Jumat, 03 Mei 2013

Cinta Tapi Beda



Cinta tapi Beda

Area parkir kantor Hadi Tjandra Consultant and Associates. Pukul delapan lewat sepuluh menit.
“Kamu sudah tahu semua kekuranganku dan kita jelas berbeda tapi kenapa kamu masih selalu saja mengejarku?”
“Yaa, aku nggak ada alasan pergi dari kamu. Gimana dong?”
“Gini ya, please... sudahi saja sampai sini. Kita nggak akan pernah nyatu sampai kapan pun,”
“Kata siapa?”
“Kataku,”
“Kataku tidak. Kita pasti bisa bersatu. Aku butuh kemauan kamu untuk bersatu denganku. Lengkapi potongan hatiku yang masih separuh. Aku cuman butuh jawaban iya dari kamu, bukan yang lain,”
Laura sudah kehabisan akal membuat Hendri menjauhi dirinya.
“Sudah?” tanya Hendri. “... idemu sudah habis menolakku? Tenagamu sudah terkuras menghindariku?” imbuhnya.
Laura menatap Hendri melotot.
“Ahhh... entah! Aku lapar,” celetuk Laura yang sering bersikap lucu memecah ketegangan dan keresahan suasana ketika bersama Hendri.
Asli, hati kecil Laura tak bisa menolak Hendri. Lelaki itu bermulut pedas tapi semua fakta ia utarakan dengan tepat. Dan itulah yang menjadi pecut semangat orang untuk lebih bisa memperbaiki diri. Termasuk Laura meskipun mulanya Laura sangat tidak bisa terima dengan gaya Hendri itu.
@@@
Bekerja sebagai karyawan baru di perusahaan konsultan bergengsi di Surabaya dan Jakarta menuntut Laura harus bekerja ekstra padat, sungguh di bawah tekanan. Ia masih seorang trainee, level paling awal sebelum menjadi staff tetap di sana. Kekeliruan masih kerap ia lakukan. Laura harus mengeluarkan energi ekstra untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan yang punya deadline pekerjaan singkat, kemandirian, keingintahuan besar dan tanggungjawab yang besar. Maklum selama kuliah kemarin ia minim pengalaman organisasi, cenderung suka menunda pekerjaan, kurang banyak bersosialisasi dengan komunitas ini dan itu sehingga culture shock yang ia rasakan.
Hidup Laura jungkir balik berubah 180 derajat. Bangun tidur tak lagi bisa telat, tidur malamnya maju dari jam 12 malam jadi jam 9 malam seperti pas dia masih SD,  tak lagi “intim” dengan ponsel pintar yang baru dibelinya setelah wisuda tujuh bulan lalu karena akses ponsel selama di kantor dilarang keras, jadi kuper soal up date terbaru gosip artis dalam negeri-luar negeri, jarang pasang status di akun jejaring sosial dan yang membuatnya sesak ialah kenikmatan menulis fiksi yang jadi separuh jiwanya selama delapan tahun ke belakang juga terpangkas, nyaris tak pernah lagi menulis. Dan pastinya pekerjaan yang menumpuk setinggi setengah meter yang tersusun rapi di dalam loker “meneriakinya” untuk segera “dijamah”. Ia tak bisa mengelak. Ia sudah kecemplung di kantornya sekarang. Jalan keluarnya ya dia harus beradaptasi sebaik mungkin dalam waktu sesingkat mungkin.
Namun... di tengah kesibukannya sebagai newbie wanita karir seperti sekarang muncullah nuansa romantis yang diam-diam menggelorakan semangat Laura untuk pergi ngantor dan pulang telat setiap hari bahkan ketika pekerjaannya menuntut ia harus lembur kala akhir pekan. Tapi Laura tak bisa menunjukkan gelora itu jelas-jelas. Ia tak mau mengulangi kesalahan yang sama terlalu GR alias gede rasa terhadap perhatian seorang lelaki. Laura masih menunggu kepastian lelaki itu benar-benar memperhatikannya bahkan menyukainya dan mencintainya pasti.
Laura tahu dirinya mudah jatuh cinta dan mudah merasa GR di satu lokasi yang sama dengan lawan jenis. Ia ingin mengelak tapi ia tak bisa. Bahkan untuk lelaki satu ini. Laura tahu lelaki ini aslinya tak boleh disukai karena sahabatnya yang juga bekerja di kantor dan divisi yang sama dengannya juga menyukai lelaki ini. Laura tetap tak bisa menolak perasaannya. Pertama kali bertemu lelaki ini, Laura merasa lelaki ini punya aura kharismatik, terlebih berwajah oriental, Laura suka wajah oriental walau dia penduduk pribumi. Suara lelaki ini juga sungguh menawan. Penampilannya selalu rapih, jelas dia sering bertemu klien dari perusahaan-perusahaan yang membutuhkan jasa konsultannya sebagai konseptor iklim organisasi perusahaan mereka. Gaya bicaranya menunjukkan dia sangat cerdas dan bijak. Laura tak bisa memungkiri lagi, ia tergoda pesona lelaki itu. Laura tak peduli sahabatnya. Bahkan sahabatnya hanya bilang bahwa ia hanya sebatas fans semata. So,... laura akan terus melenggang memperjuangkan percikan api asmara yang mulai bergelora itu.
@@@
Hari-hari Laura memang menyesakkan tapi ia tak pernah mati semangat melakukan pekerjaannya, semua karena lelaki yang membuatnya kasmaran. Laura terus mengamati lelaki itu dari kejauhan tapi sangat lekat dan teliti. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan bisa bersama dalam satu tempat dan satu waktu dengan lelaki itu, jika kebetulan itu terjadi. Hanya saja Laura tak berani bertindak terlalu jauh untuk menyapa lelaki itu. Laura menyukainya tapi ia tak percaya diri untuk bisa membuat lelaki itu menyukainya. Laura hanya bisa berdoa Tuhan memberikannya kemulusan jalan untuk bisa dekat dengan lelaki itu.
Doa Laura terjawab. Ada sebuah proyek besar dari perusahaan multinasional yang sedang berkembang bidang distribusi produk-produk pangan. Laura mulai mendapat tanggungjawab sebagai koordinator pelaksanaan rekrutmen dan seleksi karyawan baru itu. Lelaki itu sebagai senior bidang human capital yang tugasnya merumuskan iklim organisasi sebuah perusahaan, diutus untuk menangani proyek ini. Laura dan lelaki itu bertemu dan interaksi dimulai. Kecanggungan Laura berkali-kali lipat hebatnya. Canggung untuk pengalaman pertamanya mengemban tugas sebagai penanggungjawab dan canggung bertatap muka bahkan berinteraksi dengan lelaki itu.
Waduh, kalau ketahuan begonya aku gimana, nih?
“Hai,kamu ---,”
“Laura. Panggil aja Laura. Ko Hendri, kan?”
Lelaki itu mengangguk tersenyum singkat. Mereka bersalaman. Tangan Laura keringetan. Ia gugup.
“Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, ya?” kata Hendri. Laura mengangguk pelan tersenyum.
@@@
Kerja sama Laura dan Hendri dimulai sudah hampir sebulan lamanya. Banyak yang Laura alami. Dari segi pekerjaan, ia merasakan sungguh tak mudah. Semua rencana yang tersusun rapi di kantor tak semuanya selaras dengan apa yang ada di lapangan, ada masalah di sana-sini. Walhasil berkas data yang dibawanya pulang ke kantor juga berantakan. Disemprotlah dia sama seniornya yang sudah ia label sebagai nenek sihir di divisi rekrutmen dan seleksi. Kemudian perkembangan kisah asmaranya dengan Hendri? Ikut terkacaukan pula. Trouble yang terjadi di bagian rekrutmen dan seleksi yang dipegang Laura berimbas terhadap pembicaran perencanaan iklim organisasi perusahaan bersangkutan. Sisi lain Hendri keluar. Ia mendudukkan Laura di hadapannya dan menatapnya tajam. Berdua saja mereka seolah intim berdua padahal suasana tegang sedang terjadi.
“Kamu ditraining berapa bulan sama bu Irene?” tanya Hendri dingin dengan tatapan mautnya yang membuat Laura merasa terintimidasi. Laura menunduk. Ia paling tak bisa ditatap seperti itu oleh siapa pun.
“Lima bulan,”
“Sudah ikut proses rekrutmen berapa kali?”
“Sepuluhan kali,”
“Harusnya bisa dong ngatasin hal sepele kayak kemarin itu? Kalau kayak gini, bisa merusak nama baik perusahaan kita, Ra. Kredibilitas perusahaan kita bisa turun, Ra,”
Laura cemas dan ketakutan.
“Angkat kepala kamu!” Hendri menyuruh. Laura tak jua mengangkat kepalanya.
“Angkat, Ra!” kali ini Hendri bersuara cukup lantang.
Laura pelan-pelan menghadapkan wajahnya kepada Hendri.
“Heran, kenapa bu Irene bisa nerima kamu jadi karyawannya. Sudah lima bulan training dan itu... itu waktu cukup lama buat seorang trainee bisa naik level ke posisi staff, harusnya bisa meminimalisasi kesalahan rekrutmen, tapi kamu? Apa?!” sergah Hendri. “Apa kamu nggak pernah belajar? Inget, budaya perusahaan kita itu budaya untuk terus belajar, belajar dan belajar. Aku nggak mau tahu gimana caranya kamu bisa mengatasi kesalahan yang sudah terjadi, saya nggak tahu bu Irene bakal ngapain kamu. Kamu siap-siap menerima semua resikonya. Aku harap kamu masih bertahan di perusahaan kita,” imbuh Hendri yang membuat Laura duduk terpaku kaku. Otot-ototnya menegang. Ia melakukan kesalahan besar yang mempertaruhkan kredibilitas perusahaannya. Inikah akhir karir Laura di sana? Desir-desir darah mengalir cepat di sekujur tubuh Laura. Ia masih belum bisa bergerak.
@@@
Proyek Laura untuk perusahaan distributor produk pangan sudah mendekati final. Banyak kekurangan di sana-sini yang diakibatkan Laura. Dan jelas banyak pula yang didapatkan Laura, omelan sana-sini yang membuatnya kecil hati (maklum Laura tak seratus persen pribadi tahan banting, digertak saja sudah pucat wajahnya) dan pastinya pelajaran untuk jadi lebih baik dalam karirnya. Hanya saja Laura butuh waktu untuk menghilangkan feeling guilty-nya terhadap senior dan perusahaannya juga perusahaan yang ditanganinya. Tapi seiring berjalannya waktu dengan “ditumpuk” fokus pekerjaan lain yang sudah masuk daftar pekerjaannya, ia bisa melupakan itu. Dan ternyata sosok lelaki yang membuatnya sempat kecil hati dan bertahan sampai proyek mereka berdua selesai, Hendri, juga turut andil membuat Laura bisa fokus ke pekerjaan yang lain. Hendri itu terkadang baik, terkadang bicaranya ketus, tapi terkadang senyumnya bisa membawa angin segar bagi Laura. Seolah-olah hati Laura tengah di on-off kan begitu saja sesuka hati oleh Hendri.  Membumbung tinggi lalu jatuh. Naik lagi. Turun lagi.
Sistem interaksi profesional Laura dan Hendri semenjak proyek tempo lalu merembet ke interaksi personal. Tak menyangka Laura dibuatnya, Hendri tiba-tiba saja mengirim pesan singkat untuk Laura tentang motivasi.
 Orang yang gagal bukan dia yang jatuh tapi dia yang jatuh dan tak mau bangkit. Belajar, belajar dan terus belajar. Pasti kamu bisa lebih, lebih dan lebih. J -Hendri-
Terima kasih banyak ko J -Laura-
Pertama kali Hendri mengirimnya, jantung Laura sudah berasa lolos copot dari kerangka tubuhnya. Laura terlewat bahagia. Hal ini terus berulang hingga beberapa kali hingga akhirnya sebuah keajaiban Tuhan turun dari langit.
“Lembur lagi?” tanya Hendri ketika mereka istirahat makan siang.
Laura mengangguk.
“Nanti pulangnya bareng, ya? Sekalian cari makan malam bareng mau?” lanjut Hendri.
Laura spontan melotot ke arah Hendri dengan taoge yang nongol buntutnya di ujung bibir Laura.
Hendri tersenyum lebar.
“Nanti aku samperin ke ruangan kamu ya atau aku langsung tunggu di parkiran?”
Laura masih berekspresi sama.
“Ra?” Hendri menggoyang-goyangkan telapak tangannya di depan wajah Laura.
“Oh, oke, oke, Ko. Langsung di parkiran aja,”
“Tumben fokus?”
Laura tersenyum malu. Hendri berlalu meninggalkan senyum manis untuk Laura.
Singkat kata, semenjak Hendri menawarkan untuk pulang bersama kemudian pengiriman pesan singkat naik level menjadi pesan singkat bertanya kabar dan mengajak jalan-jalan bersama, sinyal ketertarikan satu sama lain sudah terbaca. Laura menyukai Hendri, Hendri pun sebaliknya. Tapii.... tapi rasa suka tak pernah tersampaikan lugas melalui bahasa verbal, baik Laura juga Hendri. Perasaan itu masih tertahan di mulut masing-masing.
Perasaan keduanya memang tumbuh makin subur dan merekah mengembang berwarna indah tapi seiring dengan itu masalah-masalah lain yang sempat mereka abaikan akhirnya menyeruak muncul menyadarkan mereka. Layaknya benteng yang menjulang tinggi, kokoh tak ‘kan rubuh. Ini perihal iman. Prinsip yang tak bisa mereka abaikan maupun langgar begitu saja. Dilema tercipta, padahal hati keduanya sudah mulai terpaut meski kata tak terucap. Dan Laura juga semakin menyadari ada perbedaan lain yang cukup sulit untuk disatukan.
Hendri. Lelaki yang nampak tegas, berwibawa, bermulut pedas tapi berhati baik nan hangat, justru memiliki sisi lain yang tak bisa diterima Laura begitu saja. Kehidupan malam, alkohol, wanita seksi kerap kali menemani Hendri ketika ia suntuk dengan pekerjaannya dan sudah bertahan selama nyaris sepuluh tahun terakhir. Laura memang bukan umat yang taat tapi kebiasaan Hendri sangat tidak ia kehendaki. Hendri itu sosok yang lebih tapi juga minus di mata Laura tapi Laura tak bisa memutuskan ia harus mengakhiri cintanya atau berlanjut. Sulit. Ia sudah jatuh hati sejatuh-jatuhnya. Terlepas dari urusan keyakinan dan keburukan Hendri, karakter Hendri seolah proyeksi pemimpin dan pendamping hidupnya yang cukup ideal. Tapi satu per satu problem muncul ketika ia dan Hendri dimabuk asmara. Mendorong mereka untuk segera memutuskan layakkah hubungan mereka dilanjutkan?
Keduanya belum menemukan titik terang. Sementara keduanya hanyut dalam pekerjaan padat masing-masing. Tapi ada perubahan dari diri Laura. Kini ia menjauh. Meminimalisasi interaksi dengan Hendri, baik di kantor maupun lewat alat komunikasi. Hendri tak terima. Mereka berjanji tak mengambil pusing permasalahan yang ada sehingga komunikasi tetap terjalin baik dan rasa sayang mereka tak memudar. Hendri ingin terus bersama Laura. Semenjak bertemu dengan Laura, hatinya bergetar. Ia ingat janjinya sendiri, ketika hatinya bergetar bertemu seorang wanita, pertanda itulah jodohnya. Apapun yang terjadi akan ia perjuangkan. Meski benteng menjulang tinggi, kasih Hendri tak memudar.
Suatu malam pukul delapan malam. Laura sudah menuntaskan tugas kantornya kemudian keluar dari ruangannya untuk pulang, mukanya nampak payah. Hendri menyerobotnya dan menarik Laura keluar segera. Mencari tempat aman dan nyaman untuk meluruskan semua masalah dan mengurangi beban ketegangan dan ketidaknyamanan di antara mereka berdua beberapa pekan terakhir.
....
“Sudah?” tanya Hendri. “... idemu sudah habis menolakku? Tenagamu sudah terkuras menghindariku?” imbuhnya.
Laura menatap Hendri melotot.
“Ahhh... entah! Aku lapar,” celetuk Laura yang sering bersikap lucu memecah ketegangan dan keresahan suasana ketika bersama Hendri.
“Oke, kita cari makan, setelah itu kita bicarakan lagi ini,” Hendri memberikan solusi.
“Aku tak mau membahas ini lagi,”
“Itu artinya kamu nggak peduli lagi sama aku? Perasaanku ke kamu gimana?”
“Akhiri saja ko,” kata-kata itu lolos lancar dari mulut Laura tapi mendadak hatinya berat.
“Ngawur kamu! Enggak. Asal kamu tahu, aku sudah bikin janji ke diriku sendiri, suatu hari aku ketemu sama wanita yang bisa membuatku nggak sanggup berkutik, aku janji dia jodohku. Itu kamu, Ra,”
“Aku? Coba dipikir ulang deh, Ko. Mungkin ketika kita sudah berakhir, Ko Hendri bisa ketemu dengan wanita yang Ko Hendri maksud. Tolong Ko, perbedaan kita ini benar-benar jauh, Ko. Aku nggak bisa,”
“Kamu pikir aku playboy kelas kakap? Aku memang sering bergaul dengan wanita seronok penampilan dan kelakuannya tapi aku cari istri yang bisa menjaga dirinya utuh. Aku juga bukan lelaki bejat yang menyalurkan spermanya kemana-mana. Kamu tahu itu dan untuk urusan keyakinan, kita bisa mencari solusi bersama,”
Laura menatap Hendri lekat untuk pertama kalinya.
“Solusi apa Ko? Jangan pernah gadaikan iman untuk duniawi,”.
“Ra, aku sungguh-sungguh cinta sama kamu, bahkan sebelum kamu sering memperhatikanku. Tolong pikirkan! Jangan menghindariku dan jangan minta aku menyudahi semuanya! Tolong!”
Laura melemah, kata-kata itu keluar dari mulut Hendri. Laura juga mencintai Hendri tapi persoalan iman terlalu pelik.
“Itu membuatku berat melepasmu, Ko. Kenapa sih, kamu selalu bisa membuatku susah lepas dari kamu?” Laura berat berkata-kata dan menahan air mata. “... sungguh cukup bagiku mendengar kamu tegas menyatakan cintamu tapi aku tak bisa menggadaikan imanku, Ko. Kamu juga tak bisa menggadaikan imanmu. Kita jalani kehidupan kita masing-masing, Ko. Aku yakin Tuhan akan segera menunjukkan jalan. Kita akhiri saja sampai di sini. Kita renungkan apa yang sebaiknya kita lakukan,” sambung Laura.
Hendri menggenggam kedua tangan Laura menatap Laura perih.
“Kamu melepaskan aku?”
Laura mengangguk perlahan dan menundukkan kepala, ia tak kuasa menatap Hendri.
“Aku juga akan melepaskanmu tapi jangan minta aku berhenti mencintaimu. Tak ada alasan untuk itu, Ra,”
Hendri mengangkat dagu Laura untuk menatap matanya.
I love you,” ucap Hendri.
Love you too,” sahut Laura.
Tetesan air mata Laura jatuh sudah. Cinta terhalang benteng iman memang pelik rumit. Entah kemana kisah mereka akan bermuara. Tuhan sedang menyimpan kisah untuk asmara mereka. Mereka hanya bertugas menjalani sepenuh hati tanpa mengabaikan prinsip keteguhan masing-masing. Dua insan beda muara Sang Pencipta kehidupan itu masih memiliki kasih untuk satu sama lain tapi mereka juga tak pernah tahu kemana hati mereka akan berlabuh. Tetap jadi satu ataukah berpisah?
@@@

15 komentar:

  1. kereennnn.... (´▽`ʃƪ)
    tema nya baru, gaya penulisanya juga baru (‾▽‾)♉
    coba terus sesuatu di luar kebiasaan...
    keep writing (˘⌣˘)ε˘`) Titin fighting! (งˆ▽ˆ)ง

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gueehhh alias nona Intan, thanks so much ya :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Benagustian: namanya bikin kesleo lidah soalnya yg belakang hampir sama, agustin, agustian.. hehe.. iya. sama cin(T)a kan ya... memang terinspirasi tp settingnya byk beda, jalannya crtnya jg beda, walo tema dan endingnya sama kali ya.. soalnya dr film itu jd mengaca ke diri, crt #cintatapibeda emang smpt jd pengalaman pribadi sih eheheh.
      thanks kunjungannya ya, slm knl :)

      Hapus
  3. Aku seneng yg model begini, let the readers have their own perception of the ending. Gaya penulisannya khas agustin, segar dan memikat. Bikin lg dek...

    BalasHapus
    Balasan
    1. haduh, dikata khas agustin rasanya... berlebihan. soale aku dw ga bs mendeskripsikan aku itu gimana. tp itu pembaca yg menilai lah... smg menghibur dan syukur2 kalo bermanfaat. makasih mbak pembaca setia :)

      Hapus
  4. BAGUS CERITANYA! Ciyus kakak :3
    Dan, kebetulan banget ada temen aku yang ngalamin hal serupa. Terus berkarya kak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih banyak sudah mampir ya :3 cerpen yg lain menunggu untuk ditilik juga loh, :) *kedip-kedip

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. waaaaa.... Br sempat comen" nich....

    Ceritanya WOOooKEY, lanjutkan .....!!! Ku tunggu karya'' mu selanjutnya.
    Chayoo Titin......

    BalasHapus
  7. baca ini ditemenin pake soundtracknya marcell-peri cintaku, banjir tiinnn.....


    *siipp ini beda dr biasanya ;)

    BalasHapus
  8. @mami yohana : thanks ya mi sdh mau mampir. pasti, insyaAllah bakal terus up date, ntah cepat, entah lambat ye.. :)

    @Putri Yuli: hehehe. seventeen jalan terbaik juga :)

    BalasHapus
  9. tetep smangat.
    karyanya segera membumi.

    ceritanya bagus

    BalasHapus
  10. hai ochyied abdoer :)
    thanks ya sanjungannya... makasih juga sdh menikmati karya eksperimen ini.. kembali lagi ya menilik yg lainnya :)

    BalasHapus
  11. waaww.. cerita yang bagus, bagus banget. gaya penulisannya aku suka.

    BalasHapus

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)