KADO
GIGANTIS
Bulan Juni merupakan
bulan paling dinantikan oleh Ema dari tahun ke tahun. Juni tahun ini menjadi
lebih menyenangkan untuknya karena sukses jadi
sarjana psikologi tapi sekaligus galau menyandang status job seeker.
Selain itu dia juga merangkap jadi “pengacara” alias pengangguran banyak acara,
acara online mencari lowongan kerja
di internet. Tapi ia tak bermuram
durja, menurut info yang ia dapat di bulan ini juga akan ada job fair. Ema melihatnya sebagai salah
satu kesempatan emas untuk menebar surat lamaran dan curriculum vitae-nya. Dia berdo’a, semoga Tuhan memberikan rejeki
yang melimpah ruah tepat di usianya yang menginjak 23 tahun bulan ini.
Ema berkacak pinggang
di depan cermin besar almari pakaiannya. Penampilannya sudah seperti wanita karir
profesional lengkap, blus putih rapi dengan blazer hitam yang membalutnya, celana kain hitam legam licin
hasil setrikaannya sendiri, rambut yang begitu ditata rapi apik, make up yang sudah pas memermanis air
mukanya, sepatu high heel tujuh senti
yang membuat tubuhnya terlihat tegap sempurna berdiri terlebih berjalan dan tas
warna netral yang selalu jadi kesukaannya juga sudah digamitnya. Tak lupa
senyum selalu tersungging di bibirnya. Oke, dia siap. Let’s go!!
Sesampainya di tempat job fair, Ema segera berkeliling dari
stand satu ke stand lain. Ia melihat, menyimak dan menimbang-nimbang lowongan
kerja yang pas untuknya. Ema juga tak lupa mengumpulkan brosur dari sekitar
tiga puluh perusahaan yang ikut bursa kerja itu. Baru setelah itu ia menepi di
suatu sudut membaca secara seksama brosur-brosur itu dan meneliti lowongan
kerja yang ia inginkan.
Akhirnya ada lima belas
brosur yang menawarkan posisi yang menggoda hati Ema, dari posisi staff HRD
sampai copy writer. Ema memang menaruh
minat di bidang psikologi industri dan organisasi dan media kepenulisan atau publishing.
Ema mengatur
berkas-berkasnya untuk siap diletakkan di boks surat lamaran kerja di
stand-stand perusahaan yang dipilihnya tadi. Kemudian ia berkomat-kamit
sejenak. Ema menyematkan jari-jemarinya menjadi seperti formasi pemain voli
yang siap menampik bola ke arah lawan dan semakin kuat berdoa di dalam hati. Lalu
ia segera menuju satu per satu dropbox stand perusahaan yang
diminatinya. Bersamaan dengan ia mengucap basmalah ia letakkan berkas penting tentang
dirinya di dalam dropbox. Well, kelima belas berkas lamarannya sudah ada di tempat yang tepat.
***
Job
fair
itu sudah awal bulan Juni, tepat hari lahir Pancasila dan berakhir dua hari
kemudian. Tapi sampai minggu kedua acara itu usai, tak satu pun telepon dengan
nomor anyar masuk ke ponsel Ema, email panggilan tes dan wawancara juga tidak.
Ema menghela nafas.
“Belum rezeki, Nduk,” ujar ibunya sambil mengusap
punggung Ema. Adem sekali ketika merasakan setiap inci sentuhan bundanya. Ema mengangguk
tersenyum singkat. Hatinya belumlah ikhlas. Lima belas berkas ia sebar, tak ada
satu pun yang memanggilnya untuk tes-wawancara.
“Jangan murung gitu!
Usaha lagi, ya?” kata ibunya memberi semangat. “Sebentar lagi kamu dua puluh
tiga tahun, kamu harus lebih bisa dewasa, lebih bisa tahan banting, kamu akan
masuk dunia persaingan yang lebih sengit ketimbang ini. Jangan putus asa!”
lanjut ibunya.
Ema menegakkan posisi
duduknya. Dua puluh tiga. Ulang tahun. Astaga, saking sibuknya memikirkan
kemungkinan ada panggilan tes-wawancara kerja dua minggu terakhir, ia jadi lupa
tiga hari lagi ia akan berulang tahun. Air
muka Ema berubah. Otot-otot pipinya yang mulanya berkerut-kerut berubah
tertarik semua, memberikan efek kulit luar untuk menyunggingkan senyum sumringah
di wajah Ema. Ema melirik ibunya lalu kembali tersenyum.
Dapat
kado apa ya, kali ini?
“Ibu berdo’a, semoga
kamu cepet dapet kerja, jadi mapan, bertemu jodoh yang bisa memimpin kamu
dunia-akhirat, bahagia selalu.” Ibunya menyahut seolah tahu isi hati Ema. Ema
meraih tangan ibunya dan mengelusnya lalu menciumnya. Ema memohon do’a restu
ibunya agar ia selalu bisa menjalani hidup yang penuh barokah.
***
Pergeseran angka usia
Ema dari 22 menjadi 23 akan terjadi dua jam lagi. Ema ingin tak tidur sampai pukul
12 malam, jaga-jaga jika ada yang memberinya kejutan. Minimal pesan singkat
yang mungkin saja “membanjiri” ponselnya.
Dua jam itu nyaris
berlalu, Ema terus saja gelisah menunggu tepat pukul 12 malam. Kini jam digital
ponselnya sudah menunjukkan pukul 23:59, berarti semenit lagi. Ema mencoba
memejamkan matanya berharap “keajaiban” datang. Ema berharap-harap cemas menit
per menit penghabisan satu menit menuju jam 00:00 segera berlalu.
Oke, dirasanya cukup.
Ia membuka mata perlahan lalu menatap ponsel yang digenggam tangannya tepat di
depan wajahnya. Ema memonyongkan bibirnya. Tak ada pesan masuk, mungkin dia
harus bersabar beberapa menit lagi.
Lima belas menit
pertama tak ada pesan masuk. Lima belas menit kedua layarnya masih tetap sama,
tak berhias tulisan “satu pesan masuk”.
Lima belas menit berikutnya, ah... tak ada juga. Dan kini sudah jam satu dini
hari. Kemudian jam digitalnya sudah berubah angka menunjukkan jam setengah dua
lalu jam dua. Kemudian jam tiga. Selama
masa tunggunya mengecek jam demi jam bahkan menit per menit di ponselnya, Ema
sudah tak bisa menolak rasa kantuk. Akhirnya, ia terlelap dengan ponsel yang
tergenggam tangannya di depan wajahnya. Dia meringkuk memeluk guling
kesayangannya.
...
“KRINGGG! KRIINGGG!!
KRIINGGG!!!” Suara alarm ponsel Ema berdering menyalak kuping Ema. Matanya
membelalak cepat, segera ia mencengkeram ponselnya yang sudah terlepas separuh
badan dari genggaman tangannya. Angka 04:30 tertera di sana dan wow lima pesan
masuk!
Ema spontan mengambil
posisi duduk. Segera ia membuka pesan-pesan itu. Wajahnya memancarkan aura
sumringah. Tentu saja, hari ini dia tepat berusia 23 tahun. Dan pesan-pesan itu
pasti ucapan dari teman-temannya.
Wah, nomor-nomor dari
kelima pesan itu tak bernama. Pasti teman-temannya sengaja mau memberi kejutan
atau gebetannya yang secara mendadak juga melakukan hal serupa. Ah, senangnya.
Ema menekan satu tombol
untuk bisa membaca pesan-pesan itu segera.
Pesan
pertama. Selamat Anda
memenangkan sebuah mobil Honda Jazz dari pengundian poin provider “Sinyal
Lancar Terus” tadi malam. Info lebih
lanjut bisa klik www.sinyaljalanterus.wordpress.com atau hubungi Bpk. Langgeng 08123456787.
Ema mengernyitkan dahi
segarang ekspresi ikon kartun Angry Bird.
Pesan
kedua. Masih
dengan nomor pengirim yang sama, isi yang sama tapi beda contact personnya. Kali ini ... hubungi
Ibu Intan 031-5553322.
Ema menelan ludah dan
sengaja menyuarakan hembusan nafasnya keras.
Pesan
ketiga. Selamat Anda memenangkan uang 50 juta rupiah
dari acara gebyar hadiah mie instan “Kriwil-kriwil Maknyus”!! Hubungi Deki
Sudeki di 0354-654321 atau bisa lihat website resmi kami www.miekriwil.blogspot.com untuk info lebih lanjut.
Ema mulai menggenggam
ponselnya erat dan berkata dalam hati,”Dungu! Mana ada perusahaan mie terkenal
punya website kacangan begini!”. Tapi Ema belum menyerah. Ia buka pesan keempat, pesan atas nama provider
ponselnya memberitahukan ada promo SMS, telepon dan internet gratis pada
pemakaian pulsa ke sekian rupiah. Ema
menggaruk kepalanya dan merasakan seolah darahnya sudah membuat pusaran siap
mendidih ke angka 100 derajat celcius di kepalanya.
Ema cepat-cepat membuka
pesan kelima. Selamat ulang tahun. Begitulah tulisan pembukanya. Mata Ema
seketika melebar dan senyumnya tersungging.
Ema menggeser layar ke bawah mencari tahu siapa pengirimnya.
Zonk!!!! Ema tertipu
lagi. Lagi-lagi dari nomor tak bernama yang ujung-ujungnya memberinya “angin
surga”, menyatakan ia mendapat uang 150 juta rupiah dari pengundian berhadiah
sebuah provider ponsel beda merek dengan sebelumnya.
Ema mendengus sebal.
Mukanya bertekuk-tekuk sedemikian rupa dan menahan dongkol di hatinya. Pengirim-pengirim
itu memberinya “kado” dari sekedar SMS gratis sampai yang paling gigantis, uang
ratusan jeti! Yah, mereka itu hanya memberikan udara segar semu alias menipu. Perut
Ema tiba-tiba merasa mulas. Ia ingin berak segera.
***