Kamis, 16 Mei 2013

Wanita Superior


Wanita Superior

Ini hanya catatan selintas lalu. Tentang perasaan tak nyaman yang dirasakan seorang anak tertua dalam sebuah keluarga “sederhana” berjenis kelamin wanita dan inginnya menjadi wanita superior.
Hhmm... budaya negara, daerah yg berlabel Indonesia, nampaknya banyak yang menganggap bahwa anak sulung merupakan tumpuan keluarga, tak peduli ia lelaki... atau wanita.
Anak perempuan yang sudah menginjak wanita dewasa awal ini merasa seperti anak ayam yang dilepaskan dari kandang untuk bertahan hidup. Sayang, wanita dewasa yang baru kemarin sore dilepas induknya ini untuk benar-benar mandiri masih belum bisa benar-benar berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Ia masih merepotkan bibi dan pamannya, teman-temannya.
Ada kegalauan menelusup ke palung hati wanita dewasa awal ini, ia ingin menjadi pribadi yang besar seperti apa yang telah ia lihat di televisi-televisi itu. Besar, hebat, dermawan, beriman. Walaupun dia wanita. Ia ingin menjadi wanita superior yang bisa mengangkat derajat keluarganya, memberikan kelengkapan fasilitas pendidikan akademis dan non-akademis untuk saudaranya, berbagi bersama mereka yang hidup dalam serba kekurangan tapi ketika waktunya sudah tiba ia akan menjalani tugas lainnya menjadi “hamba” untuk pemimpin berakhlak mulia yang sedang disimpan Sang Khaliq untuknya, menjadi pemilik surga di bawah telapak kakinya bagi keturunan-keturunannya yang sholeh dan sholehah dan terutama menjadi hamba yang selalu dikasihi Sang Illahi Rabbi.
Mewujudkan semua ingin wanita dewasa awal ini sungguh tak mudah. Sekarang ia bergulat dengan dirinya sendiri untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri yang mudah galau, mudah tersulut api amarah, mudah meremehkan Tuhannya dan sesamanya, mudah mengabaikan hal sepele, mudah mengeluh, mudah terpuruk, mudah menyerah dan mudah tak bersyukur. Rezeki seolah begitu jauh di atas langit, begitu dalam di perut bumi, begtiu terasa sulit untuk direngkuhnya. Semua karena kesalahannya sendiri. Ia tak bisa berdamai dengan dirinya sendiri sehingga ia juga tak bisa berdamai dengan sesamanya bahkan Sang Pemberi Nafas untuknya. Tapi ia ingin berubah. Tapi ia sulit melepaskan diri dari cengkeraman iblis yang sukses membuatnya merasa candu berbuat dosa padahal iblis sudah melepaskan rantainya. Wanita dewasa awal ini ingin kembali. Sering ia ingin kembali pulang kepada Illahi tapi dosa demi dosa ia tumpuk sampai tak terhitung lagi. Inilah alasan mengapa rezeki tak mau ia peluk.
Ingin wanita dewasa awal ini ingin memoroskan pada satu tujuan: kebahagiaan kedua orangtuanya yang semakin hari semakin rambutnya beruban, tulangnya merapuh, energinya berkurang. Setiap kali pulang wanita ini terasa pilu tersayat melihat kabar orangtuanya. Mereka yang telah dengan susah payah mengabaikan kesehatan, kesejahteraan bahkan harga diri untuk wanita ini. Tapi wanita ini hanya mampu menangis seiring dengan kekejamannya “menyiksa” kedua orangtuanya melalui permintaan-permintaan lux yang pantas ia dapatkan -menurutnya-. Sekali waktu wanita ini merasa berdosa tapi lain waktu ia mengulangi lagi. Oh, betapa hidupnya tak pernah barnag secuil pahala yang ia torehkan dalam buku malaikat Raqib, sang pencatat amal baik manusia.
Terkadang wanita ini menyesal mengapa ia dilahirkan dalam keluarga “sederhana” itu? Tapi bayi lahir tak bisa meminta pada Rabb-nya pada siapa ia akan dilahirkan dan dibesarkan. Nasi sudah menjadi bubur. Menyesali apapun yang sudah terjadi hanya membuang energi. Tapi mengapa untuk bergerak menuju perubahan saja begitu sulit? Lagi-lagi, semua karena kondisi yang “sederhana”. Mengapa ia dilahirkan sebagai anak pertama yang harus memikul beban berat? Tak adakah “jalan pintas” yang bisa mengentaskan keluarganya dari garis “sederhana” itu? Mendadak mendapat hadiah kek. Dipinang lelaki mapan dan kaya kek. Mendadak diterima kerja di kantor bergengsi kek. Dan kek-kek lainnya yang segera mengubah nasibnya dan keluarganya! Hhh! Tapi katanya tak ada yang instan. Wanita ini benci aslinya dengan kata-kata ini tapi ya itulah faktanya. Tapi saat ini wanita ini butuh hal instan untuk setidaknya bisa melegakan nafas orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari dan membayar hutang-hutangnya dan juga untuknya sendiri agar tak lagi merepotkan kedua orangtuanya yang sudah memasuki “waktu sore menjelang senja”.
Hhmmm... tapi ada satu hal yang bisa dilihat wanita sebagai sedikit rasa syukurnya pada Sang Illah. Semua yang ia jalani sekarang harus ia lalui. Mutiara indah telah menjalani prosesnya yang begitu menyakitkan dari himpitan pasir-pasir itu. Sekarang wanita ini ada di posisi bawah, banyak benar dan salah ia lakukan, semua adalah proses menuju pendewasaan diri agar impiannya menjadi wanita superior terwujud dan ia menikmatinya di kala “senja”. Ia harus sukses! Ia harus bisa melegakan nafasnya sendiri dan keluarganya selama-lamanya cash, bukan kredit lagi!! Ia harus mencapai posisi paling atas dari semua yang ada. Dan membungkam mulut-mulut buah jiwa yang usil dan suka meremehkan. Ia akan jadi wanita di luar dugaan semua orang. ia bisa. Ia wanita superior. Ya, one day, she will.
Ya, Rabbi, saksikanlah janji ini. Restui janji pribadi yang penuh dosa tapi selalu ingin kembali pulang ke rumah-Mu meski kaki terseok-seok akibat sayatan belati, agar pribadi ini siap tertidur pulas selamanya di depan-Mu dengan tersenyum manis. Amin.

1 komentar:

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)