Sabtu, 10 Agustus 2013

Kado Gigantis

KADO GIGANTIS

Bulan Juni merupakan bulan paling dinantikan oleh Ema dari tahun ke tahun. Juni tahun ini menjadi lebih menyenangkan untuknya karena sukses jadi  sarjana psikologi tapi sekaligus galau menyandang status job seeker. Selain itu dia juga merangkap jadi “pengacara” alias pengangguran banyak acara, acara online mencari lowongan kerja di internet. Tapi ia tak bermuram durja, menurut info yang ia dapat di bulan ini juga akan ada job fair. Ema melihatnya sebagai salah satu kesempatan emas untuk menebar surat lamaran dan curriculum vitae-nya. Dia berdo’a, semoga Tuhan memberikan rejeki yang melimpah ruah tepat di usianya yang menginjak 23 tahun bulan ini.
Ema berkacak pinggang di depan cermin besar almari pakaiannya. Penampilannya sudah seperti wanita karir profesional lengkap, blus putih rapi dengan blazer hitam yang  membalutnya, celana kain hitam legam licin hasil setrikaannya sendiri, rambut yang begitu ditata rapi apik, make up yang sudah pas memermanis air mukanya, sepatu high heel tujuh senti yang membuat tubuhnya terlihat tegap sempurna berdiri terlebih berjalan dan tas warna netral yang selalu jadi kesukaannya juga sudah digamitnya. Tak lupa senyum selalu tersungging di bibirnya. Oke, dia siap. Let’s go!!
Sesampainya di tempat job fair, Ema segera berkeliling dari stand satu ke stand lain. Ia melihat, menyimak dan menimbang-nimbang lowongan kerja yang pas untuknya. Ema juga tak lupa mengumpulkan brosur dari sekitar tiga puluh perusahaan yang ikut bursa kerja itu. Baru setelah itu ia menepi di suatu sudut membaca secara seksama brosur-brosur itu dan meneliti lowongan kerja  yang ia inginkan.
Akhirnya ada lima belas brosur yang menawarkan posisi yang menggoda hati Ema, dari posisi staff HRD sampai copy writer. Ema memang menaruh minat di bidang psikologi industri dan organisasi dan media kepenulisan atau publishing.
Ema mengatur berkas-berkasnya untuk siap diletakkan di boks surat lamaran kerja di stand-stand perusahaan yang dipilihnya tadi. Kemudian ia berkomat-kamit sejenak. Ema menyematkan jari-jemarinya menjadi seperti formasi pemain voli yang siap menampik bola ke arah lawan dan semakin kuat berdoa di dalam hati. Lalu ia segera menuju satu per satu  dropbox stand perusahaan yang diminatinya. Bersamaan dengan ia mengucap basmalah ia letakkan berkas penting tentang dirinya di dalam dropbox. Well, kelima belas  berkas lamarannya sudah ada di tempat yang tepat.
***
Job fair itu sudah awal bulan Juni, tepat hari lahir Pancasila dan berakhir dua hari kemudian. Tapi sampai minggu kedua acara itu usai, tak satu pun telepon dengan nomor anyar masuk ke ponsel Ema, email panggilan tes dan wawancara juga tidak. Ema menghela nafas.
“Belum rezeki, Nduk,” ujar ibunya sambil mengusap punggung Ema. Adem sekali ketika merasakan setiap inci sentuhan bundanya. Ema mengangguk tersenyum singkat. Hatinya belumlah ikhlas. Lima belas berkas ia sebar, tak ada satu pun yang memanggilnya untuk tes-wawancara.
“Jangan murung gitu! Usaha lagi, ya?” kata ibunya memberi semangat. “Sebentar lagi kamu dua puluh tiga tahun, kamu harus lebih bisa dewasa, lebih bisa tahan banting, kamu akan masuk dunia persaingan yang lebih sengit ketimbang ini. Jangan putus asa!” lanjut ibunya.
Ema menegakkan posisi duduknya. Dua puluh tiga. Ulang tahun. Astaga, saking sibuknya memikirkan kemungkinan ada panggilan tes-wawancara kerja dua minggu terakhir, ia jadi lupa tiga hari lagi ia akan berulang tahun.  Air muka Ema berubah. Otot-otot pipinya yang mulanya berkerut-kerut berubah tertarik semua, memberikan efek kulit luar untuk menyunggingkan senyum sumringah di wajah Ema. Ema melirik ibunya lalu kembali tersenyum.
Dapat kado apa ya, kali ini?
“Ibu berdo’a, semoga kamu cepet dapet kerja, jadi mapan, bertemu jodoh yang bisa memimpin kamu dunia-akhirat, bahagia selalu.” Ibunya menyahut seolah tahu isi hati Ema. Ema meraih tangan ibunya dan mengelusnya lalu menciumnya. Ema memohon do’a restu ibunya agar ia selalu bisa menjalani hidup yang penuh barokah.
***
Pergeseran angka usia Ema dari 22 menjadi 23 akan terjadi dua jam lagi. Ema ingin tak tidur sampai pukul 12 malam, jaga-jaga jika ada yang memberinya kejutan. Minimal pesan singkat yang mungkin saja “membanjiri” ponselnya.
Dua jam itu nyaris berlalu, Ema terus saja gelisah menunggu tepat pukul 12 malam. Kini jam digital ponselnya sudah menunjukkan pukul 23:59, berarti semenit lagi. Ema mencoba memejamkan matanya berharap “keajaiban” datang. Ema berharap-harap cemas menit per menit penghabisan satu menit menuju jam 00:00 segera berlalu.
Oke, dirasanya cukup. Ia membuka mata perlahan lalu menatap ponsel yang digenggam tangannya tepat di depan wajahnya. Ema memonyongkan bibirnya. Tak ada pesan masuk, mungkin dia harus bersabar beberapa menit lagi.
Lima belas menit pertama tak ada pesan masuk. Lima belas menit kedua layarnya masih tetap sama, tak berhias tulisan “satu pesan masuk”. Lima belas menit berikutnya, ah... tak ada juga. Dan kini sudah jam satu dini hari. Kemudian jam digitalnya sudah berubah angka menunjukkan jam setengah dua lalu jam dua.  Kemudian jam tiga. Selama masa tunggunya mengecek jam demi jam bahkan menit per menit di ponselnya, Ema sudah tak bisa menolak rasa kantuk. Akhirnya, ia terlelap dengan ponsel yang tergenggam tangannya di depan wajahnya. Dia meringkuk memeluk guling kesayangannya.
...
“KRINGGG! KRIINGGG!! KRIINGGG!!!” Suara alarm ponsel Ema berdering menyalak kuping Ema. Matanya membelalak cepat, segera ia mencengkeram ponselnya yang sudah terlepas separuh badan dari genggaman tangannya. Angka 04:30 tertera di sana dan wow lima pesan masuk!
Ema spontan mengambil posisi duduk. Segera ia membuka pesan-pesan itu. Wajahnya memancarkan aura sumringah. Tentu saja, hari ini dia tepat berusia 23 tahun. Dan pesan-pesan itu pasti ucapan dari teman-temannya.
Wah, nomor-nomor dari kelima pesan itu tak bernama. Pasti teman-temannya sengaja mau memberi kejutan atau gebetannya yang secara mendadak juga melakukan hal serupa. Ah, senangnya.
Ema menekan satu tombol untuk bisa membaca pesan-pesan itu segera.
Pesan pertama. Selamat Anda memenangkan sebuah mobil Honda Jazz dari pengundian poin provider “Sinyal Lancar Terus” tadi malam.  Info lebih lanjut bisa klik www.sinyaljalanterus.wordpress.com atau hubungi Bpk. Langgeng 08123456787.
Ema mengernyitkan dahi segarang ekspresi ikon kartun Angry Bird.
Pesan kedua.  Masih dengan nomor pengirim yang sama, isi yang sama tapi beda contact personnya. Kali ini ... hubungi Ibu Intan 031-5553322.
Ema menelan ludah dan sengaja menyuarakan hembusan nafasnya keras.
Pesan ketiga.  Selamat Anda memenangkan uang 50 juta rupiah dari acara gebyar hadiah mie instan “Kriwil-kriwil Maknyus”!! Hubungi Deki Sudeki di 0354-654321 atau bisa lihat website resmi kami www.miekriwil.blogspot.com untuk info lebih lanjut.
Ema mulai menggenggam ponselnya erat dan berkata dalam hati,”Dungu! Mana ada perusahaan mie terkenal punya website kacangan begini!”. Tapi Ema belum menyerah. Ia buka pesan keempat, pesan atas nama provider ponselnya memberitahukan ada promo SMS, telepon dan internet gratis pada pemakaian pulsa  ke sekian rupiah. Ema menggaruk kepalanya dan merasakan seolah darahnya sudah membuat pusaran siap mendidih ke angka 100 derajat celcius di kepalanya. 
Ema cepat-cepat membuka pesan kelima. Selamat ulang tahun. Begitulah tulisan pembukanya. Mata Ema seketika  melebar dan senyumnya tersungging. Ema menggeser layar ke bawah mencari tahu siapa pengirimnya.
Zonk!!!! Ema tertipu lagi. Lagi-lagi dari nomor tak bernama yang ujung-ujungnya memberinya “angin surga”, menyatakan ia mendapat uang 150 juta rupiah dari pengundian berhadiah sebuah provider ponsel beda merek dengan sebelumnya.
Ema mendengus sebal. Mukanya bertekuk-tekuk sedemikian rupa dan menahan dongkol di hatinya. Pengirim-pengirim itu memberinya “kado” dari sekedar SMS gratis sampai yang paling gigantis, uang ratusan jeti! Yah, mereka itu hanya memberikan udara segar semu alias menipu. Perut Ema tiba-tiba merasa mulas. Ia ingin berak segera.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)