarat. Damay langsung menghampiri dokter itu.

”Dokter! Dokter! Dok,tunggu !” panggil Damay. Dokter dan suster menoleh pada Damay.

”Golongan darah saya AB, Dok !“ lanjut Damay.

“Baiklah, mari ikut saya !“ sahut dokter.

Damay pun mendonorkan darah untuk pasien yang sekarat gara – gara kecelakaan. Orang itu mengalami banyak pendarahan. Hidupnya saja sudah diambang pintu kematian kalau sampai ia tidak segera mendapatkan transfusi darah.

Usai donor darah, Damay kembali pada Rara. Namun, Rara sudah tidak ada di kamar Peppy. Damay segera keluar RS menuju lapangan parkir. Damay celingukan sendiri.

”Huh…hah…huh…hah !Akhirnya gue ketemu elo, May !” kata Rara terengah – engah setelah berlarian mencari Damay.

”Kemana aja sih, lo, Ra ?” tanya Damay sebel.

”Elo tuh, yang kemana aja ? Tapi elo ga sepenuhnya salah, soalnya gue harus jenguk tunangan gue yang kecelakaan ! Keadaannya parah banget, tapi untung ada orang yang udah ngedonorin darahnya !”

”Oh, gitu ! Gue boleh jenguk dia? Elo kan, belum pernah ngenalin gue ke tunangan elo! Selama ini elo cuman cerita mulu! Ayo!”

”Ng..nggak usah dulu! Besok – besok aja kalo dia udah sadar! Mending elo sekarang pulang dianter sopir gue ! Sana pulang ! Kemaleman ’ntar! Da…!”

”Tap..tapi, Ra !” ,Damay berusaha bertahan untuk menjenguk tunangan Rara, tetapi Rara getol menyuruh Damay pulang.

* * *

Dua bulan berlalu. Baik Peppy maupun tunangannya Rara sudah sembuh total. Peppy tetap dengan gayanya yang sok, padahal sudah tahu body-nya udah ga menjamin masuk model lagi. Sedang tunangan Rara tetap saja menjadi sosok yang misterius bagi Damay, karena Rara ga pernah ngenalin tunangannya pada Damay atau teman sekolahnya yang lain. Tapi, kali ini Rara berjanji pada Damay untuk mengenalkan keduanya because tanpa sepengetahuan Damay, Rara ingin mengucapkan terima kasih pada Damay yang udah nyumbangin darahnya ketunangan Rara.

Damay lagi asyik – asyiknya membaca koran di perpustakaan, tiba – tiba Peppy cs datang menghampirinya.

”Gue denger – denger temen kita udah ada yang friend makan friend, ni! Masa tunangan temen ’ndiri mau diembat, sih! Belaga jadi pendonor darah buat tunangan temennya lagi !” sindir Peppy membuat Damay penasaran.

”Siapa maksud elo ?”

”Siapa lagi kalo bukan elo, cewek pembawa sial! Perebut cowok orang!” tuduh Peppy membuat Damay naik pitam. Damay segera melabrak Peppy.

“Kalo ngomong pake otak, ya? Sejak kapan gue membawa sial buat elo, ngrebut cowok elo ?” tanya Damay lantang.

“Pertama Damar. Gebetan gue yang elo gaet semenjak kalian satu organisasi di ekskul mading ? Kedua, tunangan temen elo sendiri, Rara! Elo ga usah belaga bego, deh! Cowok yang ngelempar elo pake bola beberapa bulan lalu di taman kota, itu cowoknya Rara ! Calon suaminya Rara! Ga malu lo, ngrebut cowok orang? Sahabatnya sendiri lagi!” cerocos Peppy membuat Damay semakin meradang. Sedang Peppy dengan pedenya meninggalkan Damay.

Damay terduduk lemas,ia tak menyangka kalo dirinya bakal dapat sebutan perebut cowok orang, padahal selama ini dirasa – rasanya, ia tak punya fans cowok,pacaran juga ga pernah, naksir cowok aja banyak apesnya sekarang dituduh perebut cowok orang lagi.

”Apa emang gue yang slalu sial soal cinta! Kenapa gini, Tuhan ? Udah ga ada yang naksir sekarang aku naksir tunangan temen sendiri…! Hhh…Tapi, darimana Peppy tahu?” gumam Damay tetap tidak bisa menerima kenyataan.

* * *

Damay mondar – mandir resah memikirkan bagaimana nanti bertemu dengan Rara dan tunangannya. Ingin rasanya melarikan diri,tapi ia terlanjur di tempat mereka janjian bertemu. Selang beberapa menit Rara dan tunangannya datang. Damay semakin tak kuasa ,menghadapi keduanya. Rara, tunangan Rara bernama Farish, dan Damay akhirnya ngobrol meski terkesan kaku. Anehnya, Farish sama sekali ga menyinggung soal lemparan bola basket dan donor darah. Dipikir Damay, mungkin Farish lupa. Untunglah, tapi kini hatinya hancur karena cowok pujaannya adalah tunangan Rara. Tak lama kemudian ada seorang cowok ikutan nimbrung bareng mereka bertiga. Yang bikin Damay kaget setengah hidup adalah wajah cowok itu sama persis sama Farish. Menyadari kekagetan Damay, Rara segera menjelaskan semuanya.

”Ini Farrel, May! Kembarannya tunangan gue, yang ngelempar bola ke kepala elo dan yang elo kasih darah beberapa waktu lalu!”

”Hah….? Kok, elo dulu bilang yang sakit tunangan elo! Ra, gue jadi ga ngeh! ”Damay makin bingung.

“Hey cewek tulalit ! Emangnya lemparan bola basket gue kekerasan ya? Sampe – sampe elo telmi gini!” sindir Farrel.

”Waktu itu gue salah ngomong. Terus, abis itu gue tahu semua cerita tentang elo sama Farrel dari Farish, jadi gue tahu kalo yang elo suka itu Farrel! Terus ,soal ajakan gue ini biar surprise buat elo. Supaya elo ngira elo naksir tunangan gue kayak yang dibilang Peppy kemarin padahal ga banget! Farish ya Farish,tunangan gue! Farrel ya Farrel cowok pujaan elo selama ini! Ha..ha..ha! “ jelas Rara membuat Damay tengsin abis.

“Jadi cewek tulalit ini naksir gue? Ya, ampun mau jadi apa keturunan gue kalo ibunya aja tulalit! “ tutur Farrel, sedang Damay malah meninju lengan Farrel.

“Elo kalo ngomong dijaga ya ! Nama gue bukan cewek tulalit! Nama gue Damay!”

”Tapi, gue suka manggil cewek tulalit! Lebih cocok sama tampang elo yang lemot!”

Damay menjitak kepala Farrel. Sedang Rara dan Farish tertawa terbahak – bahak melihat Damay dan Farrel bak kucing dan anjing yang bertengkar melulu.

Farrel menatap tajam pada Damay dan mendekatkan wajahnya pada wajah Damay.

”Mau ngapain lo? ” tanya Damay ketakutan, lalu menampar Farrel.

”Kok nampar sih.? ” tanya Farrel ga terima .

”Abis elo yang kurang ajar! Mau ngapain elo barusan ? ”

”Ga ngapa – ngapain! Gue cuman mau bilang thanks elo udah nolongin gue waktu gue sekarat! Itu doang! GR banget jadi cewek! Siapa juga yang mau nyium elo! Ih… ” omel Farrel sambil meninggalkan tempat. Damay jadi menyesal.

”May, kejar sana! Sebelum dia tambah gede marahnya !” suruh Rara

Setelah berfikir sejenak, Damay bergegas menyusul Farrel. Ya, siapa tahu Farrel adalah cowok kiriman Tuhan untuknya sabagai pembangkit semangatnya soal cinta. Paling ga, jadi sahabat karena darahnya juga mengalir dalam tubuh Farrel, so bisa aja mereka berdua bisa klop banget.

* * *

Senin, 25 Mei 2009

cerpen "Haram Membiarkanmu Bahagia"


Haram Membiarkanmu Bahagia

Kali ini kusadari/ Aku telah jatuh cinta/ Dari hatiku terdalam/ Sungguh aku cinta padamu
Cintaku bukanlah cinta biasa/ Jika kamu yang memiliki/ Dan kamu yang temaniku seumur hidupku
Terimalah pengakuanku/ Percayalah kepadaku/ Semua ini kulakukan/ Karena kamu memang untukkuS
Cintaku bukan cinta biasa/ Jika kamu yang menemani/ Dan kamu yang temaniku seumur hidupku
Terimalah pengakuanku
(Afgan-Bukan Cinta Biasa)

Niar tengah bengong membayangkan gimana senengnya dia nanti saat ketemu idolanya, Afgan yang akan mengadakan meet and greet di sebuah café ternama di Surabaya. Namun, tiba-tiba ia membau cairan seperti bau es cendol membasahi kepalanya.
“ROCKYYYY……………..!!!!!!!” teriak Niar setelah mengetahui siapa orang yang kurang ajar menumpahkan es ke kepalanya.
“Jadi orang jangan suka ngayal tinggi-tinggi! Nyadar dong, kalo miskin!” komentar Rocky mengejek Niar.
“Apa lo?!” tanya Niar garang.
”Apa lo?!” tanya balik Rocky.
“Kagak bisa ngebiarin orang hidup bahagia sedikit ya, lo? AWAS!!!” ancam Niar.
“Kebanyakan omong lo!”
“Dasar orang sinting, gila, nggak waras, Schizophrenia, nggak penuh….,”. Niar terus mencaci Rocky sedang Rocky hanya menjulur-julurkan lidahnya.
yyy
Niar sebal setengah mampus sama Rocky. Senior gila dengan rambut gimbal, pede yang tinggi, dan nggak pernah bisa diem untuk membuat hidup orang susah. Sialnya, Niar harus menjadi salah satu korbannya.
Alkisah Niar adalah mahasiswa baru di fakultas Psikologi universitas ternama di Surabaya. Saat OSPEK, Niar selalu membuat onar dengan melakukan banyak kesalahan mulai dari selalu datang terlambat, nggak pakai keplek identitas, nggak ngumpulin tugas dan masih banyak lagi. Dan hal ini membuat Niar harus selalu beurusan dengan Rocky salah seorang senior yang menjabat sebagai KOMDIS (Komisi Disiplin). Ternyata perselisihan nggak berakhir saat OSPEK selesai namun berlanjut setelah Rocky mengetahui bahwa Niar adalah anak penjual sayur keliling langganan ibunya.
Niar menyusuri jalan setapak menuju rumahnya setelah naik angkot selama 15 menit. Niar memasang tampang manyun sembari menendang-nendangkan sepatunya ke udara. Masih merutuki kejahilan Rocky. Namun, kusutnya wajah niar berubah drastis sore harinya saat ia berangkat menuju café dimana sang idola akan unjuk gigi. Niar rela berdesak-desakkan naik bus kota dan berebut tempat duduk terdepan saat di café demi sang idola hati. Tapi apa yang didapat Niar sesampainya di café bener-bener nggak sesuai dengan payahnya usahanya untuk sampai ke café itu. Ternyata Afgan gagal dateng! Betapa kepala Niar sudah berrtanduk dengan wajahnya yang begitu memerah panas. Bisa dibayangkan betapa jengkelnya Niar.
Niar pulang dengan wajah dua kali lipat lebih kusut ketimbang perlakuan Rocky tadi di kampus. Tiba-tiba ada mobil yang berhenti tepat di depan Niar. Dan Niarpun langsung bisa mengenali siapa yang mengendarai mobil dengan suara bising itu.
“Gue bilang juga apa? Penjual sayur nggak pantes ketemu artis! Ngeyel sih, lo!” ejek si pengemudi mobil itu.
“Kenapa sih, lo nggak ngebiarin gue hidup bahagia sekali aja?” tanya Niar sewot.
“Haram bagi gue ngebiarin elo hidup bahagia!” balas Rocky sewot.
Niar menghampiri Rocky dan memaksanya keluar dari mobil Hartop-nya.
“Turun lo! Turun, cepetan! Turun!” perintah Niar sambil menarik kerah baju Rocky bak preman.
“Apa-apaan sih, lo?” tanya Rocky.
Setelah Rocky turun dari mobil, Niar langsung menarik hidung Rocky, menjambak rambutnya, memukulinya sampai Rocky mengerang kesakitan. Dan yang terakhir, Niar menonjok Rocky.
“BBUUKK…!!!”
“Elo gila, ya?” seru Rocky.
“Elo yang gila! Elo selalu menganiaya gue. Mau elo apa, sih?” tanya Niar balik yang tak kalah marah.
“Karena elo pantes digituin!” jawab Rocky.
Nggak rasional banget alasan elo. Idiot ya elo?”
“Enak aja ngatain orang idiot. Ya, rasional aja,” kilah Rocky membela diri.
Nggak rasional!”
“Rasional!”
Nggak!”
“Rasional!”
Adu mulut mereka berhenti saat bibir Rocky berdarah.
“Mulut elo, tuh!” kata Niar.
“Kenapa?” tanya Rocky sambil meraba bibirnya.
“Gara-gara elo, sih!” tuduh Rocky.
“Elo duluan yang mulai!” elak Niar.
“Nih, buat membersihkan luka elo!” kata Niar sambil menyerahkan tissu pada Rocky.
“Bersihin, dong!” pinta Rocky menggoda.
“Jangan aneh-aneh! Mau gue tonjok lagi?”
“Eh, jangan, jangan! Jahat banget sih, bantu ngobatin aja pelit banget.”
Dan akhirnya mereka pulang. Rocky mengantar Niar pulang karena hari sudah larut malam.
yyy
Keesokan paginya, Niar berjualan sayur keliling menggantikan ibunya yang sedang mendapat orderan masak di sebuah hajatan milik tetangganya. Niar sengaja berhenti di depan rumah Rocky sambil berteriak,” Sayur! Sayur!”.
“WOY, BERISIK!” teriak Rocky dari dalam rumah tanpa menampakkan batang hidungnya.
“Sayur! Sayur!” teriak Niar sekali lagi.
“MAMA NGGAK ADA, JADI NGGAK BELI SAYUR!” teriak Rocky sekali lagi.
Mendengar jawaban Rocky, Niar mendorong lagi gerobaknya. Tapi sial, Niar terserempet mobil hingga Niar terpelanting dan terluka, gerobaknya pun porak poranda. Rocky yang kaget dengan suara tabrakan tadi dengan segera berlari keluar rumah menghampiri Niar. Ia pun segera membopong Niar ke dalam rumahnya.
“Aduh, lembut sedikit dong!” pinta Niar saat Rocky mengobati luka di lututnya.
“Iya, iya! Dasar tukang sayur bawel!” tungkas Rocky.
“Sudah! Sudah! Gue mau jualan lagi,” lanjut Niar.
“Elo gila, ya? Luka elo tuh parah banget!” protes Rocky.
“Tapi, gue harus jualan,” kata Niar memaksa untuk berdiri hingga menubruk tubuh Rocky. Niar nyaris tak kuasa berdiri tegak karena lukanya membuatnya tidak kuat menahan berat tubuhnya. Rocky pun menangkap tubuh Niar yang nyaris jatuh.
“Keras kepala banget, sih? Elo mau jualan apa? Gerobak elo rusak parah!”
“APA??!! Rugi dong, gue!” seru Niar kaget karena hanya itulah sumber utama penghasilan keluarganya.
“Udah, tenang aja! Yang penting luka elo sembuh. Sini, gue obatin lagi,”
“Tumben, baik?” sindir Niar.
“Pasti ada maunya. Dulu, diem-diem elo melunasi SPP semester dua gue terus elo minta gue jadi babu elo,” tambah Niar.
“Pembantu umum,”
“Whaterver-lah yang penting bikin gue sengsara. Sekarang apa lagi?”
Rocky mendekatkan dirinya pada Niar hingga jarak hidung mereka hanya beberapa senti.
“First kiss dari elo.”
Niar melotot hendak menonjok Rocky seperti kapan hari lalu. Rocky dengan sigap menghindarinya. Kemudian Rocky menarik tubuhnya menjauh.
“Sabtu lusa jam empat sore, jangan lupa dateng di taman kota. Awas nggak dateng!”
Dan Rocky meninggalkan Niar dengan tanda tanya besar di otaknya.
yyy
Sabtu sore pukul empat tepat Rocky sudah menunggu Niar dengan seikat mawar merah di tangannya sambil ia tersenyum-senyum sendiri membayangkan ia akan menyatakan cinta pada Niar.
Lama Rocky menunggu Niar dengan resah, hampir tiga jam. Tiba-tiba handphone-nya berdering. Menurut si penelepon di seberang sana, Niar kecelakaan hebat sehingga ia masuk UGD (Unit Gawat Darurat). Tanpa pikir panjang Rocky menyusul Niar ke rumah sakit. Berita selanjutnya yang ia dapat adalah Niar koma. Dan setelah tiga hari koma, Niar mengalami amnesia.
“Tenang saja, amnesianya nggak permanen. Jadi, asal selalu dilatih untuk mengingat secara rutin bisa sembuh cepat,” tutur dokter yang menangani Niar pada keluarga Niar dan Rocky.
Hidup Niar dimulai dari nol kembali. Keluarga dan Rocky setiap hari berusaha keras memulihkan ingatan Niar. Yang namanya usaha telaten merawat orang sakit pasti mengalami titik kejenuhan dan itulah yang dialami Rocky.
“Masa’ elo nggak ingat elo pernah jadi pembantu gue? Usaha dong!” suruh Rocky suatu hari.
“Jangan suruh gue ini dan itu. Kepala gue terasa mau pecah waktu berusaha mengingat semuanya. Semua butuh proses,” tungkas Niar.
“Gue udah berusaha melatih elo untuk ingat semua kenangan tentang kita, tapi seolah elo nggak mau mengingatnya lagi. Sengaja nglupa’in yang terjadi di antara kita?”
“Memang apa yang pernah terjadi di antara kita?”
“Kisah cinta semalam di hotel!” jawab Rocky asal.
“HAH???!! Bejat banget lo!”
“Ya, nggak lah! Kita tuh, sering berantem sejak pertama ketemu. Masa’ nggak ingat?”
“Kenapa sih, elo nggak ngebiarin gue bahagia sedikit aja tanpa berusaha keras mengingat semuanya. Butuh waktu, nih!”
Kata-kata Niar baru saja membuat Rocky memiliki secercah harapan. Berarti masih ada sedikit kenangan yang masih tersimpan di otak Niar.
Waktu terus bergulir, Niar semakin ingat siapa dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.Dan cinta Rocky semakin berubah, berubah menjadi lebih hebat.
Dan suatu hari Rocky memberi surprise nonton konser Afgan di ballroom utama sebuah mall di Surabaya yang sama seperti dulu Niar gagal menonton Afgan manggung. Di tengah hiruk-pikuk suasana konser membuat pembicaraan mereka tak begitu jelas.
“GUE CINTA SAMA ELO!” teriak Rocky di telinga Niar.
“APA??” tanya Niar yang tak jelas mendengar kata Rocky.
“GUE CINTA SAMA ELO!” teriak Rocky sekali lagi membuat Niar bengong.
“KENAPA?” tanya Rocky menyadari keanehan Niar. Niar menggeleng
Usai nonton konser Afgan, Rocky menggandeng Niar menuju tempat parkir.
“Seneng nggak hari ini?” tanya Rocky, Niar pun mengangguk.
“Elo kenapa menggut-manggut, geleng-geleng gitu? Belajar jadi orang bisu ya?” tanya Rocky menohok hati Niar. Emang orang satu ini perkataannya selalu pedas.
Rocky terkesan gondok dengan sikap Niar yang cuman manggut dan geleng kepala. Rocky pun hendak masuk ke dalam mobil tapi dicegah oleh Niar. Setelah diam sejenak, Niar memberanikan diri memastikan kebenaran ucapan Rocky tadi.
“Oh…jadi, elo cuman main-main. Dasar playboy teri…!!!” kata Niar sambil memukuli Rocky.
“Cintaku bukanlah cinta biasa…Jika kamu yang memiliki…Dan kamu yang temaniku seumur hidupku…,” suara Rocky menyanyikan lagu Bukan Cinta Biasa milik Afgan.
“Gue pengen akhir kisah cinta penjual sayur keliling bakal indah bersama sang pangeran tampan ini,” kata Rocky membanggakan diri. Membuat Niar tersenyum.
“Karena gue haram ngebiarin elo bahagia sama orang selain gue,”
“Rocky.” Niar menyebut nama Rocky dan memeluk kekasih barunya itu.


Rabu, 29 April 2009

Prolog (semoga) tanpa Epilog


Alkhamdulillah wasyukurillah... blog ini bisa "hidup" kembali setelah sekian lama saya abaikan -lupa password lebih tepatnya- hehehe. 
Apa kabar, pembaca? Em, saya sebut Anda apa ya? Kawan? Sahabat? Teman? Biar lebih dekat saya panggil Anda “kawan”? Bagaimana?
 Tak ada alasan tertentu sih, hanya perlahan-lahan mendekatkan saya dengan Anda semua tanpa mengalami semacam “guncangan-guncangan”.
Well, blog ini mulanya ingin saya jadikan diary but finally saya berpikir bahwa ada hal-hal pribadi yang tabu untuk dibagi kepada konsumen publik. Akhirnya, ini sebagai wadah saya mengaktualisasikan diri saya seperti pesan moyang Abraham Maslow pada hierarki teratasnya pada teori kebutuhan manusia. Saya merasa saya punya “kelebihan” menulis walau agak berkhayal tapi khayalannya memang tak semenarik imajiner (apa istilah bagi mereka yang suka berimaji? O_o) ya sudah saya putuskan –sejak kelas 1 SMP sih, aslinya- saya akan jadi penulis. Menulis sesukanya, sebosannya tiada henti untuk kepuasan saya pribadi. Syukur kalau ada penerbit yang melirik. ^_^
Menulis. Saya ingin memfokuskan diri pada tulisan cerita fiksi yang bertema jamak: cinta, persahabatan, kehidupan sosial dan sedikit bumbu-bumbu lain yang saya tahu -mungkin- bisa “menghidupkan” cerita-cerita itu. Tapi, bisa jadi saya akan menulis pula tentang puisi atau sekeda prosa biasa. Apapun. Dunia alfabetika. Dunia saya yang terdiri dari bertriliyunan huruf alfabet. Yah, itulah... semoga bermanfaat apa yang telah saya tulis.

                                            خير الناس أنفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah)