Judul
Buku :
Queen of Babble (Ratu Ngoceh) (Versi Terjemahan)
Penulis :
Meg Cabot
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit : September
2010
Tebal : 456
halaman
Harga
: - (pinjem temen J )
Mengocehlah! Maka, Kamu
Beruntung
Well, kebanyakan dari kita
tahu bahwa diam itu emas. Tapi, tahukan kalian? Diam juga bisa berarti buruk.
Misalnya, masalah yang hanya dipendam melulu akan menimbulkan benjolan merah
perih di wajah mulus kita.
Maka,
berhentilah menjadi pendiam! Alih-alih, mengocehlah seperti Lizzie Nichols.
Gadis berusia 20-an tahun, yang (nyaris) menjadi sarjana jika tidak mendadak pembimbingnya
datang membawa kabar sialan untuk membuat tesis sebagai syarat lulus dengan sah
di saat ia hendak pergi melepas rindu pada kekasihnya, Andrew, di Inggris.
Perkenalkan,
dia Lizzie yang punya kelebihan: bisa turun 15 kilogram dalam tiga bulan,
mengambil jurusan individu sebuah universitas negeri di daerah Michigan (Amrik)
sana, dan keblinger mencintai Andrew sampai (terpaksa) rela mengemban tugas
membuat tesis selama berlibur bersama Andrew dan – tentu saja – mengancang-ancang
momen romantis bersama yang akan mereka lalui.
Tapi,
apa? Ah, di sini kita harus belajar pada Lizzie, Ladies. Terlalu muluk-muluk berkhayal tentang kekasih tercinta dan
momen-momen yang akan kita lalui bersamanya adalah kesalahan yang fatal! Fatal
jika lelaki itu Mr. Benalu bernama Andrew! Pelajaran juga, Lizzie adalah gadis
Amrik polos yang jatuh cinta pada Andrew-Benalu, yang kental dengan aksen f untuk mengucapkan th, dari Inggris. Maksudnya, jangan mudah meleleh sama bule yang
ada di Indonesia. Kita tak tahu di negara asalnya dia siapa, kan?
Peraihan
gelar sarjana belum resmi, disuruh bikin tesis selama liburan – yang akhirnya
pada novel ini gagal total –, ditipu lelaki yang dicintai, belum cukup membuat
Lizzie merasa seperti orang hilang dan sial di tengah London! Tapi, hhh... di
bagian ini klise. Dia dipertemukan dengan ‘malaikat’ yang ternyata adalah teman
yang selama ini diceritakan, Chaz (pacar Shari, sahabat Lizzie). Perkenalan
mereka di gerbong kereta api menuju Perancis (sebab di sanalah Chaz dan Shari
berlibur) manis sih, tapi sangat mudah ditebak. Walau lelaki itu menggunakan
nama Perancis saat perkenalan, tapi bisa ditebak oleh pembaca. Cuma di situ
Lizzie dibuat tidak tahu. Ah, keseringan baca begini, jadi cukup mudah menebak,
ya? Hehehe.
Lizzie
naksir pada Luke, Lelaki Gerbong Kereta dan teman Chaz, setelah mengoceh
kebuntungannya bersama Andrew, hanya dalam waktu kurang dari satu minggu! Dan,
mulailah kisah mereka yang yah... mulanya biasa saja, sih. Luke digambarkan
lelaki manis dan lucu, bukan beringas. Tapi, Lizzie menganggap Luke itu seksi
dan selalu membuatnya berdebar. Padahal, saya merasa biasa saja.
Sayang,
Luke sudah punya pacar dengan payudara yang mencurigakan! Dan, sikapnya juga
congkak dan meragukan. Tapi, Lizzie tetap menaruh hati pada Luke, dan pada puri
abad pertengahan milik moyang Luke bernama Château Mirac. Lizzie memang penyuka
barang antik.
Novel
ini berbahasa lincah khas chicklit, betul-betul seperti mengoceh, persis
representasi tokoh ‘aku’ (Lizzie). Dia dengan lincah menceritakan dirinya yang
ternyata sukses diet dengan menahan makan makanan berkarbohidrat, bagaimana dia
masih punya komitmen ingin menyelesaikan tesis (walau faktanya tidak sama
sekali mengerjakan), membeberkan kebusukan dan apa-yang-telah-dia-berikan-dan-ingin-dia-tarik-kembali
dari Andrew pada orang asing, dan bagaimana rasanya jatuh cinta pada pacar
orang!
Alurnya
mengalir, dan walaupun terkesan biasa membaca Lizzie yang ngoceh tentang
dirinya di awal – kecuali bagian Andrew-Benalu – sampai bertemu Luke yang ‘hambar’
karena baik-manis-sopannya, tapi cara menceritakannya renyah dan lincah. Apa
khas Meg Cabot begitu ya? (saya baru baca trilogi Abandon, Size 14 Is Not Fat Either, dan Queen
of Babble). Tapi, mungkin ini lebih ke genre chicklit kali ya, jadinya
dibikin easy reading yang lincah,
bukan mendayu-dayu. Tapi, menuju ending,
pergolakan antara Lizzie dan Luke akibat kesalahpahaman (lagi-lagi ini senjata ‘klasik’)
bikin gemes dan deg-degan. Dan, kita akan tahu siapa Luke sebenarnya. Hahaha.
Novel
ini juga berisi kutipan-kutipan tokoh terkenal dunia yang selama ini belum saya
–pribadi – tahu pada setiap bab. Dan, saya merasa semuanya ngena banget dalam
kehidupan kita sehari-hari. Misal:
Menyakitkan menyimpan rahasia
dari orang yang berhak mengetahuinya. Rahasia itu akan terungkap sendiri
(Ralph Waldo Emerson [1803-1882],
penulis esai, penyair, dan filsuf A.S)
pada
halaman 369.
Pernah
mengalaminya?
Belum
lagi, pada setiap awal per bab juga tertulis sejarah mode, membuat saya
bertambah tahu. Yah, Lizzie memang mengambil jurusan individu ‘Sejarah Mode’.
Di Amrik begitu, ya? Agak mengerikan, ya? Maksud saya, agak ngeri sih, ‘berjuang’
sendiri. Hehehe. Tapi, saya belum paham banget maksud program jurusan individu
ini, sih. Ada yang bisa membantu menjelaskan?
Overall,
novel ini bagus dalam mengemas tema perjuangan impian dan cinta. Klise memang,
tapi membuat saya – pribadi – kembali percaya bahwa keberhasilan itu mungkin
memang berjarak sejengkal dari kita yang (nyaris) menyerah (sori, lupa siapa
yang mulanya bilang begini). Sehingga memotivasi kita untuk jangan menyerah. Iya,
seperti Lizzie yang tidak akan pernah menyerah dalam hidupnya, tapi ia tidak
bertindak sembrono dalam menyikapi masalah di depannya. Ingat, dia Lizzie!
Memang dia bisa mengontrol tindakannya, tapi mulutnya? Ah, dia memang masih
perlu belajar walau memang mulutnya itu selalu menyuguhkan fakta – bukan bualan
– yang membawa keberuntungan untuknya.
Ratu
Ngoceh, bacaan asyik pengusir jenuh. Dasar cerita yang klise namun dikemas
dengan hal-hal unik-antik, dan ending yang
wow, hot! Luke, aku padamu! Diam-diam
menghanyutkan dikau, ya...
Ya,
baca saja. Lizzie dan Luke bakalan memberikan gebrakan di belakang. Apa lanjutannya
juga seasik ini? Nggak sabar pengen baca J