Judul : Carrying Your Heart (CYH)
Penulis : Pia
Devina
Penerbit : DIVA
Press
Jumlah
halaman : 249
Tahun
terbit : Mei
2014 (Cetakan Pertama)
Harga : Rp.
48.000 (diskon 30% beli sama penulisnya langsung ^,^)
-------------------------------------------------------------------------------------------
Mencari
Ujung
Kirana
Evalia atau Kira harus mengarungi kehidupannya tanpa mengenal
kasih dari seorang papa sejak lahir dan tanpa mama selepas SMA. Suatu hari Kira
menemukan buku harian mendiang mamanya yang memberikan sebuah informasi
keberadaan papanya di negeri kincir angin. Tekadnya terwujud untuk menjejakkan
kaki di Belanda, tepatnya di Rotterdam. Di sana ia menggeluti dunia kuliner,
juga bergelut dengan sebuah perasaan yang seharusnya tidak tumbuh di saat dia
sudah memiliki cinta yang manis. Dan, yang lebih penting, ia kalut haruskah
menemui papanya lagi atau tidak, sedangkan pada pertemuan kali pertama di sana,
papanya justru tidak mengenalinya sama sekali. Seiring itu dirinya gusar menentukan
ujung, tempat ia akan pulang, walau sebenarnya hati kecil Kira tahu jawabannya.
Novel ini adalah novel kedua
yang saya baca dari penulis, sebelumnya berjudul Beautiful Sorrow (BS). Salut saya, penulis selalu sukses untuk
membuat cerita yang memiliki kejutan menjelang ending. Padahal di bagian awal sampai ¾ bagian novel, rasanya sudah
bisa menebak bagaimana ending-nya.
Selain itu penulis punya ciri khas menggunakan alur maju-mundur, setidaknya itu
yang saya tahu dari beberapa teman yang telah membaca semua novelnya, pun dari
novel BS. Alurnya rapi walaupun terkesan ‘terkotak-kotak’ karena bertuliskan
tanggal dan bulan. Tapi nyatanya, tidak terasa seperti ujug-ujug melompat alias
tetap mengalir.
Berdasarkan dua novel yang sudah
saya baca, penulis rupanya pengguna bahasa cerita yang smooth. Bahasanya kalem, to
the point, tapi tetap sukses menyelipkan penganalogian (istilahnya apa,
saya bingung. Yang tahu, silakan koreksi saya, ya ^^) yang manis, misal nih:
... sebagai oasis di gurun perasaanku
yang mengering (hal.219) dan masih banyak lagi. Keren! Dan, saking kerennya
penulis bercerita, novel ini ibarat coklat batang manis nan lembuuuttt.. cepet
habis saking enaknya! Terlepas dari tipisnya novel atau mood baca saya yang beberapa hari ini terjun bebas. Nyatanya saya
memilih membaca novel ini dulu ketimbang baca Jakarta! atau Carrie. Maaf, tapi
betul-betul CYH memang ringan baca. Kendati memang, CYH bukan novel riang
seperti novel pop pada umumnya yang tidak jarang menyelipkan dagelan yang
mengocok perut. CYH ‘main aman’ soal humor yang diselipkan dalam ceritanya. Oh,
iya, sepertinya penulis suka sama cerita yang sendu-sendu romantis begitu. Tapi
saya masih penasaran dengan novel lain, apakah memiliki cerita serupa?
Dalam novel ini saya suka
Nathan. Soalnya, walau sudah dijelaskan dari awal Nathan itu Indonesia tulen,
tapi benak saya mikir Nathan itu bule atau blesteranlah. Kenapa suka? Karena
dia hadir sebagai ‘perusak’ hubungan Kira dan Rendi, pacarnya. Duh, jangan caci
saya, ya. Nathan datang menggoda hati soalnya :p. Kenapa second male di banyak cerita selalu ketjeh, sih? Hehehe.
Penokohan novel ini oke
melalui narasi dan dialog sehingga pembaca bisa menyimpulkan karakter seperti apa
mereka semua. Namun saya kok, merasa harus sedikit berjuang membayangkan fisik
mereka. Pun Nathan sendiri, yang walau saya kembali sadar dia orang Indonesia
asli, tapi rasanya belum bisa membayangkannya mendekati riil. Hal ini berlaku
untuk hampir tokoh-tokoh yang lain.
Namun berbeda dengan
penggambaran setting tempat dan
situasi yang membangun cerita novel ini. Setting
tempat yang mengambil seratus persen tempat di Belanda ini, sungguh bikin
takjub! Banyak spot yang bisa menjadi
bagian cerita. Dan, tidak perlu komentarlah... saya iri penulis bisa sedetail
itu. Saya pengen ke sana jadinya dan bikin cerita dengan setting yang bisa melebur dalam cerita.
Lalu, untuk pembangunan suasana
pendukung cerita. Dari awal sampai tengah, novel ini belum terlalu menyentuh
padahal bagian tengah sudah ‘krisis’. Tapi ketika tengah ke belakang, saya
mulai bisa merasakannya. Cerita tentang bagaimana seseorang menyingkir dan kita
merasa kehilangan, bagaimana rasanya dibohongi/ dikhianati, bagaimana beratnya
harus jujur dan menghadapi ujung dari semua persoalan hidup kita walau belum
sepenuhnya siap. Ditambah dengan ‘kejutan’ yang dibuat penulis, membuat saya
ingin terus menuntaskan sampai tamat. Dan, yang membuat saya gemes adalah ending yang nge-twist. Tapi menurut saya, penulis sukses mempertemukan Kira dengan solusi
semua permasalahannya dalam takaran yang sesuai.
Novel ini cukup menghibur
walau tidak membuat perasaan kita menggebu-gebu sedih maupun riang, semuanya
‘aman’. Sangat ringan baca. Walau memang terdapat beberapa typo seperti:
1.
Penggunaan ‘kita’ pada hal.102, seharusnya
kami.
“Sejak
aku pergi ke Rotterdam, kita belum
penah ketemu lagi,”...
Dialog
di atas terjadi antara Kira dan Nathan yang sedang membahas Rendi. Seharusnya
‘kita’ yang diucapkan Kira itu ‘kami’ untuk mewakili dirinya dan Rendi.
2.
...
hanya dibatasi meja yang di atasnya diletakkan masakan-masakan buatku untuknya... (hal.
120)
Ada
yang menyadari mana yang keliru? Ya, ‘buatku’ itu bukannya seharusnya
‘buatanku’, ya? Dan, beberapa typo
penulisan kata lainnya tapi tidak banyak, kok.
3.
Penulisan tanda baca koma (,)
“Aku ingin nyusul, Papa.”
Kalimat
Kira tersebut terucap ketika berbicara dengan Rendi tapi kenapa ada koma (,)?
‘Papa’ di kalimat Kira bukan berfungsi penyebutan seseorang (papanya). Kecuali
kalau memang yang diajaknya bicara papanya langsung.
4.
Lainnya, sih... mungkin ada tulisan tercetak
miring seperti pada hal. 109
Koreksi
ini saya tuliskan menurut pelajaran bahasa Indonesia zaman SMA dan beberapa
buku yang saya baca, sih. Maaf, mungkin ada yang kurang setuju. Kemampuan EYD
saya juga masih cetek :p
Tapi
buat saya, semakin ke sini novel penulis makin oke banget. Dari cerita maupun
tata cara penulisan. Mungkin yang untuk tata cara penulisan bergantung kepada
editor, ya? Soalnya saya pernah membaca juga – dan maaf hanya sampai 10 halaman
– novel penulis yang lain (sepertinya terbit beberapa waktu sebelum BS maupun
CYH) berjudul ‘Menjagamu’, duh, cukup dibilang hancur soal tanda baca. Bukan
saya sok pinter tata cara penulisan yang benar. Tapi rasanya setiap baca itu
ibarat naik motor tuh ngadat berulang kali, entah karena ada batu sandungan
atau mesinnya soak. Saya harap sih, kalau misal novel itu cetak ulang, bisa
diperbaiki lagi cara menulisnya.
Tapi overall sih, typo-typo di novel CYH ini tidak begitu ngaruh ke esensi cerita. Dan,
dibandingkan font tulisan BS atau
Menjagamu, tulisan CYH ini ‘ramah’ untuk mata, mengingat ketiganya dari grup penerbit yang sama. Dan kavernya betul-betul
merepresentasikan ceritanya. ^.^
Lantas,
sukanya saya, novel ini bukan cuma novel roman ecek-ecek tanpa makna. Novel ini
berbagi kepada kita tentang cara mengambil sikap tertepat ketika dilema
walaupun memang kita tidak bisa menghindari akan mengalami/ melakukan hal-hal
bodoh, mau tidak mau. Bukannya kita belajar dari kesalahan? Dan ketika kita
sudah mengerti letak kekeliruan kita, kita bisa semakin bijak menentukan
pilihan.
Dan,
setiap permasalahan yang kita hadapi akan menemukan ujungnya. Ujung itulah yang bisa kita sebut sebuah
rumah, tempat kembali pulang. Iya, permasalahan kita akan kembali ‘pulang’
menemukan penyelesaiannya, seiring ia berjibaku dengan waktu. Walaupun,
sebenarnya ujung tidak selalu berarti akhir dari segalanya. Tapi sepertinya
akan selalu ada napas lega ketika kita sudah menemukan ujung.
Untuk
novel ini, ada 3.8 bintang dari saya. J
Dear Mbak Pia, aku tahu kamu
ahli bikin cerita yang heart-warming
penuh kejutan. Dua jempolku untukmu :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)