Kamis, 10 Mei 2012

cerpen "Mimpi yang Tertunda"



Mimpi yang Tertunda

“Hah?? Yang bener aja elu suka sama om-om gini!” celetuk Rima ketika melihat foto sahabatnya, Tika, bersama seorang atlet basket nasional.
“Enak aja wajah om-om! Umurnya masih dua tujuh! Nggak jauh-jauh amat sama gue. Coba deh, elu cermatin wajahnya! Aslinya ganteng, loh, bang Riko,” tungkas Tika tak terima.
Rima ketawa ngakak membuat Tika terheran-heran.
“Elu nggak kehilangan kewarasan elu, kan, Rim?”
“Enak aja elu bilang gue kagak waras! Yang ada elu itu yang setengah nggak waras. Bisa-bisanya elu suka sama pemain basket berwujud begitu? Kalau mau pacar atlet basket, sekalian yang ganteng kayak Wellyanson Situmorang, kaptennya Satria Muda. Jangan yang tampang ngepas begitu. Mau dipas-pasin aja susah juga tampang begitu! Hahahahah,....”
“Masalahnya di sini itu masalah hati. Sekalipun jelek, kumisan, botak, pendek, sombong lagi, kalo hati bicara suka, mau apa??”
“Ah, lebay lu! Terserah deh, elu suka sama sapa aja, tapi gue cuman pesen jangan terlalu ber-euforia. Kalau jatuh, sakit. Gue nggak mau sahabat gue satu ini mewek lagi gara-gara patah hati,” kata Rima.
“Siippp. Gue pastikan gue akan lebih bertindak cermat dan bijaksana untuk dapet cowok kali ini. Percaya sama gue,” sahut Tika tersenyum percaya diri.
Mereka berdua pun segera beranjak dari kantin, membawa seabrek buku dan menjinjing tas laptop jadul mereka menuju perpustakaan untuk belajar bareng menyambut Ujian Tengah Semester esok hari.

Hari ini gue harus berhasil bikin Riko buka mulut di YM. Masa’ sudah tiga bulan ini gue samperin pagi, siang, malem lewat YM dan facebook, kagak pernah dibales. Sombong sekali dia. Please, Bang Riko...bales sekali aja...betapa gue ngefans sama elu. Perhatikan nasib perasaan gue ke elu. Nampaknya sudah lebih dari sekedar ngefans. Yah, walaupun untuk bisa deket sama elu itu hil yang mustahal alias hal yang mustahil.
Tikaantik: malem bang Riko....
Tulis Tika di YM pada Riko. Lama sekali Riko tak membalas. Dalam hati Tika berdoa dengan sekuat tenaga Riko mau membalasnya.
Sejam. Dua jam. Tiga jam. Lima jam. Tepat pukul dua belas malam, seiring selesainya Tika belajar –aslinya cuman membuka-buka file power point-, seiring itu pula ia masih menunggu balasan YM dari Riko. Tika mulai desperate. Tika memutuskan sign out dan segera tidur. Dibawanya rasa sebal dan kecewa ke alam tidurnya.
Dan esok paginya, mentari menyapanya dengan senyum semangat tapi balasan Tika mengecewakan. Ia memasang muka masam dan menyimpan kesebalan teramat sangat pada Riko.
Dia itu cuman pebasket nasional yang ecek-ecekan. Dia cuman pemain cadangan! Kenapa sih, elu bisa suka sama dia, Tik??!
Karena siapa tahu nyantol. Kan, belum banyak fans tuh, jadi nggak banyak saingan.
Iya, kalo dia suka sama elu? Kalo nggak? Bales YM dan wall Facebook elu aja kagak. Itu artinya, nggak perlu jadi artis, minimal artis lapangan basket, dia sudah punya bibit mental artis yang sombongnya selangit lapis ketujuh.
Tapi, gue yakin dia baik. Terakhir foto sama dia, dia mau senyum kok, waktu gue sapa. Foto terakhirnya juga senyum, nggak kayak foto pertama kali yang no ekspresi. Dan gue juga terlanjur suka sama dia. Sejelek apapun dia, gue mau.
Elo cuman bernafsu pengen punya cowok dan berprofesi pebasket. Itu nggak tulus. Dan sesuatu yang nggak tulus itu nggak akan awet. Mending elo pikirin baik-baik sebelum jauh melangkah, sebelum terlanjur malu dan sebelum yang jelek-jelek terjadi. Jangan ngoyo meraih bintang yang nggak mungkin diraih. Dia bisa dikatakan artisnya basket walau nggak mentereng. Siapapun dan gimanapaun wujud rupanya, kalau sudah embel-embel pebasket, olah raga bergengsi itu, cewek mana yang menolak jadi pacarnya??? Jangan mimpi deh, saingan elu terlalu banyak.
Ah, perasaan kagak ada yang ngincer gue. Gue capek jomblo. Gue pengen punya pacar. Gue mau punya pacar. Gue mau kayak Riko. Bodo amat kata orang!
Tika berjalan menuju kampus sambil memikirkan Riko tanpa ia sadari itu membahayakan dirinya karena dia nggak fokus menyeberang jalan. Nyaris saja dia tertabrak mobil ketika menyeberang. Ia pun diomeli si supir mobil. Tika pun meminta maaf atas keteledorannya.
Ketika hampir sampai di kampusnya, handphonenya berbunyi. Ia segera mengangkat telepon dari nomor tak dikenalnya itu.
“Halo,” kata Tika.
“Dengan Tika Safitri?” tanya seorang cewek di seberang sana.
“Iya, betul! Maaf, dengan siapa ya? Ada perlu apa?”
“Kita dari official Pasific Jaya. Kita mau ada kumpul bareng pemain skuad PJ di Mentari Timur Mall Surabaya, malam ini. Gratiiiss. Dateng, ya?” lanjut cewek di seberang sana.
“Hah??? Yang bener, Mbak? Bang Riko dateng juga?”
“Pastinya,”
“Wah, pasti. Pasti. Aku pasti dateng, Mbak. Jam berapa? Sebelah mana MT Mall? Musti persiapan aja?”
“Kita cuman nongkrong aja di food courtnya. Nggak usah persiapan apa-apa. Kita tunggu jam tujuh malem, ya? See you, Tika,”
Lalu sambungan telpon itu putus dan Tika kegirangan habis. Dan semangatnya memuncah menyambut malam ini. Bertemu Riko Febrian.

Tika sudah berdandan rapi untuk mertemu dengan Riko. Malam ini, hatinya spesial untuk Riko meskipun ia nanti akan bertemu pemain lainnya.
Ia berjalan menuju food court MT Mall dengan langkah cepat dan bahagia. Sesampainya di sana ia bergabung dengan fans PJ lainnya yang tergabung dalam fans club PJ di Surabaya. Ia juga sempat menyapa beberapa pemain yang sudah ngobrol dengan fans-fans lain. Mata Tika mencari-cari Riko. Dan seorang wanita menyapanya dari arah belakang.
“Tika?” tanya wanita itu. Tika mengangguk cepat.
“Riko ada di sana,” lanjut  wanita itu. Tika merasa aneh sejenak tapi juga kegirangan bukan main. Ia segera menuju Riko berada.
Tika menyapa Riko dengan senyuman.
“Silakan duduk! Mau minum apa?” tanya Riko dingin.
Tika menjadi kikuk kemudian ia duduk.
“Jus Melon aja,”
Riko memesankan jus Melon untuk Tika.
“Kok, di sini, Bang? Temen-temen kan, pada ngumpul di sana?” tanya Tika ragu-ragu karena ia tak tahu harus bicara apa.
“Mau ngobrol sama kamu,” sahut Riko mencengangkan Tika.
“Sama aku? Hehehe, jadi Ge-Er,”
“Aku nggak suka cara kamu sering nyapa aku di facebook dan YM,” celetuk Riko.
“Emang ada yang salah ya, Bang?” tanya Tika.
Nggak suka aja. Aku nggak suka dikejar-kejar cewek. Apalagi cewek macem kamu,” sambung Riko.
Cewek macem apa maksudnya?
“Macem gimana ya, Bang?”
“Ya, kamu pasti nyadar lah siapa aku dan siapa kamu. Jangan mimpi, deh!” kata Riko membuat Tika tersinggung.
Tika sadar sekali arah perkataan Riko. Ternyata Riko penganut paham mukaisme.
“Permisi,” kata Tika meninggalkan tempat bahkan ia melangkah pulang. Sementara Riko masih tetap tanpa ekspresi dan merasa tak berdosa telah menyinggung perasaan Tika.
Saat meninggalkan food court, tiba-tiba seorang lelaki membawa sebuah pisau tajam menghentikan langkah Tika bahkan mendekap Tika. Ternyata dia seorang perampok di mall yang sedang berusaha melarikan diri. Tapi karena sudah ketahuan banyak orang akhirnya dia berulah menyandera pengunjung dan sialnya itu Tika. Diarahkannya pisau yang dibawanya itu pada leher Tika. Spontan, semua orang, tak terkecuali para pemain PJ dan para fans, juga Riko terhenyak dari tempat duduknya.
“Jangan macam-macam! Atau wanita ini saya bunuh!” ancam si perampok.
Tika ketakutan bukan main hingga ia merasa pasrah, mungkin memang nasibnya harus berakhir di tangan perampok. Perampok itu menyeret Tika keluar gedung mall. Tapi tiba-tiba perampok itu melepaskan Tika dengan paksa tanpa ia sadari ketika melepaskan Tika itu, pisaunya menyabet tangan Tika hingga lengan Tika terluka. Perampok itu berhasil lari. Tika terduduk lemas tak berdaya di halaman mall. Dia menangis. Para pemain PJ dan para fans segera menghampiri Tika.
“Saya pulang aja, ya? Maaf nggak bisa ikut ngumpul bareng,” kata Tika pada semuanya.
“Aku anter aja, ya, Tika?” tawar seorang cowok yang juga fans PJ yang cukup kenal baik dengan Tika.
Nggak usah. Biar gue aja yang nganter dia. Kalian ngumpul lagi aja,” celetuk Riko tiba-tiba sambil secepat mungkin menggandeng tangan Tika satunya.
Lalu Riko dan Tika segera pergi. Sebelum pulang mereka mampir dahulu ke rumah sakit terdekat mengobati luka Tika.

“Makasih banyak, Bang, sudah dianterin. Dengan apa ya, aku harus membalasnya? Ehm, aku tahu...balasannya adalah menjauhi Bang Riko dan berhenti menyapa Bang Riko di YM maupun di facebook. Oke, aku pasti lakukan itu,” kata Tika.
“Sok tahu banget sih, lo?!”
“Emang itu kan, jawabannya?” tanya Tika tersenyum.
“Sayangnya gue nggak mau dengan ide yang elo ungkapin barusan,”
Tika memandang Riko dengan kerutan di dahi.
“Gue mau elo jadi pacar gue mulai detik ini juga!”
“Aku nggak mau pacaran sama orang yang nggak citna sama aku, Bang. Cuman bikin sakit hati,”
“Siapa bilang gue nggak cinta sama elo?”
“Lah, tadi, bilangnya di food court apa coba kalo nggak itu artinya?”
“Elo itu sok tahu dan sok jadi penafsir bahasa, ya? Gue nggak suka sama orang seperti itu! gue nggak bilang gue nggak cinta sama elo,”
“Tapi, kata-kata Abang tadi di sana sudah menjelaskan Abang nggak suka sama Tika,”
“Oke, gue tahu tadi kata-kata gue salah. Tapi, sedetik setelah kata-kata itu muncul gue nyesel. Ternyata gue nggak bsia ngebenci elo. Gue suka sama elo dari sapaan elo yang setiap waktu, setiap hari itu. Dan gue merasa kehilangan kala elo nggak pernah nyapa lagi. Kemana eja elo semingguan terakhir?”
“Ngapain aku musti nerusin nyapa orang mati?”
“Kok, mati?”
“Lah, situ disapa nggak pernah bales,”
“Ya, emang gue males ngejawab,”
“Ya, itu artinya situ nggak suka sama aku dan situ nggak bisa menghargai orang!”
“Kok, sewot begitu?”
“Ya, situ yang mulai bikin sewot,”
“Ya, gue begini adanya. Paling males sama dunia maya. Gue harap elo ngerti itu. Dan gue pesen satu hal, gue pantang ditolak!”
Waduh, tampang begini aja berani bilang pantang ditolak, gimana kalo tampangnya tampang Galang Gunawan-Satria Muda coba.
“Kok, diem?”
“Iya,”
“Iya, apanya?”
“Loh, tadi katanya ngajak jadian kok, nanya apanya?”
“Oh...Makasih banyak Tika antik...” kata Riko mengagetkan Tika karena ternyata Riko hafal nicknamenya di YM dan di facebook.
Hhhmmm...mimpi apa gue semalem, malem ini gue jadian sama Riko, atlet basket profesional. Tuhan, terima kasih banyak...nggak akan aku sia-siakan dia. Sekarang gue nggak jomblo lagi. Dapet pemain basket pula. Heheh...bisa pamer juga nih, gue ke anak-anak dan cowok-cowok yang sudah bikin gue patah hati. Aku bahagia....

“TIKAAAA....................BANGUNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN.....” teriak Rima di telinga Tika yang masih molor pada pukul delapan pagi.
Tika spontan bangun.
“Rima! Gue nggak budeg tahu??!!”
“Elo sih, dibangunin dari tadi kagak bangun-bangun. Sudah jam delapan, tuh! Katanya ujian Psikologi Kesehatan jam delapan,” kata Rima.
“APA???!! Sekarang jam delapan??? Mam-the-de-pus alias mampus....gue cuci muka aja deh, nggak mandi. Thanks ya, Rima, negbangunin gue. Dan astaga..gue juga baru aja baca judul power point aja. Gimana dong, gue nggak belajar semalem. Mampu 2012 ini. Kalo nanti studi kasus yak apa?” Tika nyerocos kagak jelas sambil menyambar handuk dan keperluan alat mandi yang ditaruhnya di manapun sudut kamarnya. Rima hanya melongo melihat tingkah Tika.
“Dasar bawaan orok, sulit diubah!” gumam Rima.
Tika sudah siap berangkat ke kampus dan ia segera berlari tunggang langgang menuju kampusnya. Dan ketika ia sudah sampai di ruang ujian, dia menjadi tegang dan ia berusaha keras untuk stay cool.
“Semoga beruntung, Tika,” gumamnya.
Ia pun menjalani ujian tulis dan sejenak sebelum ia mengerjakan ujiannya ia berpikir.
Ternyata gue dan Riko jadian itu cuman mimpi. Kapan mimpi ini tercapai, Tuhan?  Tapi, yang pasti Tuhan, jangan cuman mimpi saya mengerjakan ujian hari ini. Please, Tuhan, beri saya keberuntungan hari ini. Dan Riko, mimpi yang tertunda untuk lain hari. Semangat, Tikaaa.....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)