Sabtu, 19 Juli 2014

Mencari Ujung


Judul                         : Carrying Your Heart (CYH)
Penulis                     : Pia Devina
Penerbit                   : DIVA Press
Jumlah halaman   : 249
Tahun terbit            : Mei 2014 (Cetakan Pertama)
Harga                        : Rp. 48.000 (diskon 30% beli sama penulisnya langsung ^,^)

-------------------------------------------------------------------------------------------
Mencari Ujung

Kirana Evalia atau Kira harus mengarungi kehidupannya tanpa mengenal kasih dari seorang papa sejak lahir dan tanpa mama selepas SMA. Suatu hari Kira menemukan buku harian mendiang mamanya yang memberikan sebuah informasi keberadaan papanya di negeri kincir angin. Tekadnya terwujud untuk menjejakkan kaki di Belanda, tepatnya di Rotterdam. Di sana ia menggeluti dunia kuliner, juga bergelut dengan sebuah perasaan yang seharusnya tidak tumbuh di saat dia sudah memiliki cinta yang manis. Dan, yang lebih penting, ia kalut haruskah menemui papanya lagi atau tidak, sedangkan pada pertemuan kali pertama di sana, papanya justru tidak mengenalinya sama sekali. Seiring itu dirinya gusar menentukan ujung, tempat ia akan pulang, walau sebenarnya hati kecil Kira tahu jawabannya.
Novel ini adalah novel kedua yang saya baca dari penulis, sebelumnya berjudul Beautiful Sorrow (BS). Salut saya, penulis selalu sukses untuk membuat cerita yang memiliki kejutan menjelang ending. Padahal di bagian awal sampai ¾ bagian novel, rasanya sudah bisa menebak bagaimana ending-nya. Selain itu penulis punya ciri khas menggunakan alur maju-mundur, setidaknya itu yang saya tahu dari beberapa teman yang telah membaca semua novelnya, pun dari novel BS. Alurnya rapi walaupun terkesan ‘terkotak-kotak’ karena bertuliskan tanggal dan bulan. Tapi nyatanya, tidak terasa seperti ujug-ujug melompat alias tetap mengalir.
Berdasarkan dua novel yang sudah saya baca, penulis rupanya pengguna bahasa cerita yang smooth. Bahasanya kalem, to the point, tapi tetap sukses menyelipkan penganalogian (istilahnya apa, saya bingung. Yang tahu, silakan koreksi saya, ya ^^) yang manis, misal nih: ... sebagai oasis di gurun perasaanku yang mengering (hal.219) dan masih banyak lagi. Keren! Dan, saking kerennya penulis bercerita, novel ini ibarat coklat batang manis nan lembuuuttt.. cepet habis saking enaknya! Terlepas dari tipisnya novel atau mood baca saya yang beberapa hari ini terjun bebas. Nyatanya saya memilih membaca novel ini dulu ketimbang baca Jakarta! atau Carrie. Maaf, tapi betul-betul CYH memang ringan baca. Kendati memang, CYH bukan novel riang seperti novel pop pada umumnya yang tidak jarang menyelipkan dagelan yang mengocok perut. CYH ‘main aman’ soal humor yang diselipkan dalam ceritanya. Oh, iya, sepertinya penulis suka sama cerita yang sendu-sendu romantis begitu. Tapi saya masih penasaran dengan novel lain, apakah memiliki cerita serupa?
Dalam novel ini saya suka Nathan. Soalnya, walau sudah dijelaskan dari awal Nathan itu Indonesia tulen, tapi benak saya mikir Nathan itu bule atau blesteranlah. Kenapa suka? Karena dia hadir sebagai ‘perusak’ hubungan Kira dan Rendi, pacarnya. Duh, jangan caci saya, ya. Nathan datang menggoda hati soalnya :p. Kenapa second male di banyak cerita selalu ketjeh, sih? Hehehe.
Penokohan novel ini oke melalui narasi dan dialog sehingga pembaca bisa menyimpulkan karakter seperti apa mereka semua. Namun saya kok, merasa harus sedikit berjuang membayangkan fisik mereka. Pun Nathan sendiri, yang walau saya kembali sadar dia orang Indonesia asli, tapi rasanya belum bisa membayangkannya mendekati riil. Hal ini berlaku untuk hampir tokoh-tokoh yang lain.
Namun berbeda dengan penggambaran setting tempat dan situasi yang membangun cerita novel ini. Setting tempat yang mengambil seratus persen tempat di Belanda ini, sungguh bikin takjub! Banyak spot yang bisa menjadi bagian cerita. Dan, tidak perlu komentarlah... saya iri penulis bisa sedetail itu. Saya pengen ke sana jadinya dan bikin cerita dengan setting yang bisa melebur dalam cerita.
Lalu, untuk pembangunan suasana pendukung cerita. Dari awal sampai tengah, novel ini belum terlalu menyentuh padahal bagian tengah sudah ‘krisis’. Tapi ketika tengah ke belakang, saya mulai bisa merasakannya. Cerita tentang bagaimana seseorang menyingkir dan kita merasa kehilangan, bagaimana rasanya dibohongi/ dikhianati, bagaimana beratnya harus jujur dan menghadapi ujung dari semua persoalan hidup kita walau belum sepenuhnya siap. Ditambah dengan ‘kejutan’ yang dibuat penulis, membuat saya ingin terus menuntaskan sampai tamat. Dan, yang membuat saya gemes adalah ending yang nge-twist. Tapi menurut saya, penulis sukses mempertemukan Kira dengan solusi semua permasalahannya dalam takaran yang sesuai.
Novel ini cukup menghibur walau tidak membuat perasaan kita menggebu-gebu sedih maupun riang, semuanya ‘aman’. Sangat ringan baca. Walau memang terdapat beberapa typo seperti:
1.        Penggunaan ‘kita’ pada hal.102, seharusnya kami.
“Sejak aku pergi ke Rotterdam, kita belum penah ketemu lagi,”...
Dialog di atas terjadi antara Kira dan Nathan yang sedang membahas Rendi. Seharusnya ‘kita’ yang diucapkan Kira itu ‘kami’ untuk mewakili dirinya dan Rendi.
2.        ... hanya dibatasi meja yang di atasnya diletakkan masakan-masakan buatku untuknya... (hal. 120)
Ada yang menyadari mana yang keliru? Ya, ‘buatku’ itu bukannya seharusnya ‘buatanku’, ya? Dan, beberapa typo penulisan kata lainnya tapi tidak banyak, kok.
3.        Penulisan tanda baca koma (,)
“Aku ingin nyusul, Papa.”
Kalimat Kira tersebut terucap ketika berbicara dengan Rendi tapi kenapa ada koma (,)? ‘Papa’ di kalimat Kira bukan berfungsi penyebutan seseorang (papanya). Kecuali kalau memang yang diajaknya bicara papanya langsung.
4.        Lainnya, sih... mungkin ada tulisan tercetak miring seperti pada hal. 109

Koreksi ini saya tuliskan menurut pelajaran bahasa Indonesia zaman SMA dan beberapa buku yang saya baca, sih. Maaf, mungkin ada yang kurang setuju. Kemampuan EYD saya juga masih cetek :p
Tapi buat saya, semakin ke sini novel penulis makin oke banget. Dari cerita maupun tata cara penulisan. Mungkin yang untuk tata cara penulisan bergantung kepada editor, ya? Soalnya saya pernah membaca juga – dan maaf hanya sampai 10 halaman – novel penulis yang lain (sepertinya terbit beberapa waktu sebelum BS maupun CYH) berjudul ‘Menjagamu’, duh, cukup dibilang hancur soal tanda baca. Bukan saya sok pinter tata cara penulisan yang benar. Tapi rasanya setiap baca itu ibarat naik motor tuh ngadat berulang kali, entah karena ada batu sandungan atau mesinnya soak. Saya harap sih, kalau misal novel itu cetak ulang, bisa diperbaiki lagi cara menulisnya.

Tapi overall sih, typo-typo di novel CYH ini tidak begitu ngaruh ke esensi cerita. Dan, dibandingkan font tulisan BS atau Menjagamu, tulisan CYH ini ‘ramah’ untuk mata, mengingat ketiganya dari grup penerbit yang sama. Dan kavernya betul-betul merepresentasikan ceritanya. ^.^
Lantas, sukanya saya, novel ini bukan cuma novel roman ecek-ecek tanpa makna. Novel ini berbagi kepada kita tentang cara mengambil sikap tertepat ketika dilema walaupun memang kita tidak bisa menghindari akan mengalami/ melakukan hal-hal bodoh, mau tidak mau. Bukannya kita belajar dari kesalahan? Dan ketika kita sudah mengerti letak kekeliruan kita, kita bisa semakin bijak menentukan pilihan.
Dan, setiap permasalahan yang kita hadapi akan menemukan ujungnya.  Ujung itulah yang bisa kita sebut sebuah rumah, tempat kembali pulang. Iya, permasalahan kita akan kembali ‘pulang’ menemukan penyelesaiannya, seiring ia berjibaku dengan waktu. Walaupun, sebenarnya ujung tidak selalu berarti akhir dari segalanya. Tapi sepertinya akan selalu ada napas lega ketika kita sudah menemukan ujung.
Untuk novel ini, ada 3.8 bintang dari saya.  J
Dear Mbak Pia, aku tahu kamu ahli bikin cerita yang heart-warming penuh kejutan. Dua jempolku untukmu :*






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)