Minggu, 01 September 2013

New World, New Experiences, New Life, New on Me



Assalamualaikum Wr wb ^^
Oke, kali ini saya memosting kisah nyata, ya, bukan fiksi seperti tulisan sebelumnya :)
Ini pengalaman pribadi yang bener-bener fresh from the oven dan sedang dalam berlangsung.
Apa itu?
Ya, new world.
Maret 2013 lalu saya baru wisuda (bisa cek postingan saya sebelumnya), alhamdulillah. Seneng menyandang gelar Sarjana Psikologi. Tapi eh tapi setelah lulus ternyata saya nggak ada “harga”nya. Why? I feel so useless.
Ternyata IPK bagus nggak menjamin siap terjun ke masyarakat setelah lulus kuliah. Bahkan nggak menjamin ilmu yang ada di otak awet. Untuk saya, ilmu selama 4,5 tahun nimba ilmu di psikologi, ilmu itu menguap dan musnah diterpa hembusan sang bayu. -_-
Pas sekolah nggak pernah ikut organisasi dan kepanitiaan, kuliah juga pasif. Toh ikut kegiatan dan organisasi pasti setengah hati. Walhasil nggak ada ketrampilan yang saya punya. Serius! Dan you know what? Saya kelimpungan. (Makanya pesen aja nih buat yang masih sekolah dan kuliah, berorganisasilah! Cari pengalaman yang membuka banyak koneksi pertemanan dan menambah ketrampilan. Amat sangat berguna, deh. Jangan nyesel kayak saya -_-)
For your info, saya pengen kerja di kantoran setelah lulus kuliah walaupun saya ambil fokus psikologi klinis (yang terkadang identik dengan rumah sakit dan biro konsultasi psikologi. Yang lulusan psikologi pasti ngeh, deh ini. Soalnya kalo kerja kantoran biasanya fokus peminatannya psikologi industri dan organisasi. Tapi aslinya sih, kalo masih S1 bisa masuk ke mana aja kok asal kualifikasinya psikologi dan umumnya MAMPU MENGOPERASIKAN ALAT TES, PAHAM UNDANG-UNDANG TENAGA KERJA terpenuhi. Tapi emang iya, kalau dari fokus peminatan lain seperti psikologi klinis, psikologi pendidikan-perkembangan atau psikologi sosial, musti belajar dua kali. Kalo yang ambil psikologi industri-organisasi sudah pasti dikit-dikit ngeh). Nah, balik deh, ya.
Saya pengen kerja di kantoran di bagian Human Resources (HR) soalnya cita-cita jadi wanita karir tapi sejauh ini lamaran kerjaan by email banyak yang belum (masih berharap) ngasih feedback. Dan kalopun ada yang manggil untuk tes-wawancara pernah ditolak lalu ada juga yang saya tolak gara-gara nggak sreg. Kalo diinget-inget saya udah ada 3 kali nolak rejeki. Pertama tawaran kerja dari bu dosen penguji ujian skripsi. Kerjanya di biro konsultan psikologi. Saya nggak suka bagian HR yang rekrutmen, nggak punya pengalaman itu dan pasti grogi deh (nah, ini kebodohan fatal saya selama ini. Usia nyaris seperempat abad tapi masih takut show up di depan orang *tampar muka*). Kedua, tawaran dari perusahaan konsultan. Mirip sama bu dosen tadi. Itu perusahaannya yang ngundang buat wawancara, saya tolak. Why? Saya nggak mau kerja di konsultan dan itu bagian rekrutmen. No! Ketiga, emm... tunggu... inget-inget lagi... wah, kayaknya yang ketiga ini juga perusahaan konsultan tersohor di Surabaya dan Jakarta yang pernah menolak saya, tapi kali ini departemen berbeda. Ogah! Kerjanya kayak romusha. Pas ada proyek besar seminggu 7 hari kerja, oh no! Dan karena perusahaan konsultan besar jadinya ya banyak perusahaan yang ditangani dan akhirnya proyek besar juga banyak dong. Dan pernah bantuin temen yang kerja di sana buat skoring, wow! Relasi antarpegawai tegang, nggak cozzy, huufffttt...ngapain hidup kerja cari duit so stress tiap hari. Saya cari kerja yang hubungan dengan rekan baik, santai. Ya, emang saya bukan karakter orang seperti yang mereka mau makanya dulu saya ditolak dan ketika ada lowongan, saya lepas aja.
Setelah menolak rejeki itu, saya ngerasa nyesel juga sih. Takut nantinya nggak dapet-dapet. Maret sampai Agustus pertengahan kemarin saya jadi pengangguran, deh. Memalukan. IPK bagus tapi masih nganggur. Duh! Muka terasa ditampar keras-keras. Belum lagi saya itu kayaknya males-malesan deh, nggak aktif cari info dan susah move on tapi maunya di hati itu pengen jadi orang besar. Saya tahu jadi orang besar butuh susah payah dulu, no pain no gain tapi aduh... otak saya dudul banget.
Berbagai nasehat saya dapet. Ambil kerja adanya dulu aja, nanti merangkak naik. Bener sih, tapi saya juga nggak mau terkesan dungu asal kerja. Masa S1 jadi pembantu? Ya, apa ya... itu bisa jadi tapi setidaknya ilmu kita, ijazah kita bisa diaplikasikan pada tempatnya walau mungkin tak sewarna dan tak sebentuk aslinya. Maksudnya, misal S1 psikologi bolehlah merambah bidang kerja lain seperti broadcasting. Jangan jadi pembantu rumah tangga alias PRT. Rugi bayar kuliah mahal-mahal, merantau... kita cari pemantasan diri sebagaimana mestinya. Ya bukannya materialistis tapi ya realistis dan rasional.
Saya sempet ngrasa desperate padahal baru beberapa bulan. Tapi beberapa bulan bagi saya itu sungguh menyiksa. Saya harus kerja segera biar nggak jadi perawan lapuk nyusahin orangtua yang ubannya sudah mencolok di seluruh kepala, wajah keriput, kulit kusut, lelah. Dan kedua adik saya yang masih jauh masa depannya. Setidaknya, saya bisa cari duit sendiri. Saya ini anak pertama, harusnya sadar tanggungjawab. Tapi saya terlalu bodoh untuk menyadari. Saya berdiam di zona aman dan nyaman versi saya.
Finally, ketika saya terus berdoa penuh harap tapi juga penuh melakukan dosa yang ada aja tiap hari karena rasa sebal dan kesal terhadap keadaan, ternyata Allah SWT masih bermurah hati. Saya minta pekerjaan yang saya ikhlas mengerjakan, barokah untuk saya dan keluarga dan untuk bisa membayar pinjaman ke rekan dekat. Itu fokus saya kerja, sih.
Ternyata... datanglah jawaban Sang Illahi lewat seorang teman melalui teman satunya lagi.
Info saya dapat dari teman bernama Ara. Menawarkan jadi shadow teacher di sebuah sekolah swasta di Surabaya Timur. Saya ngeh whats a shadow teacher, guru untuk Anak Berkebutuhan Khusus  (ABK). Tapi job desc.nya saya belum ngeh secara detil.
Ara ngasih tahu bahwa nantinya saya akan menggantikan teman kuliah saya bernama Iga untuk jadi shadow teacher karena Iga mau lanjut S2 ke Jogja.
Merasa Allah ngejawab doa saya, so I said yess. Saya terima dengan cepat. Saya bersyukur banget walau informasi gaji yang saya dapet nggak sama dengan UMR Surabaya tapi ya lumayanlah untuk guru pendamping. Lagi pula lumayan buat uang jajan saya sendiri dan bisa nyicil pinjaman ke teman dekat. Hehehe. Terus tambah pengalaman juga karena selain guru itu nyaris amat bersentuhan dengan bidang psikologi pendidikan-perkembangan, anak yang saya dampingi itu objek psikologi klinis banget. Nah... maunya melenceng dari psikologi klinis, taunya balik kucing ke sana juga. Hehehe.
Singkat cerita, new experiences dimulai.
Berdasar informasi dari Iga, anak ini (sebut aja NN) dulunya pas balita terkena kejang sampai ngaruh ke otaknya. And then it’s give an influence untuk perkembangan kognitifnya, motoriknya juga. Sampai sekarang usia 9 tahun, NN can’t read, can’t calculate, have a problem with toilet training, can’t spelling. I’m shocked! Tapi saya nggak bisa mundur. Iga nggak mungkin cari pengganti lain.
Semua yang dialami Iga yang perlu saya tahu tentang NN sudah Iga sampaikan. I think I’m okey tapi setelah sehari, dua hari, tiga hari... oh no... pengalaman langsung emang lebih super ketimbang teori ba bi bu mulut belaka.
NN ngompol sebelum berenang. Saya emang salah, kecolongan. Udah diingetin kalau sebelum renang emang nggak pakai popok, so I must bring him to toilet sejam sekali. Well...
Next. NN poop. Ouuhhh.. saya emang nggak pertama kali membasuh anal anak kecil ya, sebelumnya udah sering praktek sama keponakan tapi kali ini saya harus ekstra sabar. NN memang masih pakai popok dan ketika poop kita harus buangin popoknya tapi kita latih dia mandiri untuk membersihkan tubuhnya sendiri.
Oke, masalah belajar di kelas. NN musti difokusin mengerjakan tugas dari guru. Saya harus ekstra sabar bikin fokus matanya ke arah kertas kerjanya. Belum lagi saya harus “melindungi”nya dari gangguan jahil teman-temannya yang usil dan ketika NN berhasil diusili biasanya dia mewek. Saya harus membesarkan hatinya untuk berani dan nggak mewek.
Masalah interaksi sosialnya. Dia bagus, mau main sama teman lain tapi ya dia rentan jadi bahan cemooh dan main fisik teman-temannya yang emang trouble maker. Korban bullying istilahnya. Kasihan tapi gimana lagi, itulah tujuan kenapa ABK sekolah di sekolah inklusi berbaur dengan teman “normal” lainnya. Biar ABK struggle ke depannya. ^^9. Kalo pas istirahat saya biarin dia main sendiri, itu juga dilakukan Iga.
Yah... itu beberapa pengalaman yang bikin nafas kembang kempis, ngatur channel kesabaran. Tapi ya jujur sih, saya emang nggak bisa marah sama anak orang. Mereka terlalu lucu dan mereka cuma anak-anak yang sudah wajar nakal. Bukan nakal sih, ya memang perkembangan mereka seperti itu, lincah, ceria, banyak eksplor, khas tahap anak-anak. It’s normal. Dulu saya pasti begitu. Dan mungkin saja orang dewasa di sekitar saya kala itu juga pernah ngerasa gregetan sama saya. Sama aja.
Walau shocked sama NN, fakta lain tentang kehidupan yang lain juga nggak bisa diabaikan gitu aja.
New life.
Saya ngajar di sekolah swasta Islam milik organisasi masyarakat tersohor dan besar bernama Muhammadiyah. Sementara saya, didikte orang tua, I’m Nahdlatul Ulama (NU) yang nota bene “saingan”nya Muhammadiyah.
Saya pribadi nggak ambil pusing. Toh pusaran keyakinan kita sama, Allah SWT, Rasul juga sama Muhammad SAW. Saya nggak mau ambil pusing karena akan lebih pusing mikirinnya karena di Indonesia ada sekitar 70-an aliran Islam. Apa aja... aduh, bisa dilihat beritanya pas menjelang mulai dan usai bulan Ramadhan. Ketahuan deh, siapa mulai puasa duluan dan sholat Id duluan atau sebaliknya. Tapi itu juga beberapa aja.
Oke. Saya nggak mempermasalahkan Muhammadiyahnya. Yang saya “permasalahkan” adalah bahwa kerjaan saya sekarang ini adalah upaya Allah menjebloskan saya ke lingkungan yang islami yang selama ini saya nggak pedulikan. Jujur, saya memang berjilbab tapi hati nggak. Makanya ketahuan kan, cara berjilbab saya belum totalitas.
Allah “menampar” saya untuk lebih melek agama karena Allah denger saya punya doa saya mau jadi hamba yang kaffah islamnya, mau punya suami yang sholeh menuntun ke surga terdekat sisi Allah, mau membahagiakan orangtua dunia-akhirat karena selama ini sudah kebanyakan dosa melawan orangtua dan kebaikan hamba yang mukmin lah ya.
Di sekolah dasar swasta inilah saya lihat gimana pendidikan agama patuh diterapkan ke anak-anak plus tenaga pendidiknya. Contoh kecil soal kaos kaki. Kaos kaki itu nggak cuma fungsi untuk melindungi kaki tapi juga penutup aurat untuk cewek. Terus soal minum. Kalo ada murid ketahuan minum sambil berdiri, itu pelanggaran! Medis dan agama islam pun ngajarin minum duduk. Secara medis minum dengan duduk akan mencegah air bablas gitu aja di ginjal sehingga mengurangi resiko sakit ginjal (googling sendiri ya prosesnya gimana tapi emang gitu adanya) dan Rasulullah Muhammad menekankan kita minum duduk. Lalu soal pengucapan salam tiap ketemu guru dan doa di setiap kegiatan misal makan, belajar, masuk kamar mandi, begitulah.
Selain itu ada soal tata krama. Sudah disinggung sedikit ya, pengucapan salam itu tata krama. Selain itu penerapan kata maaf ketika berbuat salah, permisi ke guru atau teman, dan terima kasih. Di setiap sudut sekolah ini, bisa kita dengar. Buktikan :)
Ya, pendidikan emang harus begitu. Bukan saja mengutamakan kognitif tapi juga aspek emosinya, karakternya, agamanya dan lain-lain. Bisa menciptakan generasi muslim yang cetarrr membahana ke seluruh jagat raya. 
Selain itu, yang pasti Allah membuka mata saya bahwa sebenarnya anak-anak gifted atau orang tahunya ABK aslinya anak-anak istimewa. Buat orang awam, mereka mungkin "berbeda" tapi mereka spesial. Mereka bisa membuat saya sadar bahwa saya harus bisa mensyukuri semua kenikmatan Sang Illahi Rabbi. Panca indra saya lengkap dan sehat, sementara anak-anak itu ada yang butuh alat bantu pendengaran. Saya selalu dapat juara kelas dalam rank 1-10, mereka ada yang calistung (baCa-tuLis-hiTung) belum bisa tapi juga ada yang cerdas dalam ketrampilan olah raga, olah suara, maksudnya bukan cerdas kognitif saja. Saya dulu jadi korban bullying juga sempet, sih pas SD dan saya cuma diem sesekali ngelawan tapi lebih banyak diem dan mendem sebel sih, :p tapi mereka, ada yang bertahan bak benteng yang tak tergoyahkan (who knows juga ya, tapi memang memasukkan ABK ke sekolah inklusi mengasah interaksi sosial mereka dengan anak-anak "normal"). Yah, intinya banyak hal yang "dicolokkan" Allah ke depan mata saya langsung. 
Inilah kehidupan baru saya, pencerahan karena “penjeblosan” yang dilakukan Allah untuk saya. Mungkin ini jawaban pekerjaan yang saya ikhlas menjalani da barokah untuk saya dan keluarga. 
Dan saya berharap bisa melahirkan new on me, saya sebagai pribadi yang baru yang lebih baik, lebih sabar, lebih telaten, lebih bersyukur, lebih optimis soalny malu ya sama anak-anak didik yang lucu-lucu baik mereka yang biasa atau yang luar biasa. Mereka punya masa depan yang masih jauh dan penuh pengharapan cita-cita. Maka saya juga harus punya semangat itu.
Bekerjalah seolah kamu hidup selamanya, beribadahlah seolah kamu mati esok hari.
Saya lupa nih, haditsnya siapa... nanti saya googling ya.
Sekian... semoga share tulisan ini bisa memberikan manfaat buat pembaca.
Saya berbagi pengalaman sebagai anak muda yang mentah baru kemarin sore, yang baru mencecap kehidupan nyata, the trully jungle of live.
Hidup nggak selamanya mudah. Dan saya walau hidup tak pernah kaya raya tapi saya hidup tak pernah kekurangan, selalu saja ada rejeki yang datangnya tak terduga asalnya. Tapi setelah bekerja dengan gaji tak terlalu seperti harapan, sadar juga, cari duit susah. Sehingga saya berpikir bahwa sedemikian susahnya orangtua saya banting tulang, jungkir balik, menjatuhkan harga diri untuk menyambung kehidupan saya dan adik-adik saya, begitu pula orangtua-orangtua lainnya dari macam profesi apapun, pasti mereka bersusah payah.
Bersyukur. Bersyukur. Bersyukur.
Optimis. Optimis. Optimis.
Try. Try. Try.
Pray. Pray. Pray.
Berserahlah secara totalitas, ikhlas.
Allah akan membuka kelancaran rezeki.
Ini yang sedang saya coba terapkan dalam kehidupan saya agar saya benar-benar menjadi new on me.

Bye bye :*


3 komentar:

  1. wihiiii ... ada makna dibalik peristiwa Tin.. istiqamah ya tin, biar semakin barakah usahanya :)
    semangad kawan! :)

    BalasHapus
  2. Segalanya pasti indah pada waktunya. Semangat dek ^-^

    BalasHapus

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)