Judul buku : Cinta 24 Jam
Penulis : Andrei Aksana
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : September 2005 (Cetakan kedua)
Jumlah Halaman :184 halaman
Cara dapat : beli dari koleksi @fiksimetropop
-----------------------
Rahasia yang (tak pernah) tersingkap
Giana terbiasa
hidup dalam kemewahan, keglamoran, dan ingar-bingar popularitas dunia hiburan
tanah air. Masa lalu menempanya menjadi wanita tangguh. Setangguh keyakinannya
sendiri bahwa ... kalau tak ingin
ditindas, ia harus menindas lebih dulu (hal. 133). Namun ketika semuanya
telah diraih, ketangguhan itu tetap saja runtuh oleh mahakarya agung bernama cinta. Namun ketangguhannya tetap tersisa.
Tak pernah jera untuk mencinta—walau berulang kali disakiti. Pun oleh cinta
yang disangkanya cinta sejati untuk melabuhkan hati dan ragawi.
Pertama melihat
kaver novel ini di daftar baca akun Goodreads Mas Ijul, saya langsung tertarik.
Menantang! Ah, tapi sejujurnya pertama kali yang saya lihat itu penulisnya.
Sudah lama saya stalking Facebook-nya
(duh, ketahuan, deh! Sori, Bang Andrei :p). Pernah pula mengetahui novelnya
‘Janda-janda Kosmopolitan’ yang masih ada di surat kabar nasional. Tapi saya
belum tergerak membaca karya beliau. Akan tetapi... yang membuat saya tertarik
dengan penulis satu ini adalah garis keturunan di atasnya. Beliau cucu pujangga
terkenal dan legendaris, Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Hidup ini menakjubkan, bisa
‘bertemu’ dengan orang yang sering dipelajari di bangku sekolah. He-he.Yah,
walaupun saya juga tidak hafal karya kakek-nenek Bang Andrei, sih.
Di sisi lain,
saya sanksi dengan judul novelini. Cinta
24 Jam? Apa mungkin itu terjadi? Oh, maksud saya, apa bisa itu dikemas
dalam sebuah novel? Sebab saya pernah bertanya-tanya setelah menonton film The
Raid 1 yang mengemas cerita dengan setting sehari semalam (atau pokoknya satu
hari saja), apakah ada novel yang bisa menyajikan kisah ber-setting waktu hanya
dalam sehari penuh? Ternyata datang juga jawabannya—walau saya telat banget
tahunya.
Rasa menggelitik selanjutnya
adalah kabar yang beredar di akun Facebook penulis bahwa penulis selalu
memasukkan puisi ke dalam bukunya. Alamak... lelaki super romantis dan tampan
melalui tulisannya, akhirnya kutemukan juga! Sebelumnya ragu, memang ada
penulis lelaki yang good looking sepadan
dengan tulisannya yang juga memukau? #salahfokus #abaikan
Kemudian... saya
baca halaman demi halaman novel ini. Unik. Alurnya maju-mundur, berdasarkan
jam. Jam juga digunakan sebagai judul per bab-nya. Setiap bab selalu berisi
bahasa yang kalem, syahdu, puitis, mengalun lembut, romantis, tapi to the point. Tidak pakai tetek bengek.
Ceritanya juga
menyentuh. Saya kembali disuguhi informasi bahwa memiliki segalanya bukan
berarti membawa kebahagiaan batin. Juga disuguhi bahwa dunia ini tidak hanya
berisi cinta yang berjalan di jalan yang ‘lurus’. Tapi juga bisa menyeleweng
dari ‘jalur’. Walau menimbulkan perih, toh masih bisa menghangatkan jiwa. Aneh.
Tapi nyata. Sepertinya di dunia nyata juga banyak seperti itu. Mengingat saya
membaca novel ini pada (penghujung) tahun 2014, yang seperti banyak kita tahu,
banyak dihiasi ketidaksesuaian sesuatu seperti seharusnya. Sedangkan novel ini
ditulis tahun 2004 (saya baca edisi kedua tahun 2005).
Giana dan Drigo
juga menerenyuhkan hati saya. Mungkin di dunia ini ada cinta pada pandang
pertama. Mungkin juga ada cinta yang hanya sekejap bisa dicecap. Mungkin juga
ada yang mengalami cinta terlarang. Dan mungkin-mungkin yang lain. Tapi yang
menjadi fokus saya, bisa jadi di dunia ini juga ada rahasia yang tak pernah
tersingkap oleh diri sendiri maupun orang lain. Seperti Giana dan Drigo yang
sebenarnya terhubung oleh masa lalu. Namun mereka tak saling menyadari. Seperti
ada kekuatan semesta yang menuntun mereka bertemu, saling tarik-menarik—yang
semula dalam kebisuan—, bercumbu, kemudian berlalu. Rasanya... ya ampun...
apakah ada rahasia yang tersembunyi dari hidup saya maupun keluarga saya, yang
tak kami sadari dan yang bisa saja tidak akan pernah terungkap sampai kami
mati?
Oh, iya, dari
Giana dan Drigo saya mengambil hikmah, mungkin kita ini benar-benar tak bisa
meninggalkan ‘khas’ diri orangtua kita. Benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.Tapi
saya juga sedikit mengecam, lalu berharap semoga dunia nyata ini tidak dipenuhi
orang-orang semacam Drigo, yang mewarisi gen suka ‘menerkam’ seperti ayahnya,
Arkan. Atau sekalian saja, tidak dipenuhi orang-orang seperti Arkan. Semoga
juga, kami (wanita) bisa sekuat Giana dan Minar (ibunda Giana) tapi juga tetap
menyelaraskan hati dengan logika kami. Duh, gemas deh sama cerita yang bikin
tokohnya keblinger cinta, apalagi cinta terlarang.
Novel ini ringkas
namun tetap bisa mendayu-dayu sekaligus membuai. Ternyata benar yang para
penggemar Bang Andrei katakan, beliau bisa meramu tulisan dengan ciamik. Bahkan
dari testimoni seorang penggemar yang tercantum di novel ini, novel ini ada CD
lagunya. Wah... sayang, saya mendapatkannya dari hasil koleksi (duh, Mas Ijul,
tanpa mengurangi rasa hormat. Maaf). Tapi tak mengapa. Saya masih tetap bisa
mendapat bukti, bahwa Bang Andrei menulis lagu di kaver depan. Selain lagu,
juga bertabur puisi sebagai ‘jeda’ dari narasi satu ke narasi lain, yang
sepertinya sengaja dibuat untuk menyuarakan hati para tokohnya. Super keren!
Saya tidak sabar baca novel Bang Andrei yang lain. Yeay!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)