Aku
sering berdoa untuk diberi kemapanan dalam hidup. Hidup di dunia. Sering dan
selalu aku yakini. Padahal hidup ini akan berujung. Aku memang sering berdoa
agar dosaku, orangtua, keluarga dan kerabatku diampuni dosanya, pun berharap
diberi keselamatan dunia-akhirat. Tapi celakanya aku hanya berdoa demikian
sepintas lalu, tak seperti doa untuk duniawi.
Aku
tidak akan berkhotbah tentang surga dan neraka di sini. Aku hanya ingin
bercerita yang kualami dan ingin mengabadikannya kemudian menjadi catatan yang
selalu kuingat sepanjang hayat.
Surga
dan neraka.
Aku
berdoa setiap hari hanya untuk duniawi. Berpikir bahwa dengan tercukupinya
duniawi, kami bisa hidup lebih tenang beribadah bahkan bisa pergi ke Makkah.
Terus dan selalu demikian. Faktanya memang tak banyak yang berubah dalam
kondisi duniawiku. Masih sederhana. Dan selalu bersemangat menjalani
dinamikanya. Kami merasa lebih hidup. Hanya saja sering juga menyesakkan
dadaku. Orang-orang yang kusayangi masih terus berjibaku dengan kerasnya hidup
sementara saudara dan teman-temannnya sudah duduk anteng menikmati jerih payah.
Hidup terkadang tidak adil, pikirku. Maka aku ingin menggebrak segalanya
menjadi lebih sejahtera, hanya saja aku masih berjalan menuju ke sana. Tak
apa. karena aku percaya.
Aku
percaya walau belum yakin benar. Aku percaya pada Dia yang punya kuasa namun
aku belum yakin karena otakku sering berliar diri. Adakah Dia? mungkin bagi
kaum agamawan (adakah istilah seperti ini?) pikiranku picik bahkan terlarang
dan haram. Silakan saja kalian berkata.
Namun
dalam hati aku berkata, aku tidak mampu hidup tanpaNya. Bahkan aku lahir memang
karena kuasaNya untuk tujuan yang entah apa. Secara umum memang untuk berguna
bagi semuanya. Benarkah aku sudah berguna? BELUM.
Lantas
kapan aku akan berguna?
Sementara
aku tak tahu kapan aku akan kembali berpulang. Berpulang padaNya.
Berpulang.
Setelah mendengar adik bercerita berdasarkan khotbah ulama yang didengarnya,
kita hidup untuk kembali kepadaNya. Bukan untuk surga dan neraka.
Namun,
Aku
justru berdoa untuk mengharapkan surga dan menghindari neraka. Kendati aku tahu
bahwa masuk surga aku SAMA SEKALI TIDAK PANTAS, tapi juga tidak bisa
membayangkan pedihnya siksa neraka. Pernahkah kalian melihat fenomena di alam
kubur melalui video yang sudah banyak beredar? Mengerikan. Katanya sih,
mengerikan bagi yang tidak beramal-saleh. Allahu a’lam. Tapi kalau di alam
barzakh saja begitu menyakitkan sebagai
“imbalan” perbuatan apalagi neraka. Entah, hanya Dia yang Maha Tahu.
Tapi
benarkah surga dan neraka itu ada? Jadi teringat lagu Ahmad Dani dan mendiang
Chrisye. Jika surga dan neraka tidak pernah ada. Apakah kita masih menyembah
kepadanya?
Bisa
dimasukkan akal juga. Surga dan neraka itu stimulus untuk orang berlomba-lomba
dalam kebaikan. Esensinya kita tetap kembali berpulang dan terserah Dia yang
memiliki kita mau berbuat apa terhadap kita.
Tapi
sulit untukku. Aku tetap ingin sejahtera di dunia dan selamat di akhirat.
Begitu banyak tendensi dalam hidupku yang kuinginkan Dia mengabulkannya. Dasar
aku manusia serakah. Tidak tahu malu. Sudah diberi kehidupan dan banyak
keberuntungan namun masih saja meminta lebih. Sebenarnya manusiawi. Hanya saja,
kalau keserakahan itu bisa dialihkan ke arah yang lebih tulus kepadaNya, misal
serakah untuk rajin menjalankan kewajiban kepadaNya, kepada sesama dan kepada
semesta alam, mungkin itu akan menjadi keserakahan yang bisa disebut berguna.
Ya,
dengan begitu hidupku berguna sebagai manusia yang bertugas sebagai khilafah di
muka bumi. Tapi akankah aku bisa?
Aku
ingin bisa. Sebelum waktu menghentikan segalanya dan tidak memberiku kesempatan
melakukan hal-hal berguna semampuku.
Oh,
iya, selain keserakahanku meminta yang enak-enak tadi dan ketakutanku terhadap
neraka, yang lebih dulu aku takutkan adalah kematian. Kematian menghentikan segalanya.
Kita juga tidak bisa kembali sekalipun mati suri sebab nantinya kita akan mati
kembali untuk selamanya.
Kenapa
aku takut mati? Jelas karena aku tidak mendapat kesempatan untuk melakukan
target yang belum tercapai. Karena sendiri di tempat sempit, gelap, pengap pun
tertimbun tanah dan perlahan belatung menggerogoti badan. Karena aku belum
melakukan banyak hal berguna. Karena aku belum ini dan itu and so on and so on. Dan ternyata Dia berbaik hati. Pagi ini aku
membaca kutipan dari akun twitter berikut:
Alasan terbaik mengapa kita masih dibangunkan Tuhan pagi ini adalah..krn dosa kita terlalu banyak & Tuhan Mau kita berbuat baik (Imam Ghazali) via @PIDjakarta
Menancap
di hati. Menyuruh kita bersyukur diberi waktu untuk berbenah diri sebelum
bertemu denganNya yang Maha Indah dan Suci. Tak heran sih – jika aku boleh
berbicara – jika orang-orang yang baik, menyenangkan, beramal-saleh, beberapa
di antara mereka, meninggal masih muda (namun dengan cara yang tidak terduga).
Itu karena Tuhan teramat menyayangi mereka. Tuhan tidak mau orang-orang baik
seperti mereka bertambah dosanya. Mungkin. Itu yang sering kudengar dan mulai
kuyakini. Sebab teman-teman dan kemarin saudara perempuanku – yang yah, well, kami tidak begitu dekat tapi aku
menghormati dan menyayanginya karena kesupelannya, keberagaman keyakinan dalam
keluarganya (beserta pola hubungan baiknya dengan orangtua) dan karena dia
istri dari sepupu lelakiku yang sudah tough
melalui kehidupan pada tahun ke... mungkin 40-an tahun kehidupannya. Dia dan
suami adalah contoh bagiku menjalani hidup dari nol, menghadapi banyak
rintangan, hormat orangtua dan dan caranya mensyukuri kehidupan – mengalami
proses berpulang dengan cara yang benar-benar di luar dugaan. Aku kira itu
hanya terjadi pada orang di luar keluarga dan kerabat kami. Tapi tidak. Siapa
pun bisa mengalami. Dengan begini, kematian lebih dekat dari yang kita pikir.
Lalu
denganku yang masih bisa bernapas sampai detik ini dan sehat, aku menyesal
telah pernah meminta kematian. Kematian sepertinya tidak semudah yang kita
duga. Sebab banyak air mata yang tertumpah. Membuatku mungkin akan pilu jika
tak sempat membahagiakan mereka yang menangisiku. Padahal seharusnya kita
tersenyum ketika meninggalkan orang-orang yang kita sayangi sehingga mereka menangisi kita. Hal ini impas untuk kita yang
menangis keras ketika baru terlahir ke dunia dan orang-orang di sekitar kita
tersenyum bahagia.
Semoga
catatan ini bisa memberiku semangat untuk menjadi lebih berguna dan tidak hanya
memberatkan masalah dunia. Karena kehidupan sejati dan yang abadi jelas bukan
di bumi ini. Mungkin abadi ya, sebab rasanya akal manusia tak bisa membayangkan
apakah kita akan kembali berpijak di bumi jika sudah
mati-dikubur-bangkit-mendapat tiket entah itu surga atau neraka dan? Aku dan
kalian tak tahu kan mau ke mana lagi kita? Selamanya di sana? Wallahu a'lam bish-shawabi.
Engga masalah buat kita meminta surga kepada Allah. Karena Allah sendiri memang menjanjikan surga di akhirat bagi hamba2Nya yang sholeh :)
BalasHapusSebagaimana kita juga engga apa2 takut neraka, karena neraka memang adalah ancaman dariNya untuk hamba2Nya yang ingkar..