Senin, 10 Maret 2014

Pinangan Pada Pagi Buta

credit
“Menikahlah denganku,” pinta Bayu tanpa tedeng aling-aling.
Mata Keyla membelalak lebar setengah melotot. Ia tak ingin tertawa apalagi bersedih. Tak juga marah. Tapi ini sulit. Dan terasa aneh tentunya.
Dan... hei, ini masih pukul lima pagi. Langit Jakarta juga masih terlalu redup.
Bayu datang kepadanya pagi-pagi menembus rintik hujan sisa hujan badai semalam. Di depan pintu ia berdiri dan langsung melamar Key ketika Key baru saja memakai masker bengkoan melapisi seluruh wajahnya.
Ini bukan adegan lucu. Key pun tak akan tersanjung dibuatnya. Perlu ditegaskan sekali lagi, aneh.
“Mas, aku tahu kamu lelaki baik-baik sekalipun pernah hidup lama di negeri liberal. Amat mungkin mengenal alkohol, bisa jadi sampai mabuk, tapi aku tak yakin kamu sekarang mabuk. Ta-pi, tapi, apa yang barusan kamu katakan itu mengejutkan sekali. Ada apa ini?” tanya Key menggiring Bayu duduk di kursi teras rumahnya.
“Mami minta cucu segera dariku untuk mewarisi pabrik tekstil.”
Key mengangkat sebelah alisnya. Itu alasan yang sering kali ia dengar dari Nyonya Kuntjoro. Kemudian ia tersenyum simpul bahkan hendak melepas tawa. Namun mengetahui mimik wajah Bayu tetaplah serius dan justru menyipitkan pandangan yang seakan menunjukkan tanya apa-yang-lucu atau kenapa-tertawa, Key mengatupkan rapat mulutnya, mengenyahkan tawa yang nyaris saja keluar.
“Aku serius,” kata Bayu seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Key. “menikahlah denganku.”
Key menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Dirinya bukan tipe wanita yang ingin cepat menikah. Usianya memang sudah 27 tahun tapi tidak. Ia baru saja menikmati posisinya menjadi asisten manajer HRD. Pasti repot jika harus membagi waktu antara keluarga barunya dan karir yang sedang menanjak.
Key bukan hendak mengelak dari kodratnya sebagai wanita yang sudah pantas menikah sekaligus hasratnya sebagai wanita untuk menjalin relasi serius dengan lelaki tapi tak mudah juga ternyata tiba-tiba dilamar seseorang. Tak mudah karena semendadak ini, dengan alasan yang selalu terdengar menggelikan ini dan karena bukan dengan cara seperti ini ia ingin dilamar.
Tak munafik, Key juga punya impian dilamar dengan cara yang romantis dan pernikahan yang unforgetable juga kehidupan rumah tangga yang manis. Key tak bisa meramalkan mau jadi apa rumah tangganya kalau dimulai dengan cara begini.
“Mamimu, kan, sudah punya cucu dari adikmu,” kata Key.
Little Laras, diwarisi bisnis butik. Kamu tahu, Laras seorang desainer yang berkontribusi besar ke butik-butiknya mami. Dan untukku, mami ingin aku memiliki keturunan laki-laki untuk mengurus pabriknya.”
Key geleng-geleng sekali lagi. Lucu sekali, sih, keluarganya Bayu ini. Hidup kok, terlalu diatur seserius itu.
“Kalau aku tak bisa memberikan anak laki-laki?”
“Kita bisa ikut programnya.”
Key menggeleng. “Tidak. Kamu pikir aku ini pencetak anak? Kalau sampai banyak anak lalu perempuan semua?” tanya Key penuh penekanan. “Aku takut mengecewakan mamimu. Suruh saja Laras hamil lagi, bayi laki-laki.
Giliran Bayu yang menggeleng pelan. “Tapi mami suka sama kamu. Mami yang memintaku meminangmu segera.”
Key terkesiap.
“Jadi, kamu datang pagi-pagi buta begini atas kemauan tante? Ouh, haha, haha,” Key berusaha menertawakan tindakan Bayu. Tertawa yang bukan sesungguhnya tertawa karena lucu. “Demi alasan apa pun, aku tak akan menikah denganmu. Aku hanya menikahi orang yang aku cintai.”
“Cinta bisa diatur nanti.”
“Aku tak mau menikah dengan pria yang tak peduli padaku, lebih tepatnya tidak mencintaiku yang bisa saja suatu waktu berselingkuh dengan pacar yang dicintainya dan mencampakkan aku,” sergah Key. Maskernya sudah retak di nyaris keseluruhan wajahnya. “Sekuat-kuatnya aku, aku wanita. Ketika aku –ah, mungkin bisa saja omonganmu benar tentang cinta bisa diatur nanti- sudah jatuh cinta sama kamu lalu kamu pergi begitu saja, ah, menyedihkan sekali hidupku. Sinetron! Aku tak mau hidup seperti di sinetron,” pungkas Key.
Tampak Bayu sedang mengancang-ancang kalimat untuk memberikan argumentasi pada Key.
Key memandang Bayu. Dipikir-pikir, lelaki di sampingnya ini hampir tak punya cacat. Dia bibit unggul bermasa depan cerah. Bukan karena dia keturunan bangsawan Jawa dan kaya raya, melainkan karakternya yang memang nomor wahid sebagai lelaki. Semua wanita ingin jadi istrinya, minimal teman kencan. Key juga mau, apa pun lah. Hidup kan, hanya sekali. Sekali berkencan buta dengan Bayu seumur hidup, bukan masalah. Tapi, kenapa ketika Bayu datang melamarnya, justru dia berkeberatan? Alasannya sudah jelas tadi. Plus pertimbangan lainnya ialah Bayu selama ini menilainya buruk. Oh, bukan buruk sih, tapi sebelah mata. Tak sepenuhnya buruk.
Key sakit hati? Lalu balas dendam?
Bukan. Melainkan takjub. Bagaimana bisa lelaki yang dulu mengolok-oloknya bisa melamarnya? Lucu, bukan? Terkesan si lelaki menjilat ludahnya sendiri. Di mana harga dirinya?
Key sih, tidak pernah memikirkan sakit hati atau bahkan balas dendam. Ia tak pernah memikirkan ocehan Bayu selama ini. Key tak punya waktu memperhatikan hater-nya. Bukankah haters is fans in denial? Key tersenyum geli jika mengingat kutipan ini semasa ia masih melihat Bayu sering melotot padanya.
“Hidup juga tak melulu semanis novel romans luar negeri kesukaanmu, kan?” Bayu bicara telak. Ia tahu Key suka membaca novel karya Jane Austen, Nicholas Sparks dan beberapa penulis lain. “Bisa juga akhirnya tak membahagiakan, memilukan. Dan itu terjadi padamu. Clark pergi begitu saja, kan? Dia mencintaimu tapi tega meninggalkanmu dengan alasan konyol. Dan siapa yang sangka ternyata dia sudah beristri di Inggris. Apa kisah cinta seperti itu yang kamu mau? Seperti itu impian kehidupanmu? Bukannya kamu bilang tak ingin dicampakkan? Kamu mencintainya dan dia mencampakkanmu. Jadi, tak usah beridealisme lagi bahwa saling mencintai tidak akan saling menyakiti apalagi meninggalkan kekasihnya. Kuno!” sembur Bayu frontal.
Key menggigit bibir dalam bawahnya. Mendadak saja ia merasa sendu sendiri. Semua yang disampaikan Bayu itu benar. Kurang lebih empat bulan lalu, Key putus dari pacar ekspatriatnya. Clark. Lelaki yang tampannya selevel dengan Justin Timberlake itu rekan baik kakak Key, Raka, yang berprofesi sebagai dokter untuk sebuah tim sepakbola mentereng di negeri ini. Clark sendiri striker yang dikontrak tim tersebut. Manuver-manuver Clark mencetak gol sama cemerlangnya seperti rekan sejawatnya yang lebih dulu terkenal di Eropa. Clark (mengaku) jatuh cinta pada Key ketika mereka bertemu di tempat praktek Raka untuk pertama kali. Semenjak itu mereka berpacaran untuk sekitar sembilan bulan. Kisah cinta mereka manis dan romantis, hampir tak pernah ada pertikaian. Namun, entah mengapa Clark yang ternyata sudah habis masa kontraknya di Indonesia, selain meminta izin untuk kembali ke negaranya sekaligus meminta Key untuk merelakan hubungan mereka berakhir. Alasannya: ia tak bisa menjalin hubungan jarak jauh. Sebegitu rapuhnya kamu jadi lelaki, Clark. Itu isi hati Key waktu itu. Tapi Key paham, lelaki memang tak bisa untuk setia jika berjauhan teramat lama dengan kekasihnya. Boleh saja diingat logika seperti ini: secara biologis lelaki butuh “pemenuhan”. Kalian tahu, bukan? Sementara wanita, mereka bisa setia karena mereka tak mengejar “pemenuhan” tersebut. Setidaknya, sebagian bisa dianggap begitu walau tidak bisa disama-ratakan persepsi seperti ini untuk semua orang. Key masih memohon waktu itu untuk menjalin komitmen satu sama lain. Bukan menikah, tapi komitmen pada diri pribadi. Namun, Clark tetap menolak. Ia tak bisa dan tak mau menyakiti Key pada akhirnya. Dengan berat hati Key melepaskan. Akibatnya, dalam waktu sebulan pasca putus, berat badan Key terjun bebas lima belas kilo. Tubuhnya tampak seperti model-model androgini yang kurusnya tak ketulungan. Sampai-sampai Bayu mengoloknya suatu hari, “Apa bagusnya wanita bertubuh kerempeng di mata lelaki normal?”. Key gondok tapi ia tak ingin ambil pusing. Mulut Bayu memang tak bisa diam, selalu saja mengomentarinya. Yah, pada akhirnya, omongan Clark terbukti. Clark memang tak bisa setia dan telah menyakitinya. Berdasarkan sumber tepercaya, diketahui Clark sudah punya istri yang baru lima bulan ia nikahi kemudian ia tinggalkan ke Indonesia dan ia sendiri memacari Key. Sadis. Lelaki kurang ajar! Key marah besar. Sekaligus depresi.
Tapi semua sudah berlalu. Baru saja, tiga bulan berlalu. Tapi tetap saja ketika diingatkan tentang Clark rasanya menyakitkan. Key ingin tersenyum putus asa namun seolah kuat.
“Jadi, menurutmu aku harus mengubah keyakinanku bahwa pasangan yang awet itu bukan karena saling mencintai?” cetus Key bertanya.
“Mungkin. Tapi, apa kamu mau melakukan kesalahan yang sama?” tanya Bayu. “Aku rasa kamu terlalu pintar untuk begitu.”
Key kembali merenung. Haruskah ia berpindah haluan seperti himbauan Bayu? Lalu menerima Bayu sebagai suaminya? Oh, no. Pernikahan itu hal sakral, loh. Key maunya hanya sekali seumur hidup menikah dengan orang yang dicintai dan happy ever-after. Kalau menikah dengan Bayu? Apa dia cinta? Tidak. Tapi, Key juga tak membenci Bayu. Bayu menarik dari segala aspek, tak ada alasan untuk menolaknya. Bisakah jadi pertimbangan?
“Aku masih tak terima dengan alasanmu bahwa tante ingin cucu darimu. Itu terkesan aku ini potensial sekali untuk memiliki anak secara buru-buru. Kamu tahu kan, aku baru saja menikmati posisiku di pabrik mamimu. Menikah, langsung punya anak, itu bukan targetku dalam waktu dekat.”
Bayu menghela napas, sempat memejamkan mata sesaat.
“Itu bisa diatur. Kita bisa jelaskan pada mami. Dan...”
Ponsel Bayu mendadak berdering memotong kalimatnya.
Raut wajahnya berubah tegang ketika melihat layar ponselnya. Ia pun menjawab telepon itu dengan panik. Ia permisi pada Key untuk sedikit menjauh.
Key penasaran, ada apa dengan Bayu?
Baru beberapa menit bicara, Bayu segera membalikkan badannya dan mendapati Key memandanginya penuh tanda tanya.
“Ada apa?”
Bayu mendesah keras namun pelan. Tampak sudah putus asa teramat sangat.
Key makin bingung.
“Ini demi mami. Katakan saja iya. Katakan kamu mau aku nikahi. Sudah tak ada waktu lagi. Mami jam enam nanti harus masuk ruang operasi. Tak ada yang ingin kehilangan mami. Tapi mami ngotot, katanya kalau terjadi apa-apa –tapi amit-amit, ya-, ia ingin memastikan aku sudah punya calon istri. Dan dia minta kamu. Makanya aku segera ke sini setelah kemarin sore sampai di sana. Aku tak bisa menolak permintaan mami. Tak bisa menolak permintaan orang yang sakit.”
“Tunggu-tunggu,” sela Key. “bukannya tante sudah operasi kanker rahim beberapa bulan lalu? Lalu sekarang?”
“Belum. Mami waktu itu hanya menjalani terapi herbal ke Cina. Belum membuahkan hasil memuaskan. Sampai minggu kemarin kondisi mami drop dan dokternya di Singapura bilang sudah waktunya dilakukan operasi. Mami mulanya tak mau tapi dokter bilang mau tak mau harus segera operasi. Dan mami minta aku segera menemukan pasanganku.”
Alih-alih Key merasa geli, ia merasa kaget luar biasa tidak diberitahu kabar ini. Cemas, sama dengan Bayu.
“Kenapa kamu nggak bilang, sih, Mas, kalau tante ngedrop?” protes Key. “Aku bukan orang asing lagi kan, buat keluarga kalian?” imbuh Key yang geram pada Bayu.
Iya, Key bisa saja dibilang anak emas di perusahaan tekstil keluarga Kuntjoro. Key menjadi pegawai teladan dan lucunya itu tak cukup untuk direktur baru yang tak lain anak pemiliknya. Ah, sekarang bukan waktunya memikirkan itu. Key peduli pada pemilik Kuntjoro. Bukan karena anaknya. Jauh sebelum mengenal Bayu, Key sudah peduli. Key kehilangan sang ibunda lima tahun lalu karena sakit. Tinggal sang ayah. Padahal Key dekat sekali dengan mamanya. Ia masih butuh sosok mama. Ia pun bertemu Nyonya Kuntjoro ketika wawancara pekerjaan sekitar tiga tahun lalu. Semenjak itu keduanya memiliki chemistry. Tak sangka, Nyonya Kuntjoro sebegitu jatuh cintanya pada Key sampai-sampai ia ingin menjodohkan Key dengan anak tertuanya yang memiliki usia beda tujuh tahun dengan Key. Nyonya Kuntjoro sendiri yang memperkenalkan mereka dan berupaya menjodohkan mereka secara gamblang. Tapi sang anak yang baru pulang dari Boston hanya menganggap Key seujung jari kelingking. Key? Key menghargai dan menghormati Bayu Kuntjoro, mengagumi Bayu tapi jelas ia tak mencintai Bayu. Ia memiliki Clark kala itu. Namun, Key sempat meluluh ketika Bayu menghiburnya pasca putus dari Clark. Dengan caranya sendiri. Ia “membanting” Key dengan ucapannya yang bagai belati tajam untuk menyadarkan Key bahwa lelaki semacam Clark tak pantas membuat Key harus kehilangan berat badan drastis dan menjadi klien psikiater.
“Jangan banyak bicara. Segera putuskan. Aku berjanji dalam lima menit, aku akan menelepon Laras untuk disampaikan pada mami dan kamu yang menyapanya. Katakan kamu setuju. Tolong, jangan pikir panjang. Iyakan semua permintaan mami. Please, aku tak tahan melihat mami kemarin kesakitan. Urusan pernikahan, bisa kita bicarakan nanti,” ujar Bayu lebih terkesan memaksa.
Key menjadi bertambah bingung. Ia belum bicara apa pun pada ayah dan Raka tentang ini. Masa’ ia harus memutuskan sendiri? Namun, Key melihat Bayu. Ternyata ia bukanlah lelaki tanpa harga diri karena terkesan menjilat ludahnya sendiri yang dulu terkesan membenci Key. Justru Bayu lelaki berharga diri karena ia memperjuangkan maminya yang sakit dan belum pasti apakah operasi itu bisa sukses atau tidak. Alat kedokteran Singapura memang sangatlah canggih tapi Tuhan yang punya kehendak.
Key menggeleng cepat. Ia tak mau pesimis. Ia juga sedih mendengar kabar seperti ini. Masa’ ia harus kehilangan sosok ibu lagi?
Oke, sekonyol apa pun yang ia hadapi pagi ini, ia akan menyelesaikan semuanya. Sekalipun ia belum jatuh hati pada Bayu sepenuhnya, sekalipun ia tak tahu apakah fix ia akan menikah dengan Bayu kalau ia memutuskan berhohong setuju menikah dengan Bayu, sekalipun ia ragu bagaimana masa depannya (jika memang) menikahi orang yang tak ia cintai, sekalipun semuanya terdengar seperti sinetron dan lucu sekali tapi terancam kehilangan orang yang disayangi bukan lelucon. Toh, hanya bilang iya. Itu yang dibutuhkan Nyonya Kuntjoro dan Bayu sekarang ini.
Key menatap Bayu yang memandanginya beberapa detik terakhir. Key mengangguk tanda setuju. Tak nyana Bayu sontak memeluknya erat dan mengucapkan terima kasih tiada henti. Kemudian Bayu menelepon adiknya untuk bicara dengan sang mama yang katanya sudah bersiap di tempat tidur menuju ruang operasi.
Usai itu, ketegangan yang dihadapi Key dan (terlebih) Bayu menurun. Namun, ternyata berganti ketegangan yang lain.
Bayu menatap Key yang tubuhnya jauh lebih pendek ketimbang dirinya dengan khidmat. Membuat Key kikuk.
“Bisakah kepedulianmu terhadap seorang ibu juga kamu bagi dengan sang anak?” tanya Bayu.
Key tak mengerti. “Eh?”
“Maksudku, Mami sayang sama kamu seperti dia sayang sama Laras. Kamu sayang sama mami. Bisakah kamu melakukan hal yang sama padaku?” suara Bayu lembut.
Key menelan ludah. Mendadak jantungnya mencelus sampai ke perut dan membuatnya mual seketika. Bukan karena ia muak pada Bayu. Tapi psikosomatis yang biasanya ia rasakan ketika bertemu lawan jenis yang ia sukai bahkan cintai kembali datang. Apakah ia... mungkinkah dalam waktu tiga bulan ia bisa merasakannya dengan Bayu?
Bayu memang seperti melunak pasca Key putus dengan Clark. Lebih lembut –meski hanya sedikit- kepada Key.
“Mas sendiri, apa bisa mencintaiku?” tanya balik Key. Ia ingin tahu pendapat Bayu tentang cinta bisa datang dengan sendirinya.
“Jauh sebelum hari ini, aku telah mencintaimu. Kamu terlalu menyebalkan untuk tidak kucintai. Aku sebal kamu mengumbar kemesraanmu dengan bule tak tahu diri itu. Aku jengkel kamu selalu bisa mengalahkanku dalam banyak hal. Bagaimana bisa aku dikalahkan wanita? Sejauh ini yang bisa mengalahkan idealismeku hanya mami. Laras saja tak bisa. Lalu kamu jadi bagian dari kehidupanku, datang dan seolah kamu ini mami ketika muda. Membuatku ingin mengalahkanmu dengan banyak cara. Tapi aku tak bisa. Sampai mati pun aku tak akan bisa. Aku mencoba menawar perasaanku dengan perasaan yang lebih mungkin bisa membahagiakanku. Jadi, bisakah kamu mencintaiku? Tulus? Bahkan sebelum aku menikahimu? Tentu saja juga setelah kita menikah?”
Key membeku. Kalimat demi kalimat Bayu membombardir gendang telinga dan jantungnya tiada henti. Jalan cerita hidup macam apa ini? Bagaimana bisa Bayu diam-diam mencintainya? Bagaimana ia tak pernah tahu itu? Itu karena memang ia tak pernah peduli. Waktu itu ia hanya peduli pada Clark, lebih tepatnya dimabuk asmara.
Bayu kembali menegaskan. “Aku mencintaimu. Sungguh. Dari pertama kita bertemu sampai sekarang dan sampai kapan pun. Aku bukan lelaki pecundang apalagi tak bermoral. Kamu sendiri yang bilang, percaya aku lelaki baik-baik. Atas semua yang kamu tahu sendiri maupun dari mami selama ini, tak cukup untuk membuatmu mencintaiku?”
Key memberanikan diri menatap mata Bayu lebih dalam.
“Bolehkah kalau aku bilang, biar waktu yang membuatku jatuh cinta? Dan bolehkah aku memintamu untuk membuatku jatuh cinta setiap harinya? Setiap detiknya?” tanya Key yang belum yakin ia mencintai Bayu.
Bayu membingkai wajah Key dengan kedua tangannya. Mengelusnya sebentar. “Bahkan melihatmu dengan masker seperti ini selama kita bicara pagi ini, aku masih menyukaimu dan akan lebih-lebih mencintaimu dalam segala hal.”
Key tersipu. Wajahnya bisa saja terlihat merona merah bila saja tak mengenakan masker.
“Pagi-pagi jangan menggombal. Aku harap aku bisa memegang ucapanmu,” tukas Key.
Bayu menarik Key ke dalam pelukannya. Lebih hangat, lembut dan mendamaikan. Potongan hati mereka bersatu utuh.*

2 komentar:

Ditunggu kritik dan saran membangun yah :)