Senin, 05 Mei 2014

Refleksi Kehidupan


Aku sering berdoa untuk diberi kemapanan dalam hidup. Hidup di dunia. Sering dan selalu aku yakini. Padahal hidup ini akan berujung. Aku memang sering berdoa agar dosaku, orangtua, keluarga dan kerabatku diampuni dosanya, pun berharap diberi keselamatan dunia-akhirat. Tapi celakanya aku hanya berdoa demikian sepintas lalu, tak seperti doa untuk duniawi.
Aku tidak akan berkhotbah tentang surga dan neraka di sini. Aku hanya ingin bercerita yang kualami dan ingin mengabadikannya kemudian menjadi catatan yang selalu kuingat sepanjang hayat.
Surga dan neraka.
Aku berdoa setiap hari hanya untuk duniawi. Berpikir bahwa dengan tercukupinya duniawi, kami bisa hidup lebih tenang beribadah bahkan bisa pergi ke Makkah. Terus dan selalu demikian. Faktanya memang tak banyak yang berubah dalam kondisi duniawiku. Masih sederhana. Dan selalu bersemangat menjalani dinamikanya. Kami merasa lebih hidup. Hanya saja sering juga menyesakkan dadaku. Orang-orang yang kusayangi masih terus berjibaku dengan kerasnya hidup sementara saudara dan teman-temannnya sudah duduk anteng menikmati jerih payah. Hidup terkadang tidak adil, pikirku. Maka aku ingin menggebrak segalanya menjadi lebih sejahtera, hanya saja aku masih berjalan menuju ke sana. Tak apa.  karena aku percaya.
Aku percaya walau belum yakin benar. Aku percaya pada Dia yang punya kuasa namun aku belum yakin karena otakku sering berliar diri. Adakah Dia? mungkin bagi kaum agamawan (adakah istilah seperti ini?) pikiranku picik bahkan terlarang dan haram. Silakan saja kalian berkata.
Namun dalam hati aku berkata, aku tidak mampu hidup tanpaNya. Bahkan aku lahir memang karena kuasaNya untuk tujuan yang entah apa. Secara umum memang untuk berguna bagi semuanya. Benarkah aku sudah berguna? BELUM.
Lantas kapan aku akan berguna?
Sementara aku tak tahu kapan aku akan kembali berpulang. Berpulang padaNya.
Berpulang. Setelah mendengar adik bercerita berdasarkan khotbah ulama yang didengarnya, kita hidup untuk kembali kepadaNya. Bukan untuk surga dan neraka.
Namun,
Aku justru berdoa untuk mengharapkan surga dan menghindari neraka. Kendati aku tahu bahwa masuk surga aku SAMA SEKALI TIDAK PANTAS, tapi juga tidak bisa membayangkan pedihnya siksa neraka. Pernahkah kalian melihat fenomena di alam kubur melalui video yang sudah banyak beredar? Mengerikan. Katanya sih, mengerikan bagi yang tidak beramal-saleh. Allahu a’lam. Tapi kalau di alam barzakh  saja begitu menyakitkan sebagai “imbalan” perbuatan apalagi neraka. Entah, hanya Dia yang Maha Tahu.
Tapi benarkah surga dan neraka itu ada? Jadi teringat lagu Ahmad Dani dan mendiang Chrisye. Jika surga dan neraka tidak pernah ada. Apakah kita masih menyembah kepadanya?
Bisa dimasukkan akal juga. Surga dan neraka itu stimulus untuk orang berlomba-lomba dalam kebaikan. Esensinya kita tetap kembali berpulang dan terserah Dia yang memiliki kita mau berbuat apa terhadap kita.
Tapi sulit untukku. Aku tetap ingin sejahtera di dunia dan selamat di akhirat. Begitu banyak tendensi dalam hidupku yang kuinginkan Dia mengabulkannya. Dasar aku manusia serakah. Tidak tahu malu. Sudah diberi kehidupan dan banyak keberuntungan namun masih saja meminta lebih. Sebenarnya manusiawi. Hanya saja, kalau keserakahan itu bisa dialihkan ke arah yang lebih tulus kepadaNya, misal serakah untuk rajin menjalankan kewajiban kepadaNya, kepada sesama dan kepada semesta alam, mungkin itu akan menjadi keserakahan yang bisa disebut berguna.
Ya, dengan begitu hidupku berguna sebagai manusia yang bertugas sebagai khilafah di muka bumi. Tapi akankah aku bisa?
Aku ingin bisa. Sebelum waktu menghentikan segalanya dan tidak memberiku kesempatan melakukan hal-hal berguna semampuku.
Oh, iya, selain keserakahanku meminta yang enak-enak tadi dan ketakutanku terhadap neraka, yang lebih dulu aku takutkan adalah kematian. Kematian menghentikan segalanya. Kita juga tidak bisa kembali sekalipun mati suri sebab nantinya kita akan mati kembali untuk selamanya.
Kenapa aku takut mati? Jelas karena aku tidak mendapat kesempatan untuk melakukan target yang belum tercapai. Karena sendiri di tempat sempit, gelap, pengap pun tertimbun tanah dan perlahan belatung menggerogoti badan. Karena aku belum melakukan banyak hal berguna. Karena aku belum ini dan itu and so on and so on. Dan ternyata Dia berbaik hati. Pagi ini aku membaca kutipan dari akun twitter berikut:
 Alasan terbaik mengapa kita masih dibangunkan Tuhan pagi ini adalah..krn dosa kita terlalu banyak & Tuhan Mau kita berbuat baik (Imam Ghazali) via @PIDjakarta

Menancap di hati. Menyuruh kita bersyukur diberi waktu untuk berbenah diri sebelum bertemu denganNya yang Maha Indah dan Suci. Tak heran sih – jika aku boleh berbicara – jika orang-orang yang baik, menyenangkan, beramal-saleh, beberapa di antara mereka, meninggal masih muda (namun dengan cara yang tidak terduga). Itu karena Tuhan teramat menyayangi mereka. Tuhan tidak mau orang-orang baik seperti mereka bertambah dosanya. Mungkin. Itu yang sering kudengar dan mulai kuyakini. Sebab teman-teman dan kemarin saudara perempuanku – yang yah, well, kami tidak begitu dekat tapi aku menghormati dan menyayanginya karena kesupelannya, keberagaman keyakinan dalam keluarganya (beserta pola hubungan baiknya dengan orangtua) dan karena dia istri dari sepupu lelakiku yang sudah tough melalui kehidupan pada tahun ke... mungkin 40-an tahun kehidupannya. Dia dan suami adalah contoh bagiku menjalani hidup dari nol, menghadapi banyak rintangan, hormat orangtua dan dan caranya mensyukuri kehidupan – mengalami proses berpulang dengan cara yang benar-benar di luar dugaan. Aku kira itu hanya terjadi pada orang di luar keluarga dan kerabat kami. Tapi tidak. Siapa pun bisa mengalami. Dengan begini, kematian lebih dekat dari yang kita pikir.
Lalu denganku yang masih bisa bernapas sampai detik ini dan sehat, aku menyesal telah pernah meminta kematian. Kematian sepertinya tidak semudah yang kita duga. Sebab banyak air mata yang tertumpah. Membuatku mungkin akan pilu jika tak sempat membahagiakan mereka yang menangisiku. Padahal seharusnya kita tersenyum ketika meninggalkan orang-orang yang kita sayangi sehingga mereka  menangisi kita. Hal ini impas untuk kita yang menangis keras ketika baru terlahir ke dunia dan orang-orang di sekitar kita tersenyum bahagia.
Semoga catatan ini bisa memberiku semangat untuk menjadi lebih berguna dan tidak hanya memberatkan masalah dunia. Karena kehidupan sejati dan yang abadi jelas bukan di bumi ini. Mungkin abadi ya, sebab rasanya akal manusia tak bisa membayangkan apakah kita akan kembali berpijak di bumi jika sudah mati-dikubur-bangkit-mendapat tiket entah itu surga atau neraka dan? Aku dan kalian tak tahu kan mau ke mana lagi kita? Selamanya di sana? Wallahu a'lam bish-shawabi. 

1 komentar:

  1. Engga masalah buat kita meminta surga kepada Allah. Karena Allah sendiri memang menjanjikan surga di akhirat bagi hamba2Nya yang sholeh :)
    Sebagaimana kita juga engga apa2 takut neraka, karena neraka memang adalah ancaman dariNya untuk hamba2Nya yang ingkar..

    BalasHapus

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)