Minggu, 04 Januari 2015

REVIEW NOVEL CINTA 24 JAM: Rahasia yang (tak pernah) tersingkap

Judul buku              : Cinta 24 Jam
Penulis                    : Andrei Aksana
Penerbit                  : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit            : September 2005 (Cetakan kedua)
Jumlah Halaman     :184 halaman
Cara dapat              : beli dari koleksi @fiksimetropop

-----------------------
Rahasia yang (tak pernah) tersingkap

Giana terbiasa hidup dalam kemewahan, keglamoran, dan ingar-bingar popularitas dunia hiburan tanah air. Masa lalu menempanya menjadi wanita tangguh. Setangguh keyakinannya sendiri bahwa ... kalau tak ingin ditindas, ia harus menindas lebih dulu (hal. 133). Namun ketika semuanya telah diraih, ketangguhan itu tetap saja runtuh oleh mahakarya agung bernama cinta. Namun ketangguhannya tetap tersisa. Tak pernah jera untuk mencinta—walau berulang kali disakiti. Pun oleh cinta yang disangkanya cinta sejati untuk melabuhkan hati dan ragawi.

Pertama melihat kaver novel ini di daftar baca akun Goodreads Mas Ijul, saya langsung tertarik. Menantang! Ah, tapi sejujurnya pertama kali yang saya lihat itu penulisnya. Sudah lama saya stalking Facebook-nya (duh, ketahuan, deh! Sori, Bang Andrei :p). Pernah pula mengetahui novelnya ‘Janda-janda Kosmopolitan’ yang masih ada di surat kabar nasional. Tapi saya belum tergerak membaca karya beliau. Akan tetapi... yang membuat saya tertarik dengan penulis satu ini adalah garis keturunan di atasnya. Beliau cucu pujangga terkenal dan legendaris, Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Hidup ini menakjubkan, bisa ‘bertemu’ dengan orang yang sering dipelajari di bangku sekolah. He-he.Yah, walaupun saya juga tidak hafal karya kakek-nenek Bang Andrei, sih.

Di sisi lain, saya sanksi dengan judul novelini. Cinta 24 Jam? Apa mungkin itu terjadi? Oh, maksud saya, apa bisa itu dikemas dalam sebuah novel? Sebab saya pernah bertanya-tanya setelah menonton film The Raid 1 yang mengemas cerita dengan setting sehari semalam (atau pokoknya satu hari saja), apakah ada novel yang bisa menyajikan kisah ber-setting waktu hanya dalam sehari penuh? Ternyata datang juga jawabannya—walau saya telat banget tahunya.

Rasa menggelitik selanjutnya adalah kabar yang beredar di akun Facebook penulis bahwa penulis selalu memasukkan puisi ke dalam bukunya. Alamak... lelaki super romantis dan tampan melalui tulisannya, akhirnya kutemukan juga! Sebelumnya ragu, memang ada penulis lelaki yang good looking sepadan dengan tulisannya yang juga memukau? #salahfokus #abaikan

Kemudian... saya baca halaman demi halaman novel ini. Unik. Alurnya maju-mundur, berdasarkan jam. Jam juga digunakan sebagai judul per bab-nya. Setiap bab selalu berisi bahasa yang kalem, syahdu, puitis, mengalun lembut, romantis, tapi to the point. Tidak pakai tetek bengek.

Ceritanya juga menyentuh. Saya kembali disuguhi informasi bahwa memiliki segalanya bukan berarti membawa kebahagiaan batin. Juga disuguhi bahwa dunia ini tidak hanya berisi cinta yang berjalan di jalan yang ‘lurus’. Tapi juga bisa menyeleweng dari ‘jalur’. Walau menimbulkan perih, toh masih bisa menghangatkan jiwa. Aneh. Tapi nyata. Sepertinya di dunia nyata juga banyak seperti itu. Mengingat saya membaca novel ini pada (penghujung) tahun 2014, yang seperti banyak kita tahu, banyak dihiasi ketidaksesuaian sesuatu seperti seharusnya. Sedangkan novel ini ditulis tahun 2004 (saya baca edisi kedua tahun 2005).

Giana dan Drigo juga menerenyuhkan hati saya. Mungkin di dunia ini ada cinta pada pandang pertama. Mungkin juga ada cinta yang hanya sekejap bisa dicecap. Mungkin juga ada yang mengalami cinta terlarang. Dan mungkin-mungkin yang lain. Tapi yang menjadi fokus saya, bisa jadi di dunia ini juga ada rahasia yang tak pernah tersingkap oleh diri sendiri maupun orang lain. Seperti Giana dan Drigo yang sebenarnya terhubung oleh masa lalu. Namun mereka tak saling menyadari. Seperti ada kekuatan semesta yang menuntun mereka bertemu, saling tarik-menarik—yang semula dalam kebisuan—, bercumbu, kemudian berlalu. Rasanya... ya ampun... apakah ada rahasia yang tersembunyi dari hidup saya maupun keluarga saya, yang tak kami sadari dan yang bisa saja tidak akan pernah terungkap sampai kami mati?

Oh, iya, dari Giana dan Drigo saya mengambil hikmah, mungkin kita ini benar-benar tak bisa meninggalkan ‘khas’ diri orangtua kita. Benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.Tapi saya juga sedikit mengecam, lalu berharap semoga dunia nyata ini tidak dipenuhi orang-orang semacam Drigo, yang mewarisi gen suka ‘menerkam’ seperti ayahnya, Arkan. Atau sekalian saja, tidak dipenuhi orang-orang seperti Arkan. Semoga juga, kami (wanita) bisa sekuat Giana dan Minar (ibunda Giana) tapi juga tetap menyelaraskan hati dengan logika kami. Duh, gemas deh sama cerita yang bikin tokohnya keblinger cinta, apalagi cinta terlarang.

Novel ini ringkas namun tetap bisa mendayu-dayu sekaligus membuai. Ternyata benar yang para penggemar Bang Andrei katakan, beliau bisa meramu tulisan dengan ciamik. Bahkan dari testimoni seorang penggemar yang tercantum di novel ini, novel ini ada CD lagunya. Wah... sayang, saya mendapatkannya dari hasil koleksi (duh, Mas Ijul, tanpa mengurangi rasa hormat. Maaf). Tapi tak mengapa. Saya masih tetap bisa mendapat bukti, bahwa Bang Andrei menulis lagu di kaver depan. Selain lagu, juga bertabur puisi sebagai ‘jeda’ dari narasi satu ke narasi lain, yang sepertinya sengaja dibuat untuk menyuarakan hati para tokohnya. Super keren! Saya tidak sabar baca novel Bang Andrei yang lain. Yeay!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)