Mimpi
yang Tertunda
“Hah?? Yang bener aja
elu suka sama om-om gini!” celetuk Rima ketika melihat foto sahabatnya, Tika,
bersama seorang atlet basket nasional.
“Enak aja wajah om-om!
Umurnya masih dua tujuh! Nggak
jauh-jauh amat sama gue. Coba deh, elu cermatin wajahnya! Aslinya ganteng, loh,
bang Riko,” tungkas Tika tak terima.
Rima ketawa ngakak
membuat Tika terheran-heran.
“Elu nggak kehilangan kewarasan elu, kan,
Rim?”
“Enak aja elu bilang
gue kagak waras! Yang ada elu itu yang setengah nggak waras. Bisa-bisanya elu suka sama pemain basket berwujud
begitu? Kalau mau pacar atlet basket, sekalian yang ganteng kayak Wellyanson
Situmorang, kaptennya Satria Muda. Jangan yang tampang ngepas begitu. Mau
dipas-pasin aja susah juga tampang begitu! Hahahahah,....”
“Masalahnya di sini itu
masalah hati. Sekalipun jelek, kumisan, botak, pendek, sombong lagi, kalo hati
bicara suka, mau apa??”
“Ah, lebay lu! Terserah
deh, elu suka sama sapa aja, tapi gue cuman pesen jangan terlalu ber-euforia.
Kalau jatuh, sakit. Gue nggak mau
sahabat gue satu ini mewek lagi gara-gara patah hati,” kata Rima.
“Siippp. Gue pastikan
gue akan lebih bertindak cermat dan bijaksana untuk dapet cowok kali ini.
Percaya sama gue,” sahut Tika tersenyum percaya diri.
Mereka berdua pun
segera beranjak dari kantin, membawa seabrek buku dan menjinjing tas laptop
jadul mereka menuju perpustakaan untuk belajar bareng menyambut Ujian Tengah
Semester esok hari.
Hari ini gue harus
berhasil bikin Riko buka mulut di YM. Masa’ sudah tiga bulan ini gue samperin
pagi, siang, malem lewat YM dan facebook, kagak pernah dibales. Sombong sekali
dia. Please, Bang Riko...bales sekali aja...betapa gue ngefans sama elu. Perhatikan
nasib perasaan gue ke elu. Nampaknya sudah lebih dari sekedar ngefans. Yah,
walaupun untuk bisa deket sama elu itu hil yang mustahal alias hal yang
mustahil.
Tikaantik: malem bang
Riko....
Tulis Tika di YM pada
Riko. Lama sekali Riko tak membalas. Dalam hati Tika berdoa dengan sekuat
tenaga Riko mau membalasnya.
Sejam. Dua jam. Tiga
jam. Lima jam. Tepat pukul dua belas malam, seiring selesainya Tika belajar
–aslinya cuman membuka-buka file power point-, seiring itu pula ia masih
menunggu balasan YM dari Riko. Tika mulai desperate. Tika memutuskan sign out
dan segera tidur. Dibawanya rasa sebal dan kecewa ke alam tidurnya.
Dan esok paginya,
mentari menyapanya dengan senyum semangat tapi balasan Tika mengecewakan. Ia
memasang muka masam dan menyimpan kesebalan teramat sangat pada Riko.
Dia itu cuman pebasket
nasional yang ecek-ecekan. Dia cuman pemain cadangan! Kenapa sih, elu bisa suka
sama dia, Tik??!
Karena siapa tahu
nyantol. Kan, belum banyak fans tuh, jadi nggak
banyak saingan.
Iya, kalo dia suka sama
elu? Kalo nggak? Bales YM dan wall
Facebook elu aja kagak. Itu artinya, nggak
perlu jadi artis, minimal artis lapangan basket, dia sudah punya bibit mental
artis yang sombongnya selangit lapis ketujuh.
Tapi, gue yakin dia
baik. Terakhir foto sama dia, dia mau senyum kok, waktu gue sapa. Foto
terakhirnya juga senyum, nggak kayak
foto pertama kali yang no ekspresi. Dan gue juga terlanjur suka sama dia.
Sejelek apapun dia, gue mau.
Elo cuman bernafsu
pengen punya cowok dan berprofesi pebasket. Itu nggak tulus. Dan sesuatu yang nggak
tulus itu nggak akan awet. Mending
elo pikirin baik-baik sebelum jauh melangkah, sebelum terlanjur malu dan
sebelum yang jelek-jelek terjadi. Jangan ngoyo meraih bintang yang nggak mungkin diraih. Dia bisa dikatakan
artisnya basket walau nggak
mentereng. Siapapun dan gimanapaun wujud rupanya, kalau sudah embel-embel
pebasket, olah raga bergengsi itu, cewek mana yang menolak jadi pacarnya???
Jangan mimpi deh, saingan elu terlalu banyak.
Ah, perasaan kagak ada
yang ngincer gue. Gue capek jomblo. Gue pengen punya pacar. Gue mau punya
pacar. Gue mau kayak Riko. Bodo amat kata orang!
Tika berjalan menuju
kampus sambil memikirkan Riko tanpa ia sadari itu membahayakan dirinya karena
dia nggak fokus menyeberang jalan.
Nyaris saja dia tertabrak mobil ketika menyeberang. Ia pun diomeli si supir
mobil. Tika pun meminta maaf atas keteledorannya.
Ketika hampir sampai di
kampusnya, handphonenya berbunyi. Ia segera mengangkat telepon dari nomor tak
dikenalnya itu.
“Halo,” kata Tika.
“Dengan Tika Safitri?”
tanya seorang cewek di seberang sana.
“Iya, betul! Maaf,
dengan siapa ya? Ada perlu apa?”
“Kita dari official
Pasific Jaya. Kita mau ada kumpul bareng pemain skuad PJ di Mentari Timur Mall
Surabaya, malam ini. Gratiiiss. Dateng, ya?” lanjut cewek di seberang sana.
“Hah??? Yang bener,
Mbak? Bang Riko dateng juga?”
“Pastinya,”
“Wah, pasti. Pasti. Aku
pasti dateng, Mbak. Jam berapa? Sebelah mana MT Mall? Musti persiapan aja?”
“Kita cuman nongkrong
aja di food courtnya. Nggak usah
persiapan apa-apa. Kita tunggu jam tujuh malem, ya? See you, Tika,”
Lalu sambungan telpon
itu putus dan Tika kegirangan habis. Dan semangatnya memuncah menyambut malam
ini. Bertemu Riko Febrian.
Tika sudah berdandan
rapi untuk mertemu dengan Riko. Malam ini, hatinya spesial untuk Riko meskipun
ia nanti akan bertemu pemain lainnya.
Ia berjalan menuju food
court MT Mall dengan langkah cepat dan bahagia. Sesampainya di sana ia
bergabung dengan fans PJ lainnya yang tergabung dalam fans club PJ di Surabaya.
Ia juga sempat menyapa beberapa pemain yang sudah ngobrol dengan fans-fans
lain. Mata Tika mencari-cari Riko. Dan seorang wanita menyapanya dari arah
belakang.
“Tika?” tanya wanita
itu. Tika mengangguk cepat.
“Riko ada di sana,”
lanjut wanita itu. Tika merasa aneh
sejenak tapi juga kegirangan bukan main. Ia segera menuju Riko berada.
Tika menyapa Riko
dengan senyuman.
“Silakan duduk! Mau
minum apa?” tanya Riko dingin.
Tika menjadi kikuk
kemudian ia duduk.
“Jus Melon aja,”
Riko memesankan jus
Melon untuk Tika.
“Kok, di sini, Bang?
Temen-temen kan, pada ngumpul di sana?” tanya Tika ragu-ragu karena ia tak tahu
harus bicara apa.
“Mau ngobrol sama
kamu,” sahut Riko mencengangkan Tika.
“Sama aku? Hehehe, jadi
Ge-Er,”
“Aku nggak suka cara kamu sering nyapa aku di
facebook dan YM,” celetuk Riko.
“Emang ada yang salah
ya, Bang?” tanya Tika.
“Nggak suka aja. Aku nggak
suka dikejar-kejar cewek. Apalagi cewek macem kamu,” sambung Riko.
Cewek macem apa
maksudnya?
“Macem gimana ya,
Bang?”
“Ya, kamu pasti nyadar
lah siapa aku dan siapa kamu. Jangan mimpi, deh!” kata Riko membuat Tika
tersinggung.
Tika sadar sekali arah
perkataan Riko. Ternyata Riko penganut paham mukaisme.
“Permisi,” kata Tika
meninggalkan tempat bahkan ia melangkah pulang. Sementara Riko masih tetap
tanpa ekspresi dan merasa tak berdosa telah menyinggung perasaan Tika.
Saat meninggalkan food
court, tiba-tiba seorang lelaki membawa sebuah pisau tajam menghentikan langkah
Tika bahkan mendekap Tika. Ternyata dia seorang perampok di mall yang sedang
berusaha melarikan diri. Tapi karena sudah ketahuan banyak orang akhirnya dia
berulah menyandera pengunjung dan sialnya itu Tika. Diarahkannya pisau yang
dibawanya itu pada leher Tika. Spontan, semua orang, tak terkecuali para pemain
PJ dan para fans, juga Riko terhenyak dari tempat duduknya.
“Jangan macam-macam!
Atau wanita ini saya bunuh!” ancam si perampok.
Tika ketakutan bukan
main hingga ia merasa pasrah, mungkin memang nasibnya harus berakhir di tangan
perampok. Perampok itu menyeret Tika keluar gedung mall. Tapi tiba-tiba
perampok itu melepaskan Tika dengan paksa tanpa ia sadari ketika melepaskan
Tika itu, pisaunya menyabet tangan Tika hingga lengan Tika terluka. Perampok
itu berhasil lari. Tika terduduk lemas tak berdaya di halaman mall. Dia
menangis. Para pemain PJ dan para fans segera menghampiri Tika.
“Saya pulang aja, ya?
Maaf nggak bisa ikut ngumpul bareng,”
kata Tika pada semuanya.
“Aku anter aja, ya,
Tika?” tawar seorang cowok yang juga fans PJ yang cukup kenal baik dengan Tika.
“Nggak usah. Biar gue aja yang nganter dia. Kalian ngumpul lagi
aja,” celetuk Riko tiba-tiba sambil secepat mungkin menggandeng tangan Tika
satunya.
Lalu Riko dan Tika
segera pergi. Sebelum pulang mereka mampir dahulu ke rumah sakit terdekat
mengobati luka Tika.
“Makasih banyak, Bang,
sudah dianterin. Dengan apa ya, aku harus membalasnya? Ehm, aku
tahu...balasannya adalah menjauhi Bang Riko dan berhenti menyapa Bang Riko di
YM maupun di facebook. Oke, aku pasti lakukan itu,” kata Tika.
“Sok tahu banget sih,
lo?!”
“Emang itu kan,
jawabannya?” tanya Tika tersenyum.
“Sayangnya gue nggak mau dengan ide yang elo ungkapin
barusan,”
Tika memandang Riko
dengan kerutan di dahi.
“Gue mau elo jadi pacar
gue mulai detik ini juga!”
“Aku nggak mau pacaran sama orang yang nggak citna sama aku, Bang. Cuman bikin
sakit hati,”
“Siapa bilang gue nggak cinta sama elo?”
“Lah, tadi, bilangnya
di food court apa coba kalo nggak itu
artinya?”
“Elo itu sok tahu dan
sok jadi penafsir bahasa, ya? Gue nggak
suka sama orang seperti itu! gue nggak
bilang gue nggak cinta sama elo,”
“Tapi, kata-kata Abang
tadi di sana sudah menjelaskan Abang nggak
suka sama Tika,”
“Oke, gue tahu tadi
kata-kata gue salah. Tapi, sedetik setelah kata-kata itu muncul gue nyesel.
Ternyata gue nggak bsia ngebenci elo.
Gue suka sama elo dari sapaan elo yang setiap waktu, setiap hari itu. Dan gue
merasa kehilangan kala elo nggak
pernah nyapa lagi. Kemana eja elo semingguan terakhir?”
“Ngapain aku musti
nerusin nyapa orang mati?”
“Kok, mati?”
“Lah, situ disapa nggak pernah bales,”
“Ya, emang gue males
ngejawab,”
“Ya, itu artinya situ nggak suka sama aku dan situ nggak bisa menghargai orang!”
“Kok, sewot begitu?”
“Ya, situ yang mulai
bikin sewot,”
“Ya, gue begini adanya.
Paling males sama dunia maya. Gue harap elo ngerti itu. Dan gue pesen satu hal,
gue pantang ditolak!”
Waduh, tampang begini
aja berani bilang pantang ditolak, gimana kalo tampangnya tampang Galang Gunawan-Satria
Muda coba.
“Kok, diem?”
“Iya,”
“Iya, apanya?”
“Loh, tadi katanya
ngajak jadian kok, nanya apanya?”
“Oh...Makasih banyak
Tika antik...” kata Riko mengagetkan Tika karena ternyata Riko hafal
nicknamenya di YM dan di facebook.
Hhhmmm...mimpi apa gue
semalem, malem ini gue jadian sama Riko, atlet basket profesional. Tuhan,
terima kasih banyak...nggak akan aku
sia-siakan dia. Sekarang gue nggak
jomblo lagi. Dapet pemain basket pula. Heheh...bisa pamer juga nih, gue ke
anak-anak dan cowok-cowok yang sudah bikin gue patah hati. Aku bahagia....
“TIKAAAA....................BANGUNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN.....”
teriak Rima di telinga Tika yang masih molor pada pukul delapan pagi.
Tika spontan bangun.
“Rima! Gue nggak budeg tahu??!!”
“Elo sih, dibangunin
dari tadi kagak bangun-bangun. Sudah jam delapan, tuh! Katanya ujian Psikologi
Kesehatan jam delapan,” kata Rima.
“APA???!! Sekarang jam
delapan??? Mam-the-de-pus alias mampus....gue cuci muka aja deh, nggak mandi. Thanks ya, Rima, negbangunin
gue. Dan astaga..gue juga baru aja baca judul power point aja. Gimana dong, gue
nggak belajar semalem. Mampu 2012
ini. Kalo nanti studi kasus yak apa?” Tika nyerocos kagak jelas sambil
menyambar handuk dan keperluan alat mandi yang ditaruhnya di manapun sudut
kamarnya. Rima hanya melongo melihat tingkah Tika.
“Dasar bawaan orok,
sulit diubah!” gumam Rima.
Tika sudah siap
berangkat ke kampus dan ia segera berlari tunggang langgang menuju kampusnya.
Dan ketika ia sudah sampai di ruang ujian, dia menjadi tegang dan ia berusaha
keras untuk stay cool.
“Semoga beruntung,
Tika,” gumamnya.
Ia pun menjalani ujian
tulis dan sejenak sebelum ia mengerjakan ujiannya ia berpikir.
Ternyata gue dan Riko
jadian itu cuman mimpi. Kapan mimpi ini tercapai, Tuhan? Tapi, yang pasti Tuhan, jangan cuman mimpi
saya mengerjakan ujian hari ini. Please, Tuhan, beri saya keberuntungan hari
ini. Dan Riko, mimpi yang tertunda untuk lain hari. Semangat, Tikaaa.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)