Kamis, 10 Mei 2012

cerpen "Cinta Rasa Bolu Uni"


Cinta Rasa Bolu Uni
    
“Kamu tahu nggak, Mister Oni tadi ngomel-ngomel di kelas Teori Organisasi? Gara-gara ada mas-mas disuruh maju ke depan ngerjain tugas yang mustinya harus sudah dikerjain eh, dia kagak bisa. Habis deh, kita sekelas. Akhirnya suruh nge-resume buku Te-O dari bab satu sampai bab sepuluh. Mampus melek di depan kompi itu!” cerocos Uni ketika dia dan Ema asyik nonton turnamen basket nasional.
Uni terus saja nyerocos tanpa mau melihat mimik muka Ema yang sudah geram menahan kesebalannya pada Uni yang hampir tidak pernah bisa santai sejenak meninggalkan kuliah. Dimana-mana selalu obrolannya berkaitan sama kuliah. Meskipun bukan selalu materi mata kuliah yang dibahas tapi tetap saja semua dunia kuliah dia ceritakan setiap kali keluar bareng Ema, kayak nggak ada pembahasan lain aja.
“Jadi, tadi di kampus tuh... ” belum selesai Uni berkata, Ema memotongnya.
“Uni, please yah...stop ngomongin kuliah di tempat semacam ini! Seneng-seneng sedikit kenapa, sih!!!” kata Ema dengan nada jengkel.
Uni bisu seketika.
Gue kan, emang nggak bisa diem. Lagian nonton pertandingan olah raga mana mungkin cuman diem. Hhhmm...atau memang gue aja yang selalu cari perhatian. Tapi, ya, emang itu! Gue pengen diperhatikan sama kayak elo, Ema, diperhatikan banyak cowok, banyak temen, banyak senior. Jadi, ya, ini cara gue nyari perhatian karena cuman dunia kampus yang gue tahu. Bukan seperti elo yang magang, yang ekstrakurikuler, yang organisasi di luar dan di dalam kampus.
Uni beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar arena pertandingan.
“Mau kemana loe?” tanya Ema.
“Toilet,” jawab Uni bohong. Ia sudah menahan air mata. Rasanya sakit dikatain Ema seperti itu. Mungkin Uni terlalu sensitif tapi baginya kata-kata Ema tadi menyiratkan bahwa Uni adalah orang yang membosankan, selalu merepotkan, selalu membuat jengkel dan banyak omong dan sok cari perhatian pastinya.
Uni berjalan menuruni anak tangga gedung arena itu dan berpapasan dengan tim basket idolanya yang akan bertanding setelah pertandingan yang sedang berlangsung selesai. Ia tak menggubris ketika salah seorang idolanya yang sudah sering chatting by facebook maupun YM menyapanya. Uni terus melangkah menundukkan kepala menuju area parkir. Rencananya ia ke toilet untuk menangis tapi rasanya dadanya sesak dan membutuhkan udara segar di luar. Tapi di tengah perjalanan ia menabrak seorang cowok ber-jersey angka 13 dan ternyata ia anggota tim basket idola Uni.
“Aduh!!” keluh Uni.
“Elu jalan pakai dengkul??!!” kata si cowok lantang.
“Sori, sori, Mas! Nggak sengaja,” sahut Uni.
“Makanya, punya mata difungsikan dengan baik!” lanjut si cowok ketus.
Uni menelanjangi sosok di depannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Si cowok cuman melotot sambil membenarkan tas ransel yang dibawanya.
“Kamu pemain baru, ya? Kamu yang namanya Koko Ran, kan??” tanya Uni sambil menunjuk-nunjuk muka cowok itu.
“Sok tahu!!” timpal cowok itu judes dan meninggalkan Uni begitu saja.
“Huuu...belagu banget! Awas kualat loe! Apalagi jersey elo nomor 13, angka sial, tuh!!!” teriak Uni tapi tak digubris cowok yang memang bernama Ran itu.
JJJ
“Ema, nanti nontong basket lagi, yok!! Abang gue main loh, Rio!” ajak Uni di tengah kuliah Psikologi Abnormal.
“Abang? Abang ketemu gede maksud loe?” kata Ema. Uni mengangguk.
“Sori, gue ada acara di PMI sama anak-anak,” kata Ema membuat Uni kecewa dan mulai berpikir keras bagaimana caranya bisa nonton tim basket favoritnya nanti sore.
Dan sore itupun tiba. Uni nekat naik angkot dan berganti bus kota untuk sampai di arena pertandingan basket nasional yang sedang diadakan di Surabaya itu. Sesampainya di sana, ia segera membeli tiket dan duduk manis bareng penonton yang lain. Dan ketika para penonton menyoraki tim basket kebanggaan Surabaya, Uni sendirian mendukung tim basket idolanya dengan doa. Uni gengsi besar kalo harus teriak-teriak kayak di hutan aja.
Uni dengan hikmat memperhatikan jalannya pertandinagn yang membuat timnya kalah 45-54 melawan tim kebanggaan Surabaya. Uni kecewa dan sedih kemudian segera keluar arena untuk menanti tim basket favoritnya keluar dari gedung pertandingan dan ingin memberikan support moral bagi tim itu. Tapi, tiba-tiba perutnya mules dan terpaksa buang hajat dulu.
Kurang lebih sepuluh menit berlalu. Uni segera menuju area parkir dimana para pemain menunggu bus yang mengantar mereka kembali ke hotel. Betapa kagetnya Uni di sana melihat Ema dan dua orang kawannya yang lain sedang asyik ngobrol sama Rio, betapa sakit hatinya Uni.
“Katanya nggak bisa nonton eh, sekarang ngecengin abang Rio lagi. Busuk banget sih, Ema!! Temen macem apa itu???!!! Tapi...gue juga sering ngrepotin dia suruh nganter kemana-mana, emang dia tukang ojek gue??? Sori ya, Ma...elo pantes bersikap gitu ke gue. Emang gue pembawa sial buat semua orang,” gumam Uni sambil memasang tampang manyun dan hati sedih kemudian dia membalikkan badan hendak pulang tanpa bertemu tim kesayangannya itu. Tapi ketika ia membalikkan badan ia menabrak orang lagi dan itu Ran!
“Elu lagi. Punya mata nggak sih, lu??!!!” suara Ran sewot.
“Sori...gue nggak sengaja,” timpal Uni.
“Alesannya nggak sengaja mulu!! Atau emang elu sengaja nabrak gue biar dapet perhatian dari gue kayak elu dapat perhatian dari Rio???!!!” tuduh Ran. Uni melotot pada Ran.
“Elo pikir gue jablay apa?? Hati-hati ya, elo kalo ngomong. Elo juga sih, pembawa sial! Angka punggung elo itu emang pembawa sial. Terima saja, hidup elo itu emang selalu sial! Buktinya elo tadi kagak menghasilkan poin satupun! Bahkan kalo gue perhatikan ya, selama elo main basket, elo itu selalu sial. Di tim elo yang dulu elo juga jadi cadangan doang, kan? Belagu banget sih, baru segitu aja? Elo belum jadi seperti bang Rio atau ko Denny Sumargo ya...belagu elo sudah selangit!” cerocos Uni memarahi Ran.
“Haasshh!! Kebanyakan ngoceh kayak beo lu!!” balas Ran.
“Terserah apa kata elo. Dasar koko-koko belagu. Semuanya sama aja, sok kecakepan!!! Oh, ya, satu lagi, ini kue dari gue tapi bukan buat elo tapi pemain yang lain. Jangan pernah makan kue buatan gue karena gue nggak akan rela hasil karya tangan gue dicicipin orang belagu macem elo!”
“Gue juga nggak sudi incip kue buatan cewek gila sok cari perhatian macem elo!!”
Keduanya saling membuang muka.
“Jangan lupa sampaikan ke pemain yang lain kue itu. Elo jangan makan!” kata Uni setengah berteriak tanpa memalingkan muka.
JJJ
Enam bulan berlalu. Turnamen basket nasional yang selalu ada setiap tahun di beberapa kota besar di Indonesia itu mencapai babak championship. Kebetulan tim favorit Uni lolos ke babak championship. Di awal-awal tim favoritnya bertanding, Uni nggak bisa memberi support langsung di lapangan karena ia sedang sakit thypus dan harus dirawat di rumah sakit. Tapi pada hari-hari terakhir penentuan 4 besar pada turnamen 2011 ini, Uni rela datang meskipun dia masih lemas setelah dua hari pulang dari rumah sakit. Ia juga masih sempat membuatkan kue bolu untuk tim favoritnya.Uni datang sendiri tanpa teman seorang pun. Ema sahabatnya pun sedang pergi ke Malang untuk acara diklat PMI di sana.
Uni menyaksikan perjuangan tim favoritnya untuk bisa lolos ke 4 besar. Tapi kesialan demi kesialan terjadi di pertengahan jalannya pertandingan. Tim lawan terlalu tangguh membuat poin tim Rio tertinggal jauh. Rio sendiri harus cedera tangan ketika sudah quarter 3. Padahal dia kunci penting keberhasilan banyak poin yang dicetak timnya. Ran turun lapangan dengan kondisi yang tidak fit karena sempat demam beberapa waktu lalu. Kekhawatiran sempat meliputi perasaan Uni. Tapi...akhirnya bintang cemerlang lain, Leo turun lapangan sekalipun ia belum sembuh seratus persen dari cedera kakinya beberapa bulan lalu. Dan Leo inilah Rio ke-2 di timnya. Leo mulai mengejar ketertinggalan dengan kegesitannya dan kelihaiannya mencetak poin dan menggagalkan lawan setiap kali hendak memasukkan bola ke ring. Dan end of the game, tim favorit Uni menang 85-71 atas tim lawan. Uni berteriak histeris meneriakkan nama tim idolanya. Setelah itu, Uni segera keluar ke tempat dimana ia menunggu tim idolanya keluar dan menunggu bus mereka. Beberapa menit kemudian keluarlah Leo dan diikuti pemain yang lain tapi Rio dan Ran belum terlihat.
“Mas Leo...keren banget tadi. Sumpah...keren banget kalian semua!!! Selamat yah....” seru Uni menyambut Leo. Leo tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas dukungan Uni selama turnamen season 2011 ini. Walau terbilang fans baru, tapi bagi Leo dkk, support Uni sangat bermanfaat untuk mereka.
“Oh, iya, ini kue buat kalian,” kata Uni sambil memberikan kue buatannya pada Leo.
“Buatan kamu lagi?” tanya Leo. Uni manggut-manggut tersenyum bangga.
Tiba-tiba kue yang dibawa Leo diserobot Ran.
“Mana bolu gosong kapan bulan lalu itu? Masa’ bolu kayak gini dikasihin kita?? Mau ngracuni kita apa?” celetuk Ran setengah mengomel pada Uni.
“Gosong gimana? Kok, bang Rio dan Mas Leo nggak bilang apa-apa, ya? Hey, Mas Edo, boluku gosong yang waktu itu?” tanya Uni memastikan tuduhan Ran pada pemain lain. Tapi, Edo dan Leo justru cengar-cengir.
“Malah cengengas-cengenges. Nggak gosong, kan? Emang sih, waktu itu trial and error gitu tapi gue nggak mungkin salah masukin kue lah...” jelas Uni.
“Emang gosong, Ni. Maaf. Kalau kita bilang nanti kamu sakit hati. Jadi, waktu itu kita makan kue dari temen kamu,” kata Leo.
“Temenku??” tanya Uni.
“He-em. Ema,” jawab Edo.
“APA????!!!!” teriak Uni.
“Heh!! Sopan sedikit, dong! Teriak di deket gue lagi,” protes Ran.
“Oh, sori-sori, kelepasan. Tapi, dijamin ini nggak akan gosong. Lihat aja dan rasain pasti enak. Kalau begitu, aku permisi dulu, ya?”
“Oh, iya, Ni, muka kamu pucet banget, yakin nggak apa?” tanya Leo.
“Oh, nggak apa, Mas. Permisi ya, semua. Dan elo, minggir sedikit kenapa, mau lewat, nih!” kata Uni menegur Ran.
“Silakan tuan putri jablay..” kata Ran menyindir dan tersenyum kecut.
“Sekali lagi elo bilang gue jablay, gue sumpahin sial seumur hidup loe!” ancam Uni.
“Dasar jablay!” balas Ran.
Uni segera berjalan menuju halte dan pikirannya berkecamuk tentang Ema yang tega menyakiti dia dari belakang.
Ya, itu memang hak dia juga sebagai fans tapi waktu itu dia ngebohonginn gue katanya nggak nonton eh, tiba-tiba nongol ngobrol sama bang Rio sampai-sampai gue nggak berani nyamperin bang Rio gara-gara takut dibilang sialan Ran itu, j.a.b.l.a.y! Ih, ogah! Trus pakai ngasih kue buat anak-anak yang lain lagi. Hadeuhh...temen makan temen banget sih, itu orang. Oke, elo emang lebih cantik, lebih kaya, lebih multitalent dibanding gue, Ma. Tapi elo terlalu tega sama gue. Sejahat-jahatnya gue ke elo dengan manfaatin elo jadi tukang ojek gue, gue kagak pernah berusaha nikem elo dari belakang.
Saat menunggu bus kota di halte, tiba-tiba Uni merasa perutnya sakit bukan main hingga membuatnya membungkuk-bungkuk. Dan tak sengaja Ran dan kawan-kawan melewati halte bus itu untuk pergi makan malam di rumah makan cepat saji dekat gedung turnamen basket berlangsung. Ran yang menyadari kondisi Uni yang kesakitan segera menghampiri Uni.
“Kenapa lo cewek jablay??” tanya Ran khawatir begitu juga pemain yang lain.
“Gue...gue...” tak sempat meneruskan kata-katanya, Uni keburu pingsan membuat semua kelabakan. Kemudian mereka membawa Uni ke rumah sakit terdekat.
JJJ
“Gue dimana?” tanya Uni yang baru saja sadar dari pingsannya.
“Rumah sakit. Elo pingsan tadi,” jawab Ran yang sendirian menjaga Uni sampai siuman.
“Kok, elo ada di sini?”
“Eh,..anu...uhmm...ee, ya, kebetulan tadi gue nemuin elo pingsan di halte. Nyusahin orang aja, sih! Kita semua jadi bingung tadi! Dasar jablay!” kata Ran yang salah tingkah harus beralasan apa hingga akhirnya dia malah ngomel.
Uni pun mencubit tangan Ran sampai kemerah-merahan dan Ran pun menjerit kesakitan.
“Apa-apaan sih, loe?! Ditolongin bukan terima kasih malah nyubit lagi!” kata Ran.
“Elo sih, cari gara-gara mulu,” sahut Uni.
“Kalo ada apa-apa sama elo, gue yang khawatir bukan main!” kata Ran keceplosan.
“Apa?”
“Eh, maksud gue, ya tadi, gue dan temen-temen yang susah,”
“Sudahlah koko Ran...heheh..aneh manggil koko padahal setahu gue umur kita nggak beda jauh. Jujur aja deh,...”
“Jujur soal apa?”
“Masa’ gue cewek yang harus memperjelas? Cowok apaan tuh, cemen bilang suka!”
“Siapa yang suka sama elo??? Ge-Er banget jadi orang!”
“Salah, ya? Sori, deh! Emang gue nggak pernah bisa meraih perhatian orang lain, apalagi cowok. Nggak kayak Ema, tahu kan, Ema yang dibilang Mas Edo dan Mas Leo tadi di arena turnamen? Dia cantik, pinter, punya banyak relasi, nggak pernah ngegrecokin orang, sama sekali berbeda dari gue. Hhassshhh, apaan sih, gue, bisa cerita mellow gini? Sori,” tutur Uni sambil matanya berkaca-kaca.
“Hash??? Kok, elo ngucapin itu? Elo ikut-ikutan gue, ya?” protes Ran.
“Enak aja ikut-ikutan. Gue sering gini dari SMA kali!” sahut Uni.
“Gue dari SMP malah,”
“Tapi yang pasti kita nggak pernah satu sekolah, kan???” ucapa mereka berdua bersamaan. Kemudian mereka terdiam sejenak.
“Gue cinta sama elo !” celetuk Ran.
“Apa??!!”
“Semenjak Rio sering cerita siapa elo dan gue tahu twitter elo, lalu ketemu elo pertama kali enam bulan lalu dan mencoba kue bolu buatan elo yang enak itu,”
“Apa?”
“Apa-apa. Nggak ada siaran ulang!”
“Kuping gue juga masih berfungsi normal ko Ran. Iya, gue juga sayang sama elo,”
“Apa?”
“Apa-apa. Nggak ada siaran ulang! Semenjak pertengkaran itu, gue tertantang ngerjain elo eh, nggak tahunya malah luluh juga,”
“Luluh karena ketampanan gue, kan?” kata Ran membanggakan diri.
“Apa?”
“Apa-apa. Nggak ada siaran ulang!” kelakar mereka berdua.
“Jadi, bolu gue nggak gosong, kan, waktu itu?” tanya Uni mengingat nasib bolunya enam bulan lalu.
“Dilibas abis sama anak-anak bahkan coach Arif juga ketagihan! Hahaha...” kelakar Ran.
“Besok-besok gue buatin lagi, deh!” janji Uni.
“Jangan! Buatin spesial buat gue aja. Mereka nggak usah. Keenakan mereka dong, ngincip kue buatan pacar orang,” jelas Ran.
“Pede banget, sih, Mr. Jersey tiga belas pembawa sial...hahahah...”
Dan semenjak itu Uni dan Ran jadian, saling mengisi satu sama lain sekalipun harus long distance relationship. Kue bolu buatan Uni itulah yang membuat Ran semakin jatuh hati pada Uni. Dan cinta mereka berdua semanis bolu buatan Uni.

JJJ




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)