Kamis, 15 Mei 2014

[FF Cinta Pertama] I Love You, (Mas) Oom

sumber

Mulutku komat-kamit lirih menirukan Foxes melantunkan Let Go For Tonight. Hal ini caraku mengusir kebosanan mendengarkan Madam Elke. Dosen cantik dan  berumur dengan jambul ala Syahrini, kalung manik-manik segede botol kecap di keseluruhan benang yang menghubungan manik-manik tersebut, gelang bergerincing setiap kali menggerakkan tangan, sepatu wedges ala anak muda dan kombinasi warna pakaian yang suka tabrak sana-sini. Dosen satu ini nyentrik. Truly original!
Kebosananku tiba-tiba luntur ketika beliau membahas konsep Oedipus Complex di kelas Sapsi[1] pas bagian aliran psikoanalisa dengan founder father-nya Sigmund Freud. 
“Jadi, Oedipus Complex menggambarkan perasaan anak laki-laki yang mencintai ibunya, disertai rasa cemburu dan kemarahan terhadap ayahnya. Secara sederhana, lelaki suka wanita yang lebih tua usianya, contohnya Raffi Ahmad. Sementara untuk anak perempuan disebut Electra Complex. Tapi konsep ini milik Carl Jung sebenarnya...” Dan ceramah Madam Elke terus berlanjut.
Mendadak otakku mengajakku menjelajahi secara kilat memori masa lalu.
*
”Mau ke mana, Neng?” tanya seorang lelaki.
Aku yang sudah berumur 12 tahun sudah tahu nada orang bicara centil menggoda atau bertanya baik-baik.
Langkah kakiku dari membeli gula untuk Ibu di sebuah toko berjarak seratus meter dari rumahku berlanjut seraya wajahku cuek, membuat lelaki itu kembali nyeletuk.
“Ayu-ayu kok cemberut, sih.”
Aku kesal. Langsung kulempar pelototan kepadanya yang duduk bersama dua orang teman di sebuah bangku semen di depan gereja yang tak jauh dari toko tersebut. Lelaki itu cengengesan di wajah tampannya. Kekesalanku berubah sekejap menjadi rasa tersanjung. Kukira yang menggodaku bapak-bapak, ternyata mas-mas.
Aku jadi berpikir, lelaki kece begitu masa’ iya buruh ternak ayam di Koh Anton? Soalnya yang sering duduk-duduk di sana buruh Koh Anton yang gudangnya ada di depan gereja itu.
Diriku menjadi penasaran. Dan semenjak itu aku sering memikirkannya, mencari informasi tentang dia melalui kawan sekelas yang bapaknya kerja di Koh Anton, rela duduk-duduk di depan rumah menunggu truk Koh Anton lewat yang pasti ada dirinya, mengingat pelat nomor sekaligus suara cempreng motornya. Sejurus itu hatiku sering jumpalitan tak keruan setiap bertemu dengannya. Ragu-ragu aku menyimpulkan: inikah cinta pertama?
Apa pun namanya, itulah pertama kalinya aku merasakan hal demikian terhadap lawan jenis yang ternyata terpaut 16 tahun denganku. Cinta monyetku adalah dia yang sepantasnya menjadi oom-ku.
*
“Poppi!” sentak Madam Elke dengan menggebrak mejaku.
Aku tergagap kaget, nyaris terjengkang dari kursiku sekaligus ketakutan.
“Kamu dapat C untuk Sapsi!” putusnya sangar lalu menyapukan pandangan ke seluruh mahasiswa. “Kalian masih ingat kesepakatan kita di awal semester bukan? Bengong-ngobrol-tidur di kelas, dapat C. Mencontek, D. Plagiat, E.  Kuliah selesai!”
Melihat Madam marah, aku beringsut merengek kepadanya yang bersiap pergi keluar kelas. Nilai C bukan tujuanku. Memang nilai bukan segalanya tapi tetap saja itu menentukan IPK[2]-ku dan simbol kebanggaanku yang kusetor pada Ayah-Bunda.
Aku mewek. Sayang, Madam berkeras hati.
Holy shit! Gara-gara aku memikirkan si Taufik sialan yang menikah dengan sesama buruh setelah mendapat kado ulang tahun ke-28 dariku – berupa kotak musik yang kutitipkan temanku dengan inisial “P”, menunjukkan aku ini pengagum rahasia. Hancur hatiku! Pun nilaiku.*

  

[1] Sejarah dan Aliran Psikologi
[2] Indeks Prestasi Kumulatif

*terdiri dari 495 kata


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)