Sabtu, 28 Juni 2014

Isyarat



‘Ingin ketemu Ketut’ telah terbawa perahu kertasku yang melaju di air pantai.
Termenung di pesisir pantai Nusa Penida kala sang surya siap bersembunyi. Kuingat betul tempat ini memberikan banyak kenangan. Semenjak lahir sampai saat usiaku ke-18 dan pindah ke Jakarta bersama keluargaku. Namun satu yang sangat kurindukan dari sini.
Ketut. Lelaki mungil jika dibandingkan kebanyakan murid lelaki di SMP-ku. Namun wajah dan hatinya manis. Dia yang menolongku kala aku jatuh dari sepeda saat pulang sekolah. Selain itu kami sering bermain di padang rumput laut. Sesekali jail memakannya langsung. Dan saling memercik air satu sama lain. Kami juga membuat perahu kertas untuk dilayarkan ke air pantai. Katanya, “Aku ingin mengarungi lautan nanti. Seperti yang dilakukan para turis asing yang singgah ke Kuta atau yang lain.” Walau memang pada akhirnya perahu itu ditelan ombak.
Aku tersenyum lucu. Sejurus kemudian lamunanku buyar karena ternyata Ketut seperti turun dari langit menyapaku. Terperanjatlah aku! Lantas...
“Ketut Sayang,” panggil wanita bule dari arah belakang kami sambil menggendong gadis cilik.
“Dia... istri dan anakku.”
Hatiku hancur!
Ketutku berlalu. Salahku yang tak pernah memberitahu cintaku. Atau memang Ketut tak pernah mencintaiku?
Ketut membuatku nanar menatap. Seiring itu perahu kecilku juga lenyap. Laksana isyarat sang alam menjawab.*

*diikutsertakan dalam #CERMIN minggu ke-4 Juni 2014 oleh @bentangpustaka menang nggak menang yng penting nuliiisss ^^9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)