Cinta Rasa Bolu Uni
“Kamu tahu nggak, Mister Oni tadi
ngomel-ngomel di kelas Teori Organisasi? Gara-gara ada mas-mas disuruh maju ke
depan ngerjain tugas yang mustinya harus sudah dikerjain eh, dia kagak bisa.
Habis deh, kita sekelas. Akhirnya suruh nge-resume buku Te-O dari bab satu
sampai bab sepuluh. Mampus melek di depan kompi itu!” cerocos Uni ketika dia
dan Ema asyik nonton turnamen basket nasional.
Uni
terus saja nyerocos tanpa mau melihat mimik muka Ema yang sudah geram menahan
kesebalannya pada Uni yang hampir tidak pernah bisa santai sejenak meninggalkan
kuliah. Dimana-mana selalu obrolannya berkaitan sama kuliah. Meskipun bukan
selalu materi mata kuliah yang dibahas tapi tetap saja semua dunia kuliah dia
ceritakan setiap kali keluar bareng Ema, kayak nggak ada pembahasan lain aja.
“Jadi,
tadi di kampus tuh... ” belum selesai Uni berkata, Ema memotongnya.
“Uni,
please yah...stop ngomongin kuliah di tempat semacam ini! Seneng-seneng sedikit
kenapa, sih!!!” kata Ema dengan nada jengkel.
Uni
bisu seketika.
Gue
kan, emang nggak bisa diem. Lagian nonton pertandingan olah raga mana mungkin
cuman diem. Hhhmm...atau memang gue aja yang selalu cari perhatian. Tapi, ya,
emang itu! Gue pengen diperhatikan sama kayak elo, Ema, diperhatikan banyak
cowok, banyak temen, banyak senior. Jadi, ya, ini cara gue nyari perhatian
karena cuman dunia kampus yang gue tahu. Bukan seperti elo yang magang, yang
ekstrakurikuler, yang organisasi di luar dan di dalam kampus.
Uni
beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar arena pertandingan.
“Mau
kemana loe?” tanya Ema.
“Toilet,”
jawab Uni bohong. Ia sudah menahan air mata. Rasanya sakit dikatain Ema seperti
itu. Mungkin Uni terlalu sensitif tapi baginya kata-kata Ema tadi menyiratkan
bahwa Uni adalah orang yang membosankan, selalu merepotkan, selalu membuat
jengkel dan banyak omong dan sok cari perhatian pastinya.
Uni
berjalan menuruni anak tangga gedung arena itu dan berpapasan dengan tim basket
idolanya yang akan bertanding setelah pertandingan yang sedang berlangsung
selesai. Ia tak menggubris ketika salah seorang idolanya yang sudah sering
chatting by facebook maupun YM menyapanya. Uni terus melangkah menundukkan
kepala menuju area parkir. Rencananya ia ke toilet untuk menangis tapi rasanya
dadanya sesak dan membutuhkan udara segar di luar. Tapi di tengah perjalanan ia
menabrak seorang cowok ber-jersey angka 13 dan ternyata ia anggota tim basket
idola Uni.
“Aduh!!”
keluh Uni.
“Elu
jalan pakai dengkul??!!” kata si cowok lantang.
“Sori,
sori, Mas! Nggak sengaja,” sahut Uni.
“Makanya,
punya mata difungsikan dengan baik!” lanjut si cowok ketus.
Uni
menelanjangi sosok di depannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Si cowok
cuman melotot sambil membenarkan tas ransel yang dibawanya.
“Kamu
pemain baru, ya? Kamu yang namanya Koko Ran, kan??” tanya Uni sambil
menunjuk-nunjuk muka cowok itu.
“Sok
tahu!!” timpal cowok itu judes dan meninggalkan Uni begitu saja.
“Huuu...belagu
banget! Awas kualat loe! Apalagi jersey elo nomor 13, angka sial, tuh!!!”
teriak Uni tapi tak digubris cowok yang memang bernama Ran itu.
JJJ
“Ema,
nanti nontong basket lagi, yok!! Abang gue main loh, Rio!” ajak Uni di tengah
kuliah Psikologi Abnormal.
“Abang?
Abang ketemu gede maksud loe?” kata Ema. Uni mengangguk.
“Sori,
gue ada acara di PMI sama anak-anak,” kata Ema membuat Uni kecewa dan mulai
berpikir keras bagaimana caranya bisa nonton tim basket favoritnya nanti sore.
Dan
sore itupun tiba. Uni nekat naik angkot dan berganti bus kota untuk sampai di
arena pertandingan basket nasional yang sedang diadakan di Surabaya itu. Sesampainya
di sana, ia segera membeli tiket dan duduk manis bareng penonton yang lain. Dan
ketika para penonton menyoraki tim basket kebanggaan Surabaya, Uni sendirian
mendukung tim basket idolanya dengan doa. Uni gengsi besar kalo harus
teriak-teriak kayak di hutan aja.
Uni
dengan hikmat memperhatikan jalannya pertandinagn yang membuat timnya kalah
45-54 melawan tim kebanggaan Surabaya. Uni kecewa dan sedih kemudian segera
keluar arena untuk menanti tim basket favoritnya keluar dari gedung
pertandingan dan ingin memberikan support moral bagi tim itu. Tapi, tiba-tiba
perutnya mules dan terpaksa buang hajat dulu.
Kurang
lebih sepuluh menit berlalu. Uni segera menuju area parkir dimana para pemain
menunggu bus yang mengantar mereka kembali ke hotel. Betapa kagetnya Uni di
sana melihat Ema dan dua orang kawannya yang lain sedang asyik ngobrol sama
Rio, betapa sakit hatinya Uni.
“Katanya
nggak bisa nonton eh, sekarang ngecengin abang Rio lagi. Busuk banget sih,
Ema!! Temen macem apa itu???!!! Tapi...gue juga sering ngrepotin dia suruh
nganter kemana-mana, emang dia tukang ojek gue??? Sori ya, Ma...elo pantes
bersikap gitu ke gue. Emang gue pembawa sial buat semua orang,” gumam Uni
sambil memasang tampang manyun dan hati sedih kemudian dia membalikkan badan
hendak pulang tanpa bertemu tim kesayangannya itu. Tapi ketika ia membalikkan
badan ia menabrak orang lagi dan itu Ran!
“Elu
lagi. Punya mata nggak sih, lu??!!!” suara Ran sewot.
“Sori...gue
nggak sengaja,” timpal Uni.
“Alesannya
nggak sengaja mulu!! Atau emang elu sengaja nabrak gue biar dapet perhatian
dari gue kayak elu dapat perhatian dari Rio???!!!” tuduh Ran. Uni melotot pada
Ran.
“Elo
pikir gue jablay apa?? Hati-hati ya, elo kalo ngomong. Elo juga sih, pembawa
sial! Angka punggung elo itu emang pembawa sial. Terima saja, hidup elo itu
emang selalu sial! Buktinya elo tadi kagak menghasilkan poin satupun! Bahkan
kalo gue perhatikan ya, selama elo main basket, elo itu selalu sial. Di tim elo
yang dulu elo juga jadi cadangan doang, kan? Belagu banget sih, baru segitu
aja? Elo belum jadi seperti bang Rio atau ko Denny Sumargo ya...belagu elo
sudah selangit!” cerocos Uni memarahi Ran.
“Haasshh!!
Kebanyakan ngoceh kayak beo lu!!” balas Ran.
“Terserah
apa kata elo. Dasar koko-koko belagu. Semuanya sama aja, sok kecakepan!!! Oh,
ya, satu lagi, ini kue dari gue tapi bukan buat elo tapi pemain yang lain.
Jangan pernah makan kue buatan gue karena gue nggak akan rela hasil karya
tangan gue dicicipin orang belagu macem elo!”
“Gue
juga nggak sudi incip kue buatan cewek gila sok cari perhatian macem elo!!”
Keduanya
saling membuang muka.
“Jangan
lupa sampaikan ke pemain yang lain kue itu. Elo jangan makan!” kata Uni
setengah berteriak tanpa memalingkan muka.
JJJ
Enam
bulan berlalu. Turnamen basket nasional yang selalu ada setiap tahun di
beberapa kota besar di Indonesia itu mencapai babak championship. Kebetulan tim
favorit Uni lolos ke babak championship. Di awal-awal tim favoritnya
bertanding, Uni nggak bisa memberi support langsung di lapangan karena ia
sedang sakit thypus dan harus dirawat di rumah sakit. Tapi pada hari-hari
terakhir penentuan 4 besar pada turnamen 2011 ini, Uni rela datang meskipun dia
masih lemas setelah dua hari pulang dari rumah sakit. Ia juga masih sempat
membuatkan kue bolu untuk tim favoritnya.Uni datang sendiri tanpa teman seorang
pun. Ema sahabatnya pun sedang pergi ke Malang untuk acara diklat PMI di sana.
Uni
menyaksikan perjuangan tim favoritnya untuk bisa lolos ke 4 besar. Tapi kesialan
demi kesialan terjadi di pertengahan jalannya pertandingan. Tim lawan terlalu
tangguh membuat poin tim Rio tertinggal jauh. Rio sendiri harus cedera tangan
ketika sudah quarter 3. Padahal dia kunci penting keberhasilan banyak poin yang
dicetak timnya. Ran turun lapangan dengan kondisi yang tidak fit karena sempat
demam beberapa waktu lalu. Kekhawatiran sempat meliputi perasaan Uni.
Tapi...akhirnya bintang cemerlang lain, Leo turun lapangan sekalipun ia belum
sembuh seratus persen dari cedera kakinya beberapa bulan lalu. Dan Leo inilah
Rio ke-2 di timnya. Leo mulai mengejar ketertinggalan dengan kegesitannya dan
kelihaiannya mencetak poin dan menggagalkan lawan setiap kali hendak memasukkan
bola ke ring. Dan end of the game, tim favorit Uni menang 85-71 atas tim lawan.
Uni berteriak histeris meneriakkan nama tim idolanya. Setelah itu, Uni segera
keluar ke tempat dimana ia menunggu tim idolanya keluar dan menunggu bus
mereka. Beberapa menit kemudian keluarlah Leo dan diikuti pemain yang lain tapi
Rio dan Ran belum terlihat.
“Mas
Leo...keren banget tadi. Sumpah...keren banget kalian semua!!! Selamat yah....”
seru Uni menyambut Leo. Leo tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas
dukungan Uni selama turnamen season 2011 ini. Walau terbilang fans baru, tapi
bagi Leo dkk, support Uni sangat bermanfaat untuk mereka.
“Oh,
iya, ini kue buat kalian,” kata Uni sambil memberikan kue buatannya pada Leo.
“Buatan
kamu lagi?” tanya Leo. Uni manggut-manggut tersenyum bangga.
Tiba-tiba
kue yang dibawa Leo diserobot Ran.
“Mana
bolu gosong kapan bulan lalu itu? Masa’ bolu kayak gini dikasihin kita?? Mau
ngracuni kita apa?” celetuk Ran setengah mengomel pada Uni.
“Gosong
gimana? Kok, bang Rio dan Mas Leo nggak bilang apa-apa, ya? Hey, Mas Edo,
boluku gosong yang waktu itu?” tanya Uni memastikan tuduhan Ran pada pemain
lain. Tapi, Edo dan Leo justru cengar-cengir.
“Malah
cengengas-cengenges. Nggak gosong, kan? Emang sih, waktu itu trial and error
gitu tapi gue nggak mungkin salah masukin kue lah...” jelas Uni.
“Emang
gosong, Ni. Maaf. Kalau kita bilang nanti kamu sakit hati. Jadi, waktu itu kita
makan kue dari temen kamu,” kata Leo.
“Temenku??”
tanya Uni.
“He-em.
Ema,” jawab Edo.
“APA????!!!!”
teriak Uni.
“Heh!!
Sopan sedikit, dong! Teriak di deket gue lagi,” protes Ran.
“Oh,
sori-sori, kelepasan. Tapi, dijamin ini nggak akan gosong. Lihat aja dan rasain
pasti enak. Kalau begitu, aku permisi dulu, ya?”
“Oh,
iya, Ni, muka kamu pucet banget, yakin nggak apa?” tanya Leo.
“Oh,
nggak apa, Mas. Permisi ya, semua. Dan elo, minggir sedikit kenapa, mau lewat,
nih!” kata Uni menegur Ran.
“Silakan
tuan putri jablay..” kata Ran menyindir dan tersenyum kecut.
“Sekali
lagi elo bilang gue jablay, gue sumpahin sial seumur hidup loe!” ancam Uni.
“Dasar
jablay!” balas Ran.
Uni
segera berjalan menuju halte dan pikirannya berkecamuk tentang Ema yang tega
menyakiti dia dari belakang.
Ya,
itu memang hak dia juga sebagai fans tapi waktu itu dia ngebohonginn gue
katanya nggak nonton eh, tiba-tiba nongol ngobrol sama bang Rio sampai-sampai
gue nggak berani nyamperin bang Rio gara-gara takut dibilang sialan Ran itu,
j.a.b.l.a.y! Ih, ogah! Trus pakai ngasih kue buat anak-anak yang lain lagi.
Hadeuhh...temen makan temen banget sih, itu orang. Oke, elo emang lebih cantik,
lebih kaya, lebih multitalent dibanding gue, Ma. Tapi elo terlalu tega sama
gue. Sejahat-jahatnya gue ke elo dengan manfaatin elo jadi tukang ojek gue, gue
kagak pernah berusaha nikem elo dari belakang.
Saat
menunggu bus kota di halte, tiba-tiba Uni merasa perutnya sakit bukan main
hingga membuatnya membungkuk-bungkuk. Dan tak sengaja Ran dan kawan-kawan
melewati halte bus itu untuk pergi makan malam di rumah makan cepat saji dekat
gedung turnamen basket berlangsung. Ran yang menyadari kondisi Uni yang
kesakitan segera menghampiri Uni.
“Kenapa
lo cewek jablay??” tanya Ran khawatir begitu juga pemain yang lain.
“Gue...gue...”
tak sempat meneruskan kata-katanya, Uni keburu pingsan membuat semua kelabakan.
Kemudian mereka membawa Uni ke rumah sakit terdekat.
JJJ
“Gue
dimana?” tanya Uni yang baru saja sadar dari pingsannya.
“Rumah
sakit. Elo pingsan tadi,” jawab Ran yang sendirian menjaga Uni sampai siuman.
“Kok,
elo ada di sini?”
“Eh,..anu...uhmm...ee,
ya, kebetulan tadi gue nemuin elo pingsan di halte. Nyusahin orang aja, sih!
Kita semua jadi bingung tadi! Dasar jablay!” kata Ran yang salah tingkah harus
beralasan apa hingga akhirnya dia malah ngomel.
Uni
pun mencubit tangan Ran sampai kemerah-merahan dan Ran pun menjerit kesakitan.
“Apa-apaan
sih, loe?! Ditolongin bukan terima kasih malah nyubit lagi!” kata Ran.
“Elo
sih, cari gara-gara mulu,” sahut Uni.
“Kalo
ada apa-apa sama elo, gue yang khawatir bukan main!” kata Ran keceplosan.
“Apa?”
“Eh,
maksud gue, ya tadi, gue dan temen-temen yang susah,”
“Sudahlah
koko Ran...heheh..aneh manggil koko padahal setahu gue umur kita nggak beda
jauh. Jujur aja deh,...”
“Jujur
soal apa?”
“Masa’
gue cewek yang harus memperjelas? Cowok apaan tuh, cemen bilang suka!”
“Siapa
yang suka sama elo??? Ge-Er banget jadi orang!”
“Salah,
ya? Sori, deh! Emang gue nggak pernah bisa meraih perhatian orang lain, apalagi
cowok. Nggak kayak Ema, tahu kan, Ema yang dibilang Mas Edo dan Mas Leo tadi di
arena turnamen? Dia cantik, pinter, punya banyak relasi, nggak pernah
ngegrecokin orang, sama sekali berbeda dari gue. Hhassshhh, apaan sih, gue,
bisa cerita mellow gini? Sori,” tutur Uni sambil matanya berkaca-kaca.
“Hash???
Kok, elo ngucapin itu? Elo ikut-ikutan gue, ya?” protes Ran.
“Enak
aja ikut-ikutan. Gue sering gini dari SMA kali!” sahut Uni.
“Gue
dari SMP malah,”
“Tapi
yang pasti kita nggak pernah satu sekolah, kan???” ucapa mereka berdua
bersamaan. Kemudian mereka terdiam sejenak.
“Gue
cinta sama elo !” celetuk Ran.
“Apa??!!”
“Semenjak
Rio sering cerita siapa elo dan gue tahu twitter elo, lalu ketemu elo pertama
kali enam bulan lalu dan mencoba kue bolu buatan elo yang enak itu,”
“Apa?”
“Apa-apa.
Nggak ada siaran ulang!”
“Kuping
gue juga masih berfungsi normal ko Ran. Iya, gue juga sayang sama elo,”
“Apa?”
“Apa-apa.
Nggak ada siaran ulang! Semenjak pertengkaran itu, gue tertantang ngerjain elo
eh, nggak tahunya malah luluh juga,”
“Luluh
karena ketampanan gue, kan?” kata Ran membanggakan diri.
“Apa?”
“Apa-apa.
Nggak ada siaran ulang!” kelakar mereka berdua.
“Jadi,
bolu gue nggak gosong, kan, waktu itu?” tanya Uni mengingat nasib bolunya enam
bulan lalu.
“Dilibas
abis sama anak-anak bahkan coach Arif juga ketagihan! Hahaha...” kelakar Ran.
“Besok-besok
gue buatin lagi, deh!” janji Uni.
“Jangan!
Buatin spesial buat gue aja. Mereka nggak usah. Keenakan mereka dong, ngincip
kue buatan pacar orang,” jelas Ran.
“Pede
banget, sih, Mr. Jersey tiga belas pembawa sial...hahahah...”
Dan
semenjak itu Uni dan Ran jadian, saling mengisi satu sama lain sekalipun harus
long distance relationship. Kue bolu buatan Uni itulah yang membuat Ran semakin
jatuh hati pada Uni. Dan cinta mereka berdua semanis bolu buatan Uni.
JJJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)